Perihelion,

339 36 0
                                    

# Perihelion

Kak Baji, Matahariku, ingatlah bahwa kita pernah berada di titik terdekat, sebelum siklusnya kembali berputar.

Kak Baji,

dia selalu meminta maaf padaku. Setiap kami bertemu, ia akan meminta maaf sampai tersedu-sedu karena telah terlibat dengan Geng Toman lagi dan lagi. Aku tak paham, kadang ia menangis sebab kembali 'dipaksa' menghisap rokok, terlibat tawuran dengan geng dari sekolah lain, atau karena bertemu dan berkumpul dengan teman-teman satu gengnya disaat jam pelajaran.

Kak Baji selalu bilang, ia berusaha tegar di depan teman-temannya. Di depan Chifuyu, Mikey, dan semua orang yang berarti di hidupnya.

Tapi entah kenapa, di hadapanku, ia menampakkan sifat aslinya. Pertahanannya runtuh dengan mudah sesaat setelah aku memandang wajahnya. Kuharap, itu artinya ia merasa nyaman denganku.

Meski begitu, Kak Baji masih bertahan dengan sifat tertutupnya. Hanya tangisan dan kata maaf, tidak ada cerita apapun keluar dari bibirnya. Beberapa keluhan kecil kerap terdengar, namun tak jauh dari masalah sekolah seperti PR dan nilai ulangan.

"Mau peyoung?" Tanya Kak Baji.

Aku meliriknya, "Gak buat Chifuyu aja?"

Ia menggeleng, "Enggak, biarin aja. Nih bagi dua sama gue."

Aku mengangguk dan duduk di sampingnya. Kami sedang berada si tempat favorit kami, semacam bukit yang penuh dengan rerumputan. Jam menunjukkan pukul empat sore, langit sudah cukup gelap.

"Lo itu, kayak bumi."

Aku berhenti mengunyah *yakisoba* dan menelannya. Aku menoleh dan menajamkan telingaku,

"Maksudnya?"

Kak Baji terkekeh, pandangannya lurus ke depan, di mana matahari berada,

"Tempat gue berpijak, lo tempat di mana kehidupan gue berputar."

Wajahku memanas mendengar ucapannya. Aku pun menunduk dan menjauhkan kotak yakisoba di tanganku. Dengan penuh keberanian, aku mengungkapkan kata-kata yang sudah lama kusimpan di dalam bibirku.

"Kak Baji juga ... "

Ia menoleh, menatapku dan menaikkan salahsatu alisnya,

"Juga apa?"

Aku menelan ludah,

"Kak Baji itu, kayak matahari buatku. Selalu bisa bikin hari-hariku cerah. Hatiku hangat tiap ngeliat Kak Baji senyum, dan juga, hidupku sangat bergantung sama Kakak. Tanpa Kak Baji, aku gak akan bisa jadi sosok yang lebih baik seperti ini."

Aku diam sebentar, dan akhirnya, kuputuskan menatap wajah Kak Baji.

Untuk kali itu, pertama kalinya kulihat wajahnya yang memerah. Binar di wajahnya, mata yang bersinar dan tampak lebih hidup, serta senyum tipisnya yang tulus, aku tidak bisa melupakannya. Hal yang benar-benar membuat jantungku berdegup kencang seakan mau lepas.

"Makasih, y/n." ia merengkuh tubuhku.

Aku mengangguk di dalam pelukannya,

"Aku harap Kak Baji selalu bahagia. K-kakak mau 'kan, jadi matahariku selamanya?"

Kak Baji melepas pelukannya,

"Janji nggak ya? Nanti dulu deh, gue searching tentang matahari dulu."

Aku memukul pelan lengannya, "Ih dasar."

"EKHEM!"

Kami berdua tersentak ketika suara familiar itu keluar. Itu Chifuyu, saat ini ia dengan santainya sedang menghabiskan yakisoba yang tadi aku sisihkan.

"Cipuy! Sejak kapan di sini?" aku menatap kemasan di tangannya yang hampir kosong itu, "Terus itu 'kan punyaku-"

"Salah siapa pacaran mulu, wlee." Ledeknya.

Kak Baji hanya tertawa melihatnya, pun diriku. Kami menghabiskan sore hari ini seperti biasanya. Bercanda bersama, seperti tidak ada beban yang menghantui hidup kami.

•••


Betelgeuse ; Baji Keisuke Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang