Bab 7

50 3 0
                                    

Rasa kesal masih menggelayuti hatiku, bagaimana tidak dengan sikap Dirga yg mudah berubah-ubah seperti itu padaku. Memangnya aku tempat pelampiasan mood nya apa? Cih!..

Tok..tok..tok..

"Iya tunggu", aku setengah berlari untuk membuka pintu kamar.

"Keluar sebentar nak, papa mau ngomong", ucap papa. Ada apa ini? Tidak biasanya papa memanggilku secara langsung seperti ini, biasanya mbok Nah atau bunda yg di suruh memanggilku ke kamar.

Aku mengekor di belakang papa, kulihat punggungnya yg terlihat lelah karna beban serta tanggung jawab yg harus di pegang nya. Setiap hari papa harus berurusan dengan restoran keluarga yg banyak masalahnya. Papa membawaku ke ruang tengah, disana sudah ada bunda dan ka Ares, kalau ka Buki masih travelling. Aku duduk di sebelah ka Ares yg duduknya berhadapan dengan papa. Wajah Bunda menggambarkan kecemasan. Ada apa ini sebenarnya?..

"Ada apa pa? Kok muka nya pada cemas begitu?", tanyaku bingung.

"Emm kakak kamu ka Buki mengalami kecelakaan", jawab papa dengan suara yg di buat tenang.

Ucapan papa bagai sambaran petir bagiku, bagaimana bisa aku tidak tau kakak ku sendiri mengalami kecelakaan. Sejak aku sampai di rumah tadi keadaan rumah memang sepi karna papa, bunda dan ka Ares ada di kamar masing-masing.

Seketika tangis Bunda pecah, papa merangkul bunda agar bunda kuat. Aku pun sama satu persatu air mataku tumpah.

"Ba..bagaimana bisa pa? Ka Buki kecelakaan dimana?", jawabku setengah histeris. Ka Ares menenangkanku dalam pelukannya.

"Ayo pa kita ke rumah sakit sekarang!", ucapku sambil bangkit tapi tanganku di cekal oleh ka Ares.

"Nanti dulu de. Buki sedang dalam perjalanan ke rumah sakit disini. Dia..dia kecelakaan di Puncak",

Aku terduduk lemas, sedang Bunda menangis sejadi-jadinya. Ka Ares berusaha tegar tapi aku tau dia khawatir dengan adik nya yg juga merupakan kakak ku.  Oh Tuhan! Cobaan apa lagi ini?..

Entah apa yg ada di pikiran keluargaku saat ini. Kenapa mereka tidak segera bergegas ke Puncak untuk mengetahui kondisi ka Buki? Ingin rasanya aku marah tapi kondisinya tidak memungkinkan.

Aku bangkit kembali bersiap untuk pergi, "kamu mau kemana?", tanya Papa.

"Mau nyusul ka Buki. Apa kalian tidak gelisah? Aku ga bisa duduk diam seperti ini", jawabku ketus.

"Tunggu dulu de. Tadi kita semua mau nyusul kesana tapi kata Rafa, ambulans sedang membawa Buki ke rumah sakit disini. Setelah Buki sampai kita langsung ke rumah sakit", jawab ka Ares setengah frustasi.

"Terserah kalian. Aku tetep mau nyusul ka Buki", aku berjalan meninggalkan mereka menuju kamar. Saat aku melewati mbok Nah dan pak Min yg dari tadi mendengarkan pembicaraan kami, ku lihat mbok Nah sudah berlinang air mata.

"Non..", panggil mbok Nah lirih. Aku mengacuhkannya dan masuk ke dalam kamar. Tangisku pecah seketika mengingat apa yg menimpa kakak ku saat ini. Aku menghapus air mata ku kasar lalu mengganti baju dengan kaos dan jeans tak lupa memakai cardigan. Ku ambil tas yg menggantung di kursi meja belajarku.

Aku keluar kamar dengan cepat, "pak Min siapin mobil sekarang", perintahku.

Pak Min langsung mengikuti perintahku. Tapi tiba-tiba ka Ares menghampiriku, "mau kemana kamu? Apa kamu tau sekarang Buki di rawat dimana?", ucapnya dengan nada tinggi.

"aku emang ga tau ka Buki di rawat dimana, tapi setidaknya aku berusaha mencari dia tidak seperti kalian yg hanya menunggu kabar!", jawabku dengan nada yg tinggi juga.

"Sudah! Cukup! Kalian malah memperkeruh keadaan! Liat Bunda kalian jadi semakin sedih!", suara papa memenuhi ruangan. Tangis bunda makin menjadi di pelukan papa.

Kriiiing...kriinnngggg..

"Hallo", sapa papa.

"...."

"Oh baik. Kami akan segera kesana. Terimakasih", papa menutup telepon yg entah dari siapa.

" Buki sudah sampai rumah sakit Medika sekarang. Kita kesana sekarang", papa bangkit di ikuti bunda. Aku dan ka Ares mengekor di belakang. Pak Min sudah siap di dalam mobil. Perjalanan ke rumah sakit terasa lama. Semuanya diam tanpa sepatah katapun, hanya isakan bunda yg terdengar di sepanjang jalan. Tuhan, semoga ka Buki tidak parah, doaku.

-------------------------------------------

Kami berlarian menuju ruang UGD, tak peduli dengan tatapan orang yg melihat kami. Aku mematung melihat keadaan ka Buki. Wajah yg dulu selalu menjahiliku bahkan sampai membuatku menangis karna keisengannya, kini penuh lebam. Darah segar mengucur dari kepalanya. Bajunya kotor, kaki dan tangannya pun penuh luka. Bunda bahkan pingsan melihatnya. Bagaimana tidak anak keduanya yg jarang di rumah tiba-tiba pulang dengan keadaan terkapar tak sadarkan diri dengan bersimbah darah. Bunda di bawa ke ruang perawatan untuk di baringkan yg di temani papa. Sedangkan ka Ares duduk lemas di ruang tunggu. Aku yg masih mematung saat dokter dan suster sedang mengambil tindakan medis untuk ka Buki.

"Maaf mba, silahkan tunggu diluar karna pasien akan di obati terlebih dahulu", ucap suster menyadarkanku.

"Eh? I..iya sus", aku berjalan lunglai menuju bangku dan duduk di sebelah ka Ares. Ingin rasanya menangis sekencang-kencangnya tapi tidak mungkin kulakukan karna aku tidak ingin menambah panik keluargaku.

Satu persatu air mata jatuh tak tertahankan. Aku berharap ini mimpi dan aku ingin segera bangun dari mimpi ini. Tapi ini nyata, semua yg terjadi ini nyata. Sesak dadaku tak tertahankan. Tak bisa ku bayangkan perasaan bunda dan papa melihat ka Buki seperti itu.

Seseorang mengelus bahuku lembut, ku menoleh padanya ternyata Rafa, teman kuliah ka Buki.

"Sabar ya de. Andai kakak tadi bisa menariknya ke pinggir jalan, mungkin Buki ga akan seperti ini", ucap ka Rafa lirih.

"Memang bagaimana kejadiannya ka? Kenapa ka Buki bisa kecelakaan?", tanyaku setengah memaksa.

Ka Rafa menceritakan semua kejadian yg terjadi sampai ka Buki mengalami kecelakaan. Ternyata ka Buki tengah menolong seorang nenek yg ingin menyebrang, dan tiba-tiba ada sebuah mobil yg melaju sangat kencang dari arah berlawanan. Kecelakaan pun tak terhindarkan, ka Buki tertabrak hingga terlempar sejauh 5 meter sedangkan sang nenek selamat karna ka Buki mendorong sang nenek ke pinggir jalan. Ka Buki mengorbankan dirinya agar sang nenek tak tertabrak. Sang pengendara mobil pun sudah di tangkap dan sekarang sedang berada di polsek Puncak.

Akhirnya aku berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya tak kuat menahan perasaan sedihku yg dari tadi ke tahan, ka Ares memelukku erat seraya menenangkanku. Ka Rafa mengelus punggungku untuk menenangkanku juga. Semua merasakan sakit yg sama. Bagaimana bisa kakak ku yg ingin menyelamatkan seorang nenek malah di tabrak dengan pengendara mobil gila?? Tidak bisa ku percaya.. Marah, sedih, dan sakit bercampur jadi satu di dadaku. Aku menangis sejadi-jadinya, tak peduli dengan orang-orang di sekelilingku yg menatapku iba. Tuhan, selamatkan kakakku, kumohon.....

------------------------------------------

My banned loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang