Straight Forward

419 102 3
                                    

"Aku menyukaimu. Aku ingin kau tetap disini selama yang kau bisa. Aku merasa lebih tenang sejak kau memelukku." Ucap Irene.

"Begitukan yang kau ingin aku untuk katakan?" Tamya Irene

"A-ah.. ne.. lebih baik begitu."Angguk Jeongyeon ragu ragu sebelum akhirnya kembali untuk memasak.

Irene hanya terdiam sambil memperhatikan figur Jeongyeon dari samping. Wajah telaten Jeongyeon saat fokus memasak, begitu menarik perhatiannya. Baru kali ini Irene merasa ingin berlama lama melihat wajah seseorang.

"Apakah kau suka pedas?" Tanya Jeongyeon.

"Yeah." Angguk Irene.

"Seberapa level pedasmu?" Tanya Jeongyeon.

"Seberapa pedas pun tidak masalah." Jawab Irene.

"Apakah kau tidak punya masalah dengan makanan pedas?" Tanya Jeongyeon.

"Aku pernah mencoba menenggak saus super pedas karna ku kira seseorang bisa mati kepedasan, tapi ternyata tidak. Aku sering melakukannya untuk menyiksa diriku sendiri, jadi itu tak masalah." Jawab Irene.

Jeongyeon hanya menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ah.. baiklah.. aku akan memasak dengan sedikit pedas saja." Ucap Jeongyeon sambil kembali memasak.

"Seberapa jauh tingkat kerisihanmu kepada orang sepertiku? Cepat atau lambat kau akan pergi seperti orang orang lain yang pura pura peduli padaku, bukan?" Pikir Irene.

"Sudah jadi." Ucap jeongyeon sambil membawa makanan itu ke meja makan.

"Terlihat enak." Gumam Irene.

"Rasanya akan lebih enak dari kelihatannya, makanlah." Jeongyeon memberikan sumpit dan sendok pada Irene.

"Bagaimana?" Tanya jeongyeon begitu Irene melahap suapan pertamanya.

"I-ini enak." Mata Irene terlihat berbinar binar.

"Benarkah? syukurlah kau menyukainya, habiskanlah." Jeongyeon pun juga mulai menyantap makanannya.

Mereka pun menyantap makanan mereka hingga habis. Hari itu, setelah sekian lama, Irene akhirnya sangat sangat menikmati makanan yang ia makan. Saat itu, Irene benar benar makan dengan sangat lahap karena masakan Jeongyeon.

"Biar aku yang cuci piring." Irene pun mengambil alih piring kotor dan membawanya ke tempat cuci piring.

"Baiklah." Jeongyeon pun mengikuti Irene dari belakang.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Irene saat melihat Jeongyeon berdiri dan bersandar di tembok tepat di sebelah Irene.

"Ani, aku hanya ingin menemanimu" Jawab Jeongyeon sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.

"Apakah kau suka berlibur?" Tanya Jeongyeon.

"Apakah aku terlihat seperti orang yang mempunyai uang untuk liburan?" Irene balik bertanya.

"Mari liburan bersamaku bila ada kesempatan." Ajak Jeongyeon.

"Kau benar benar membingungkan Jeongyeon." Ucap Irene sambil mengeringkan tangannya lalu memutar badannya menghadap Jeongyeon.

"Mengapa?" Tanya Jeongyeon.

"Kita baru saling bertemu tadi pagi dan kau sudah membuat aku terngiang ngiang akan kata kata indahmu, kau membuat aku nyaman berada di sisimu, kau membuatku ingin selalu berada di pelukanmu, kau membuat aku yang tidak pernah bisa tertidur atau mengantuk ketiduran di sisimu, kau membuat aku makan dengan sangat banyak, kau merapihkan seluruh rumahku yang sangat berantakan. Kau.. huft.. aku hampir bunuh diri, bukannya menghakimi perbuatanku, kau malah memperlakukanku dengan sangat baik. Sebenarnya kau ini apa? Kau bahkan selalu tersenyum dengan sangat lebar dan selalu menatapku dengan sangat tulus." Irene pun merasa sedikit frustasi namun Jeongyeon yang mendengarnya hanya terkekeh.

"Dan sekarang kau malah tertawa" Kesal Irene.

"Maafkan aku." Jeongyeon pun berhenti terkekeh.

"Terima kasih atas ungkapanmu, akhirnya aku dapat mengerti dengan jelas apa yang kau maksud." Lanjut jeongyeon.

Perlahan Jeongyeon meraih kedua tangan Irene dan mengelus pelan kedua bekas jahitan di pergelangan tangannya. Irene pun ikut melihat ke arah tangan mereka.

"Aku tidak suka melihat ini, Irene-ah" Ucap jeongyeon.

"Aku tak suka melihat orang lain menyakiti dirinya sendiri apalagi mencoba mengakhiri hidup sendiri." Jeongyeon menatap luka luka lain di tangan Irene.

"Aku tidak suka, tapi aku tidak tau apa yang orang lain pikirkan saat melakukan ini. Aku yang merasa dapat selalu tersenyum dalam keadaan apapun tentu saja tidak akan mudah untuk mengetahui isi hati dan pikiran orang lain. Bila aku bertanya, aku malah takut akan menyakiti hati orang itu, jadi aku lebih memilih untuk ikut merasakan hal yang orang lain rasakan. Semua yang aku lakukan padamu, adalah segala hal yang aku lakukan bila bebanku mulai terasa berat." Tangan Jeongyeon beralih menggenggam erat jari jari Irene.

"Dipeluk, diberi kata kata penyemangat, istirahat, ditemani teman atau orang terdekat, makan makanan lezat, adalah hal hal yang biasa aku dapatkan dan aku lakukan bila aku merasa sedang tidak baik. Lalu setelah mendapatkan itu semua, aku akan baik pada saatnya."

"Tapi yang tidak ku ketahui adalah apakah kau akan pulih seperti aku? Kalaupun bisa, seberapa lama? Seberapa berat bebanmu yang bisa aku bantu ringankan?"

"Pertanyaan pertanyaan itu tak bisa ku jawab. Aku tak tau jawabannya. Tapi yang jelas, aku akan selalu melakukan semua itu untukmu sampai bebanmu terasa ringan. Aku akan tetap memapahmu sampai kau kuat lagi untuk berjalan sendiri. Aku akan selalu mencoba membuatmu kembali tersenyum sampai kau dapat menemukan kebahagiaanmu sendiri. Aku akan selalu disisimu, sampai kapannya aku tak tau. Aku hanya akan selalu melakukannya untukmu." Irene mulai meneteskan air mata tanpa sadar, hatinya luluh seluluhnya. Jeongyeon, gadis asing yang tadi pagi menyelamatkan nyawanya, baru saja membuatnya tak ingin kehilangan gadis itu baik sedetik pun.

"G-gadis ini berbeda dari orang lain." Pikir Irene.

*Grep

Irene langsung memeluk Jeongyeon dengan erat.

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang