01

6 2 1
                                    

Seusai melepas sepatu skatingnya, Jeka terheran mengapa Karina yang duduk di sebelahnya begitu terlihat tergesa berdiri dan merapikan barang bawaannya. Jeka melihat raut wajah Karina yang tidak biasa.

"Na," panggil Jeka.

Karina, yang namanya disebut bergeming, tidak mau merespon Jeka. Ia justru sibuk memasukkan barangnya ke dalam tas sport selempang hitam –hadiah pemberian Jeka saat usianya menginjak 16 tahun, tahun lalu.

Saat sudah beres, Karina hendak melangkahkan kakinya meninggalkan Jeka tanpa permisi. Namun, Karina bisa merasakan tangan kanannya ditahan. Tentu saja oleh Jeka.

Wajah Jeka terlihat putus asa, "Na," lirihnya.

Karina menangkap ada yang tidak beres dari tatapan mata Jeka.

"Na.. Karina..." panggil Jeka lagi seraya mendongakkan kepalanya, melihat Karina yang sudah berdiri. Tangannya masih menggenggam tangan Karina.

Karina lemah. Karina tidak bisa melihat Jeka dengan raut sedih seperti itu. Karena Karina jarang sekali melihatnya, kecuali saat Jeka merasa tidak percaya diri sesaat sebelum turnamen kejuaraan. Biarpun Jeka memang tipe orang yang terkadang cuek dan terlihat dingin, Jeka saat bersama orang terdekatnya adalah orang yang paling ceria. Jeka selalu tulus dan rela melakukan apapun untuk orang tersayangnya. Karina pun banyak belajar dari Jeka karena sifatnya itu.

"Hmm," Karina hanya menjawab dengan dehaman. Masih kesal dengan Jeka.

Sebenarnya alasan Karina kesal adalah Jeka ini selalu seenaknya terhadap dirinya. Jeka tidak memikirkan bagaimana efek senyum dan tawanya itu untuk hati Karina. Dan Karina sangat menghindari ditatap lekat sedekat itu oleh Jeka.

Karina harus menjaga hatinya dari pesona Jeka. Karina hanya tidak ingin kehilangan sahabat yang seperti Jeka. Jeka mempunyai tempat sendiri di hidup Karina sebagai orang paling penting setelah keluarganya.

Karina tidak mau menjatuhkan hatinya pada seorang Jeka. Meski Karina hampir melakukannya dua tahun lalu.

"Karina kenapa? Masih kesel sama Jeka gara-gara bilang kepo tadi?"

Karina hampir tersenyum lebar mendengarnya kalau saja ia tidak ingat sedang kesal dengan atlet figure skate satu ini.

Terkadang Karina terlalu bingung, bagaimana bisa otak Jeka sangat lamban untuk memproses suatu keadaan.

Karina memegang balik tangan Jeka. Ia mengatur nafasnya agar tidak emosi dan duduk bersampingan dengan Jeka. Tersenyum kecil dan menatap Jeka. Hanya seperti itu, tanpa mengeluarkan suara.

Jeka bingung. Menatap Karina dengan aneh. Tetapi Jeka suka. Bukankah Jeka memang sedang membutuhkan ini?

"Je.."

"Apa?"

"Rasanya kayak gimana ditatap gini?"

"Seneng." jawab Jeka polos namun sangat lugas. Saking lugasnya, Karina hampir kesal lagi.

Tahan Rin, sabar. Karina berusaha menenangkan dirinya.

Tapi sebenarnya Jeka tidak ada salahnya juga. Karina juga senang ditatap Jeka seperti tadi di arena. Namun, Jeka dan Karina beda. Jeka penuh pesona. Sedangkan Karina?

Karina menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pemikirannya. Karina cantik kok. Hanya saja cantik yang standar. Kalau Jeka, Jeka ganteng, tapi gantengnya Jeka bikin hati bergetar.

"Je, bisa nggak pinter sedikit baca situasi?"

Situasi hati aku yang nggak mau jatuh ke kamu, Je.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Him & the DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang