THREE

15 4 0
                                    

Setiap pulang sekolah April tidak pernah absen untuk memasang senyum hangatnya itu. April lebih suka pulang dengan jalan kaki meskipun rumahnya agak jauh dari sekolah. Gadis itu dengan senang hati  membiarkan hembusan angin menerpa tubuhnya.

Terkadang di sepanjang perjalanan ia juga berlatih bicara dengan suara pelan karena khawatir jika ada orang lain yang mendengarnya.

Tak jarang juga April mengunjungi sekolah lamanya untuk saling bertegur sapa dan menceritakan perubahan hidupnya pada teman-temannya itu.

Sesampainya di rumah ia menyapa Pak Sarim yang tengah sibuk menjabuti rumput di halaman rumahnya.

"Se-selamat sore... P-Pak Sarim!" sapanya.

"Eh? Sore April, wah sudah pulang yah." sahut Pak Sarim tak kalah lembut.

"I-iya... sa-saya masuk dulu.. ya!" gadis itu meminta izin.

"Ah iya iya, sebaiknya kau beristirahat."

"Te-terima... kasih."

April mengakhiri percakapan itu dan langsung meninggalkan Pria itu. Pak Sarim sudah bekerja dirumahnya kurang lebih selama 6 tahun. Beliau memang sangat baik dan ramah. Bahkan tak segan-segan menjadi teman bicara April dan meladeninya dengan penuh kesabaran.

👂

Saat ini Aon tengah terjebak dengan rumor tentangnya. Rumor itu telah menyebar tidak hanya dikalangan anak sekolahnya. Bahkan anak-anak dari sekolah lain pun juga sudah mendengarnya. Ia mendapati itu setelah kejadiannya dengan Monica beberapa hari lalu. Ada beberapa anak yang sengaja merekam pertengkaran itu dan dengan cepat menyebarkannya.

Mungkin kali ini sudah banyak yang mengetahui bagaimana sifat Aon yang sebenarnya. Hal itu tentu sangat merugikan Aon. Jika seperti ini terus ia tidak akan bisa mendapatkan hati para gadis-gadis liar di luar sana. Bahkan ada beberapa simpanannya itu yang juga memilih untuk mengakhiri hubungannya dan memblokirnya nomornya.

"Keparat!!!" batinnya.

Teman-temannya pun berusaha semaksimal mungkin menenangkan Aon yang kini pikirannya itu semakin kacau.

"Oi Aon, kupikir sepertinya aku bisa membantumu menghilangkan rumor itu." kini Deva sudah tidak tahan melihat temannya yang rapuh itu.

"Memangnya kau bisa apa?" Aon sedikit ragu dengan apa yang barusan dikatakan Deva.

Dave menunjukkan senyum tipisnya itu "Akan kuberi tahu jika kau mau."

Deva membuat ketiga temannya itu kebingungan dan dibanjiri rasa ingin tahu.

"Katakan! jangan aneh-aneh." Aon mulai geram dengan jawaban singkat itu.

"Hmm... Entahlah, mungkin sedikit aneh."
lagi-lagi dengan nada dingin Deva.

👂

Akhir-akhir ini April menjadi sangat sibuk. Ia terpilih untuk mewakili sekolahnya ikut lomba seni. Ya, Tuhan memang maha adil. Dibalik kekurangannya itu April juga memiliki kelebihan yang menonjol. Gadis itu sangat mahir dalam bidang seni. Bahkan pihak sekolah tak perlu berfikir panjang untuk mempercayai April.

Dengan kemahirannya itu ia menyusun beberapa potongan kertas hingga membentuk wajah Dionysius.

Berkat kerja kerasnya April berhasil mendapat juara tiga umum. Tentu tidak mudah mendapatkan posisi itu karena ia harus berjuang melawan seratus dua puluh tujuh pesaing lainnya. Hal itu membuat April dan para guru bersuka cita. Bahkan sang pemilik karya itupun masih tidak menyangka akan berakhir seperti ini.

Untuk merayakan keberhasilannya bapak kepala sekolah sengaja menyelipkan berita tersebut di tengah event teman angkatannya. April sangat gugup berada di atas panggung dan berdiri di depan ratusan siswa. Gadis itu sedari tadi tidak melepas pandangannya pada sepasang sepatunya itu.

Saat April disuruh untuk menyampaikan pesan dan kesan ia merasa mati rasa. Tangannya yang sedikit gemetar itu perlahan mengambil mic dari tangan kepala sekolah. Ia tidak tahu akan berkata apa kali ini. April hanya bisa terpaku malu. 

Kini wajah teman-temannya sudah mulai murung seolah-olah mengisyaratkan bahwa mereka ingin ini segera berakhir.

Setelah dirasa cukup, April menarik nafas panjang. "T-te-terima kasih... Semuanya... S-saya... Sangat se-senang." hanya itu yang bisa ia katakan kali ini.

Gadis itu kembali menundukkan kepalanya menatap sepasang sepatunya itu. 

Pada akhirnya bapak kepala sekolah memberi penutupan dan membawa April menuju ruang guru. Semua murid yang mendengar hal itu merasa lega hingga ekspresi wajah mereka berubah drastis, sangat ceria.

TWO WORD'S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang