Gadis cantik itu tersenyum, ada luka dibalik senyum itu. Hujan yang mengguyur tubuhnya tak lagi dipedulikan oleh gadis itu. Tidak ada yang tau jika ia sedang menangis, karna hujan menyembunyikan air mata itu.
Derava Nagastry S merupakan gadis yang dipaksa dewasa sebelum waktunya. Gadis yang dipaksa menerima keadaan yang sulit untuk ia terima.
Setelah beberapa bulan yang lalu ia ditinggalkan oleh sang Abang yang sangat menyayangi nya, sekarang ia harus menerima kenyataan yang tak pernah ia fikirkan sebelumnya. Penceraian.
Gadis umur 17 tahun itu, tidak tau harus melakukan apa. Ketika ia disuruh untuk memilih antara ayah atau bunda, ia memilih untuk pergi dari rumah.Langit malam seakan ikut merasakan kesedihan gadis itu, langit ikut menangis merasakan apa yang dirasa oleh gadis cantik itu.
"Lo kuat Va. Lo harus kuat" kalimat itu beberapa kali ia lontarkan untuk menguatkan dirinya sendiri. Jalanan itu sepi semenjak ia berada dibawah hujan tersebut.
Kadang, ia marah dan menyalahkan Tuhannya. Apakah tidak cukup luka karna kehilangan sang Abang ?,
Tidak cukup puaskah Tuhan menyakitinya, sehingga membiarkan kedua orang tuanya memilih untuk bercerai ?.Gadis itu lelah..
Gadis itu lelah untuk sekedar kembali menangis. Sampai akhirnya ia tak mampu lagi untuk sekedar meminta Tuhan untuk memberinya bahagia.Hujan, jalanan yang sepi, langit gelap, dan suara petir yang menjadi saksi kesedihan gadis itu. Sampai akhirnya, semuanya menggelap seiring suara mobil yang semakin mendekat.
©©©©©
Gadis itu perlahan membuka matanya yang sangat sulit untuk terbuka sepenuhnya. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Ingatan tentang ayah dan bunda nya mampu ia ingat kembali.
Gadis itu memandang sekelilingnya. Kamar. Iya, dia berada disebuah kamar yang didominasi dengan warna silver.
" Udah bangun ?" Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan gadis itu. Seorang lelaki paruh baya yang mengenakan jas dokter, menghampiri gadis itu dan duduk dikursi yang ada disebelah ranjang gadis itu. Ia menyodorkan segelas air hangat kepada gadis itu.
"Anda siapa? " Tanya gadis itu pelan.
"Saya Dokter Arifan.. kamu panggil saya om saja." Ujar lelaki paruh baya tersebut sambil memberi senyum yang menenangkan.
"Kenapa saya bisa ada disini om ?, Dan ini ruangan apa? " Tanya Ava, gadis tersebut.
"Kemarin waktu saya kembali dari rumah sakit, saya melihat kamu pingsan dijalanan. Jadi saya rasa, saya harus membantu kamu" ujar dokter Arifan masih tersenyum.
" Saya gak tau apa-apa tentang kamu. Niat saya baik kok, saya cuma ingin membantu kamu. Ini rumah saya dan ini adalah kamar almarhum anak gadis saya dulu. Sekarang saya tinggal berdua dengan anak lelaki saya yang menempuh pendidikan perkuliahan. Dia juga udah liat kamu semalam kok. Tapi, pagi tadi dia berangkat kekampus." Ujar dokter Arifan menjelaskan.
Ava bingung harus membalas apa.
"Kamu jangan takut. Niat saya cuma mau menolong. Nama kamu siapa? " Tanya dokter Arifan.
"Panggil Ava aja om" balas Ava. Ia meminum air hangat yang disodorkan oleh dokter Arifan tadi.
"Saya boleh keluar? Saya gak betah dikamar terus om " ujar Ava pelan.
Arifan mengangguk.Mereka keluar dari kamar itu. Rumah tersebut lumayan luas untuk dihuni oleh dua orang.
" Anak om pulang jam berapaan? " Tanya Ava
Arifan memandang jam yang terletak didinding, 16.33. ternyata waktu pingsan Ava lumayan lama.
"Ia mungkin pulang sebentar lagi." Ujar Arifan. Ava hendak menjawab tapi terhenti ketika sebuah suara datang dari pintu.
"Selamat sore ayah" ujar seorang lelaki yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna silver.
" Eh udah bangun Lo? " Ujar lelaki itu ketika mendapati gadis yang ditemui ayahnya semalam sedang berbicara dengan sang ayah diruang tamu.
Ava bingung harus menjawab apa. Ia hanya mengangguk pelan." Gue Axelsen. Panggil Axel aja klo Lo nyaman." Ujar lelaki itu sambil sedikit mengulas senyum.
"Eh i- iya bang. Gue Ava" balas Ava, agak gugup.
" Bang, mending bersih-bersih dulu deh. Ntar ajak dia keliling kompleks." Ujar Arifan kepada Axell.
"Ayah mau kerumah sakit, soalnya ada pasien mendadak" lanjut Arifan dan meraih kunci mobil yang berada disaku celananya.
"Va, kalo butuh apa-apa bilangin Sama Axell aja ya... Jangan sungkan." Ujar Arifan dan Ava mengangguk. Dan Arifan pun berlalu dari sana.
" Ntar, gue bersihin badan dulu." Ujar Axell dan langsung kekamarnya dilantai dua tanpa menunggu persetujuan Ava.
Kurang lebih 30 menit menunggu, akhirnya Axell keluar dengan pakaian yang lebih santai. Kaos polos warna silver dipadukan dengan jaketnya yang juga berwarna silver sangat cocok ditubuhnya yang gagah itu.
" Ayo!" Ujar Axell sembari keluar dari rumah tersebut, Ava hanya mengikuti kemana pria itu pergi.
Mereka memilih jalan kaki saja untuk berkeliling sekitar kompleks sembari bercerita, bertukar kisah kehidupan. Ava menceritakan kehidupannya sampai ia berakhir dirumah lelaki tersebut.
"Denger kisah Lo gitu, gue jadi keinget sama masa-masa tersulit yang pernah gue lalui sebelumya" ujar Axell sembari tersenyum dan memandang langit orange yang sebentar lagi akan menggelap.
Ava diam, berniat menjadi pendengar saja."Waktu itu, gue baru umur 16 tahun. Dimana anak-anak lain bahagia dengan keluarganya yang utuh. Tapi gue dipaksa untuk tidak terlalu santai menjalani kehidupan ini." Lelaki itu mengembuskan napas pelan.
"Dimana, gue ngerasa Tuhan beneran jahat dan gak peduli sama gue. Tuhan rebut sekaligus dua orang yang paling gue sayang. Dua orang yang paling berharga selain Ayah. Bunda sama adik gue yang saat itu umur 14 tahun, ngalamin kecelakaan waktu bunda jemput adik gue dari les piano." Axell berhenti sejenak. Ia memandang Ava yang setia mendengarkan
"Disitu gue ngerasa gak berguna banget. Gue nyalahin diri gue. Gue nyalahin ayah. Gue bahkan nyalahin Tuhan yang gak salah apa-apa .
Gue nyalahin semua orang disekitar gue. Sampai akhirnya gue benar-benar lelah sama hidup gue. Satu bulan setelah kecelakaan itu, gue keluar kamar dan pergi kerooftop rumah sakit tempat ayah kerja. Gue milih ngakhirin segalanya. Gue pengen nyusul bunda sama adik gue." Axell berhenti lagi. Ia menutup kedua matanya dan kembali menatap Ava."Tapi Tuhan berkata lain. Tuhan gak mau hidup gue selesai gitu aja. Tuhan ngigetin gue, kalo gue masih punya sosok yang perlu gue jaga. Ayah. Gue punya ayah yang masih butuh adanya gue. Waktu itu, ayah datang ke tempat itu dengan nafas yang tidak beraturan. Ayah tersenyum lembut waktu itu. Ia mendekap erat tubuh gue. Disitu gue sadar gue masih punya alasan untuk tetap ada di dunia ini. " Ujar Axell sambil tersenyum.
" Gue gak tau pasti masalah Lo apa. Tapi Lo bisa nganggap gue Abang Lo sekaligus sebagai sahabat tempat Lo berbagi cerita, kalo Lo mau. Dan ayah bakal bersedia bantuin elo. " Ujar Axell. Ucapan itu membuat Ava tersenyum.
" Gue gak tau harus mau bilang apa bang. Gue...bersyukur banget bisa ketemu orang sebaik bang Axell sama om Arifan. Gue ngerasa bersalah karena pernah nyalahin Tuhan yang gak pernah adil sama gue. Intinya gue mau semangat lagi buat jalanin hidup gue " ujar Ava sambil tersenyum.
Dibalik setiap luka yang tuhan titipkan, ada bahagia yang tuhan sediakan.
Jan lupa vote dan coment
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen||Kata
Short StoryTerinspirasi dari lagu . Awalnya cuma suka dengerin lagu aja. eh tiba-tiba kepikiran buat nulis, ubah lagunya dalam versi cerpen. jadi ya ... buat aja dulu dah.. jan lupa vote and coment ya mantenan.... love you all 😍😘