[2] Diam - Diam

66 5 0
                                        

Hari sudah sore sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari sudah sore sekali. Langit sudah jingga di ujung tempat matahari tenggelam. Tapi langit masih cukup biru di beberapa tempat. Tidak ada keinginan untuk pulang, Acha dan Fifi masih duduk di bangku taman yang panjang. Menghabiskan satu cup kecil es krim rasa kesukaan mereka dengan seragam sekolah mereka tentunya.

"Menurut lo mereka tadi curiga, nggak?" tanya Acha. Menyendok sedikit es krim coklatnya.

Fifi melirik sebentar. "Curiga soal apa?"

"Ya tadi, pas kita lewat di depan Si Tio sama si Wahyu. Menurut lo mereka curiga nggak?" katanya. "Sekolah udah sepi, tapi kita berdua malah masih ada di sekolah. Trus pulangnya pas banget sama mereka pulang juga. Mereka curiga nggak sih?"

"Mungkin?" balas Fifi. Es krim vanila miliknya dia aduk-aduk sedikit. Dia menaikan kedua bahunya. "Lagian mereka bakalan maklumin kali. Dan, gue mikirnya mereka nggak sepeduli itu,"

Acha menyudahi makan es krim miliknya. Menyenderkan tubuhnya. Menghela napas kasar. "Gue takutnya aja sih. Mereka hindarin kita berdua karena kita begini,"

Gadis di sebelahnya menoleh, memasang wajah tidak pahamnya. "Kita begini maksud lo?"

"Ya, lo tahu! Kita udah kaya stalker!" ucap Acha membuat tanda kutip dengan kedua jari telunjuk dan telngahnya. Mengangap kata itu adalah hal buruk yang perlu di istimewakan. "Malah mungkin kita udah persis kaya stalker. Dan mereka nggak suka itu. Mereka ilfil ke kita. Jadi, menghindari kita berdua,"

Fifi berdecak. Dia jadi ikutan menyudahi makan es krim miliknya. Dia letakan di atas bangku tidak jauh dari dirinya. "Trus kita harus gimana, Cha? Ikutin kata lo? Bilang ke mereka kita suka. Nembak mereka di depan orang-orang kaya di cerita-cerita?"

"Ya!" sela Acha dengan antusias. "Kalau perlu kaya gitu!"

"Nggak bisa!" jawab Fifi nya lesu.

"Kenapa?"

Fifi diam sebentar. Melamun memikirkan sesuatu di kepalanya. Wajahnya terlihat sedih. Tapi Acha tidak tahu karena apa. Dia baru melihat wajah itu sekarang selama ini. Gadis ini tidak akan pernah menunjukan wajah sedih jika menyangkut nama Wahyu. Jadi, apa ada hal yang dia tidak tahu? "Kenapa, Fi?" tanyanya lagi.

Gadis itu mendongak, mengeleng kemudian. "Nggak! Cuma gue tahu dia nggak bakalan nerima gue," lirihnya. "Lupain deh si Wahyu yang menghindari gue gara-gara ilfil. Dia tetep nggak bakalan nerima gue kalau tahu gue gimana. Gue aja merasa nggak pantes buat dia,"

"Gue nggak paham sama sekali," Bukannya menjawab. Fifi lebih memilih meraih es krimnya di sana. Melanjutkan menghabiskan es krimnya itu. Diam, tanpa kata. "Apaan, Fi! Ih, kok ngegantung gitu! Yang jelas dong kalau cerita!"

"Lupain aja, deh!" katanya cepat-cepat. "Nggak penting, kok! Serius, deh!"

Acha berdecak kesal. Dia ikut meraih es krimnya. Sembari menebak-nebak ada apa sebenarnya? Hal apa yang gadis di sebelahnya ini sembunyikan?

CHOCOLET (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang