CHAPTER 4

705 83 14
                                    

Malam ini Semesta menghepaskan tubuhnya diranjang king sizenya, setelah lelah menjalani siang yang begitu panjang menurut laki-laki berambut coklat gelap itu. lalu memejamkan mata untuk menikmati rasa kebas diwajahnya.

Setelah itu ia bangkit dan mengambil bethadine dkk, Yang diberikan angkasa tadi pagi, guna memberikan pertolongan pertama pada memar yang diberikan alex.

Saat sedang memberikan pertolongan pertama pada wajah memarnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dengan kencang.

Brak brak brak brak juga

"Semesta! Buka!"ucap seorang dari balik pintu yang ia yakini adalah Galaksi.

Semesta panik, wajah lebamnya Masih sangat kentara.
Tetapi, mau tak mau Semesta membuka pintu kamarnya.
Saat pintu dibuka, lagi lagi wajah Galaksi dan rahang mengerasnyalah yang terpampang di hadapan Semesta, dia langsung menundukkan wajahnya, tak kuasa melihat wajah kakak laki-lakinya yang sedang tersulut emosi karenanya.

Diraih dagu Semesta dengan kasar, agar semesta menatap wajahnya.
"Ngaku Lo! Berantem kan Lo?!"tanya Galaksi dengan nada suara yang tinggi.

Semesta diam

"Jawab anjing, Lo berantem?"desak Galaksi.

"Engga bang, aku ga berantem"jawab Semesta dengan suara yang bergetar.

Galaksi menghempaskan wajah adiknya dengan kasar, sampai sang adik tersungkur dilantai.

"Kalo gak berantem muka Lo kenapa Bonyok begitu?"tanya Galaksi sinis.

"Engga bang sumpah, aku gak berantem ini mereka duluan yang nyerang aku."Galaksi menanggapi sanggahan adiknya dengan senyum miring.

"Lemah Lo!lagian mereka gak akan nyerang Lo kalo Lo gak macem-macem kemereka!"

Salah, lagi-lagi dirinya lah yang salah. semesta menundukkan kepalanya, dia bingung bahkan dirinya sedang membicarakan hal fakta pun tetap salah Dimata Abang kesayangan nya ini.
Semesta bangun denag susah payah, dia merasa nyeri dikakinya, karena terbentur lantai begitu keras tadi, saat Galaksi menggemaskannya.

"Abang, aku gak buat salah apa-apa, tiba-tiba mereka nyerang aku, aku juga bingung ada salah apa aku sama mereka"ucap Semesta parau.

Lagi-lagi Galaksi menarik sudut kiri bibirnya, sembari memandang remeh adiknya.

"Lo pikir gue bakal percaya gitu aja?"tanya Galaksi dengan rahang yang semakin mengeras"Lo mau ngaku, atau mau gua tambah lagi tu biru-biru dimuka melas Lo?"lanjut Galaksi.

Semesta mengusap wajahnya frustasi, apa yang harus dia akui lagi?

"Ka aku berani sumpah demi tuhan, aku gak berantem, aku gak ngusik mereka yang udah nyerang aku tiba-tiba."air mata Semesta tak kuasa berdiam dipelupuk matanya, dan memilih keluar.

"Gausah bawa-bawa nama tuhan, Lo harusnya malu. Lo udah bunuh bunda!"

"Bukkk!"

Galaksi benar-benar menambahkan biru-biru yang ada di wajah Semesta, seperti apa yang tadi dia ucapkan.

"Ashhhhh"ringis Semesta.

"Bukkk!"

Bogem mentah Galaksi berhasil membuat wajah Semesta semakin nyeri dan membiru.

"Abang, sakit banget hiks..."Semesta tersengut-sengut.

Mendengar ada keributan dari arah kamar Semesta. Langit, Bumi, Bintang, Awan dan Angkasa tergesa-gesa menuju kamar saudaranya itu, mereka tau betul siapa manusia yang membuat Semesta menangis malam-malam begini.

Melihat adiknya yang sedang kesakitan, Langit sebagai kakak yang baik dan sulung yang bijak melerai keduanya.

"Galaksi!"bentak Langit.

"Lo gila? Lo bisa bunuh Semesta, kemaren Lo udah mukulin dia, gua tau lu kesel sama Semesta, gua juga gal, tapi Lo harus tahan emosi Lo! Biar gimana pun Semesta tetep adek Lo gal, kalo Lo lupa!"Langit menarik Galaksi untuk keluar dari kamar Semesta.

"Udah, yang lain masuk kamarnya masing-masing"titah Langit dengan lantang, dan langsung diamini oleh adik-adiknya kecuali Angkasa.

Angkasa Masih berdiri tegak didepan pintu kamar Semesta, melihat kakak laki-laki sedang kesulitan bernafas, Angkasa menatap Semesta iba, akhirnya dia masuk dan mengusap lembut dada Semesta.

"Abang..."

"Am-bil...inh-haler...tol-hlonghhhh"ucap Semesta tersengal-sengal, sembari menunjuk tas yang ada dimeja beljarnya.

Angkasa langsung bergerak dengan cepat mengambil barang yang Semesta sebut tadi, Angkasa sempat kesulitan mencari inhaler yang Semesta maksud, dan gotcha. Angkasa menemukannya, Semesta menempatkan inhaler tersebut dikotak pensilnya.

Angkasa langsung memberikan benda tersebut kepada Semesta, setelah itu dia melanjutkan aktivitasnya mengusap-usap dada Semesta.

Angkasa sangat khawatir dengan abangnya ini, tapi Angkasa masih sedikit kesal dengan Semesta karena telah membunuh bundanya.

Setelah nafas Semesta normal kembali, Semesta menyandarkan punggungnya kepada dinding.

"Makasih sa"ucap Semesta berterima kasih dengan suara yang sangat pelan.

Angkasa mengagguk"obat yang pagi tadi asa kasih Masi ada?"tanya angkasa sedikit ragu, Angkasa Masih sedikit canggung untuk bersikap baik kepada abangnya ini.

Semesta mengagguk.

"Mana sini asa bantu obatin lukanya"

Semesta menggelengkan kepalanya"gausah sa, nanti kamu dimarahin, lagian Abang gak apa-apa kok"

Angkasa memutar bola matanya malas"kalo gak apa-apa Abang gak akan nagis sampe bengek begitu, gausah sok kuat, dan inget asa gak khawatir sama sekali sama Abang, asa cuma kasian aja"omel Angkasa, dia menatap Semesta dengan mata yang tajam.

Semesta tersenyum tipis, Angkasa tidak akan pernah bisa menipu Semesta dengan hanya omelannya yang sinis, dan mata kecilnya yang ditajam-tajamkan.

"Dilaci meja belajar sa"ucap Semesta final.

Hai!

Udah lama ga up wqwq maap soalnya mager wqq, puyeng juga!
Maap ya kalo masih ada penempatan kata, atau titik, koma yang masih berantakan
Maaf juga kalo gak seru dan gak ngefeel.

 S E M E S T A ( H I A T U S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang