"Be-begini... Ke-kenapa kalian tiba-tiba... Ingin b-berteman dengan saya?" Pertanyaan itu berhasil mengejutkan teman-temannya dan membuat mereka terpaku bisu.
April telah mengumpulkan segenap tekat untuk menanyakan hal itu. Ia ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa mereka memang bermaksud baik.
Mendapati tidak ada jawaban, kini April semakin gugup. "Emm... Sa-saya tidak b-bermaksud apa-apa... Ha-"
"Ah, benar. Kamu pasti akan berpikir begitu. Ya... Kami sering melihatmu sendirian di kelas dan kami juga ingin mencoba berbaur dengan anak sepertimu. Lalu... kami meminta Deva untuk mengajakmu waktu itu." ucap Fery yang dengan santai berusaha meyakinkan jawaban yang ia buat.
"I-iya benar, dia yang pertama mengajakmu bicara waktu itu kan hehe." imbuh Erik dengan senyum kecut.
April mendengar jawaban mereka seperti seorang murid yang diberikan penjelasan oleh gurunya. Sembari kembali mengingat kejadian yang dimaksud Erik itu.
"Kenapa kau bertanya seperti itu!?" jujur saja ini adalah kedua kalinya Aon membuka suaranya selama beberapa hari berkumpul dengan April.
Kini April semakin gugup, ia binggung apa yang harus ia jawab. "Eh? Em... I-itu... Bu-bukan apa-apa. Ha-hanya... Hanya saja ini pertama kalinya sa-saya mendapatkan teman d-di sekolah ini. Sa-saya berpikir ke-kenapa... Kenapa kalian ma-mau berteman dengan saya. Pa-padahal... Kebanyakan dari mereka mu-mungkin be-berbeda dari kalian." gadis itu meratapi nasibnya.
Ucapan April kembali membuat teman-temannya itu membeku. Perlahan Deva selaku dalang dari semua ini meremas kain celananya kuat-kuat dan membuang napas panjang. "Kalau begitu jangan pedulikan mereka. Kau sekarang tidak sendiri lagi kan. Lagipula kami dengan senang hati menerimamu." tegasnya meyakinkan.
"Kami juga senang berteman denganmu. Bagiku... Kau adalah penyelamat tugas-tugasku." ucap Erik seolah-olah memujinya.
Pipi April memerah akibat ucapan Erik barusan. "Be-begitukah? syukurlah... Sa-saya lega. Te-terima kasih su-sudah menerima saya. Sa-saya akan tetap me-menjadi teman d-dan me-membantu kalian!" ucapan teman-temannya itu cukup meyakinkan hati polosnya. Ia tak segan-segan untuk memberikan senyum selebar mungkin.
Ketiga temannya itu juga membalasnya dengan senyuman klas mereka. Berbeda dengan Aon yang sedari tadi hanya memasang muka datar dengan tatapan tajam sembari memperhatikan obrolan itu.
April menyadari bagaimana tingkah laku Aon yang cukup berbeda dari teman-temannya itu. Gadis itu sesekali menatapnya dengan muka sayu. Sebenarnya ia ingin menanyakan tentang apa masalah yang menimpa Aon seperti kata Brill kemarin. Namun mendapati Aon yang seperti itu ia merasa tidak memiliki keberanian untuk membahasnya.
Jika seperti ini April menjadi semakin bersemangat untuk pergi sekolah dan menemui teman-teman itu. Saking senangnya ia berencana akan membawa banyak bekal untuk dimakan bersama ke empat temannya saat istirahat besok.
👂
Tak terasa hari sudah berganti menjadi Sabtu. Bagi siswa lain mungkin ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Namun berbeda dengan April. Gadis itu tidak menyukai hari libur karena ia akan merasa kesepian dan bosan dirumah.
Mau tak mau ia harus rela ditinggal ibunya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang dosen dan juga ayahnya yang cukup sibuk menjabat sebagai kepala dinas kepolisian. Ia terkadang iri dengan adik laki-lakinya karena dia saat-saat seperti ini Zidan pasti sudah asyik bermain dengan temannya. Ditambah lagi Pak Sarim yang biasa ia ajak ngobrol hari ini tidak datang karena sakit. Andai saja jika April memiliki teman perempuan, mungkin saat ini ia akan mengajaknya bermain dirumahnya.
Terkadang April ingin sesekali mengunjungi rumah mewah teman-temannya itu, melihatpun juga tak apa. Pernah sesekali mereka memamerkan kekayaannya. Rumah mereka cukup besar, terutama Aon. Dengar-dengar garasinya penuh dengan mobil. Sayangnya mereka tidak pernah menawarkan April untuk mengunjungi rumah mewahnya itu. Merasa tidak mungkin pula seorang gadis bertamu di rumah laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO WORD'S
Teen FictionGadis yang terlahir dengan beberapa kekurangan yang menonjol. Namun, hal itu malah menjadi peluang bagi sekelompok geng dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Hidupnya harus bertemu dengan laki-laki brengsek pengincar gadis-gadis liar. Namun hal it...