Ch. 11 || Di Balik Tabir

257 67 27
                                    

"Jika kita ingat bahwa kita semua ini gila, misteri akan menghilang dan hidup menjadi jelas." - Mark Twain

.
.
.

"Istri Mahesa sudah meninggal, maksudku istri Rimba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Istri Mahesa sudah meninggal, maksudku istri Rimba."

Malam itu, Arum dibuat kaget setengah mati dengan kenyataan yang baru saja ibunya katakan. Ia kebingungan harus merespon bagaimana setelah bertanya dengan emosi pada sang ibu karena telah menjodohkannya dengan pria beristri.

"Meninggal?" Diamater matanya melebar dan dia kesulitan untuk tidak membuka mulut karena terkejut. "Kenapa Ibu tidak bilang sejak awal?"

Ratna mengedikkan bahu, melirik sekilas pada sang suami yang duduk di sebelahnya. "Ibu pikir Rimba akan memberi tahu sendiri padamu."

Arum hanya dapat menghela napas, kemudian menyandarkan tubuh di sofa. Sementara sang ayah hanya duduk memerhatikan sambil menyeruput segelas kopi.

Sepulang dari apartemen Dewan, ia mampir ke rumah kedua orangtuanya hanya untuk bertanya tentang hal-hal yang menganggu pikiran, kebetulan ibunya sudah kembali dari Bali. Namun, setelah mendengar jawaban sang ibu, ia justru merasa bersalah karena teringat bahwa dirinya sering menyinggung Rimba dengan hal tersebut.

"Kau pikir Ayah akan menjodohkanmu dengan pria beristri?" Ayahnya menyahut sembari menaruh gelas kopinya di meja. "Menjadi istri kedua? Yang benar saja."

Arum menoleh sekilas, cemberut. Mengapa Rimba tidak mengatakan apapun dan membiarkan ia berpikir macam-macam? Itu membuat Arum kepikiran. Bahkan, hingga pagi menjemput dan dirinya berada di coffe shop Lian, semua itu tetap menganggu pikirannya.

"Itu salahmu juga karena tidak bertanya sejak awal." Lian berujar sembari menyiapkan kopi pesanan pelanggan, sementara Arum masih berdiri di hadapan sahabatnya tersebut dengan sedotan yang masih mengantung di bibirnya.

"Saat kau dijodohkan, kau akan bertanya apakah pria itu punya istri?" Arum sangat kesal. Tentu saja dia tidak pernah kepikiran apakah pria yang dijodohkan dengannya beristri atau tidak. Ia saja terkejut saat Rimba mengaku punya istri tanpa penjelasan lebih lanjut. Pria itu malah membiarkannya berpikir macam-macam.

"Aku akan bertanya apakah dia masih perjaka." Mendengar ucapan Lian, Arum mencebikkan bibirnya, kemudian merotasikan mata.

Seperkian detik, seorang pria datang, berdiri di sebelah Arum untuk memesan. Lian mengangkat kepala sembari menyapa ramah seperti biasa. "Selamat pagi. Selamat datang di-" Namun, yang terjadi adalah ucapannya hanya menggantung di bibir.

Menyadari mulut Lian terbuka dan nyaris mengeluarkan air liur, Arum menoleh. Di sana seorang pria tinggi dengan kemeja putih berdiri di sebelahnya. Kulit pria itu kecoklatan, rambutnya hitam legam dan sedikit keriting, tidak klimis seperti pria-pria yang biasa dia lihat. Lelaki asing tersebut mengalihkan pandangan padanya saat sadar sedang ditatap, kemudian tersenyum ramah. Setelahnya, Arum ikut tertegun.

MALAIKAT MAUT DARI NERAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang