Muzan mengusap wajahnya frustasi. Ralat— (Y/n) mengusap wajah frustasi. Keringat dingin mengucur serta wajah yang semakin lama semakin pucat. Iris merah plumnya sekali lagi melirik ke samping. Dan helaan nafas kembali ke luar.
Dokter itu— maksudnya jasad dokter itu tergeletak dengan pisau besar menancap pada kepalanya. (Y/n) ingat terakhir kali obat dari sang dokter tidak bereaksi, dan perasaan gelisah takut tak bisa hidup lebih lama muncul dalam hati.
Mungkin saat itu, tanpa sadar dirinya membacok si dokter.
Ini mengerikan. Tak dapat dibayangkan jika seterusnya akan seperti ini. Membunuh manusia yang harusnya ia bunuh dengan tangan sendiri. Meski tak ingin, tapi pasti itu terjadi.
Karena jiwanya sudah menyatu dengan Muzan sendiri. Semakin lama, dirinya pasti akan beradaptasi dengan pribadi Muzan yang sesungguhnya, dan membunuh mereka karena keinginan sendiri, bukan terpaksa.
(Y/n) sekali lagi menghela nafas berat. Lebih baik mencegahnya dari sekarang daripada tidak sama sekali. Pemuda itu lantas menyibak selimutnya. Ditatapnya tubuh yang semakin lama terasa semakin sehat. Kuat. Dan penyakit yang menggerogoti tubuhnya bak menghilang begitu saja.
Obat itu bekerja.
Andai Muzan bisa sedikit sabar, Mungkin sekarang dirinya bisa berdiri di bawah matahari dengan tenang.
Ia segera berdiri. Di luar sedang terik dan itu bagus. Mungkin tak ada iblis bosan hidup yang baru sehat malah mencari mati, tapi (Y/n) hanya ingin terbebas. Menurut cerita yang dia baca, membunuh dirinya di dunia ini bisa mengembalikannya ke dunianya. Itupun jika di sana masih hidup, sih.
Pintu geser ia buka. Kakinya ia langkahkan ke bawah terik sinar matahari. Dan bisa diakui itu sangat panas seperti berada di dalam panggangan. Tubuhnya pun perlahan menjadi abu. (Y/n) di sela-sela kematiannya menghela nafas lega.
“Baiklah, ini mudah—”
Wush!
Tubuhnya tiba-tiba bergerak dengan sendirinya. Menghempaskan diri ke dalam bangunan hingga bagian tubuh yang terbakar itu beregnerasi kembali.
Ini seperti ... Ada yang mencegah dirinya untuk melakukan itu.
(Y/n) menghela nafas, memang aneh jika ia dibiarkan mati semudah itu padahal cerita saja belum dimulai. Tanpa dirinya, Kimetsu no Yaiba bisa jadi anime genre slice of life Zaman Taisho.
Pemuda itu akhirnya duduk kembali di kasur. Menunggu matahari terbenam. Dan begitu malam berganti posisi dengan siang, maka ia bisa beraktivitas saat itu.
Kruyuuuk.
Perut (Y/n) keroncongan. Tentu saja dia lapar. Sedari tadi tak makan apa-apa. Hanya nasi yang tak ada rasanya.
(Y/n) tak ingin mengingat fakta, bahwa sumber makanannya adalah manusia. Bukan lagi nasi. Karena dia sekarang adalah iblis.
Raja iblis makan nasi? Keren sekali.
Walau lebih keren Titan makan kayu, sih.
(Y/n) melirik dokter yang kini sudah tergeletak tak bernyawa itu. Kurang ajar sekali jika ia membunuhnya lalu memakannya. Oke, setidaknya ia tidak menyuruh anak-anaknya mukbang mayat ibunya.
/Ditabokkingfritz.
“... Mungkin seuprit doang tak apa, ya?”
Dengan kuku tajam miliknya, (Y/n) mencungkil seuprit daging milik si dokter dan memakannya. Matanya pun membola tak percaya.
Ini enak. Jujur, ini enak. Rasanya seperti daging rendang. (Y/n) tak membual. Dia ingin lagi— tidak, tidak. Tidak boleh. Tapi dia ingin memakannya lebih banyak—
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped | Kimetsu No Yaiba
Fantasy"Tolong bunuh aku, sebelum aku membunuh kalian." Berperan menjadi antagonis? Mengapa tidak? Kibutsuji Muzan, bayangkan kalian terjebak di dalam tubuh iblis keji seperti dia. Berperan persis seperti dia, tanpa boleh melenceng dari alur sesungguhnya...