2

7 4 0
                                    

"Hei, nona. Bangun. Ini sudah stasiun terakhir," Suara seorang laki-laki beserta sebuah tepukan di bahuku membuatku membuka mata.

Ah, ternyata penumpang lain. Kukira tadi petugas kereta.

"Stasiun terakhir?" Tanyaku sambil bangkit dari tempat dudukku.

"Iya. Memangnya kau harusnya turun dimana?" Laki-laki itu balik bertanya.

"Disini," Jawabku pendek. Selain karena bahasa yang digunakan laki-laki itu menurutku sedikit tidak sopan, aku juga memang malas berbicara jika baru bangun seperti ini.

Begitu keluar dari stasiun, aku langsung mencari kendaraan umum berupa bus. Sudah semakin siang, jadi bus ini mulai padat dengan orang-orang yang akan berangkat kerja.

Kulihat laki-laki yang tadi membangunkanku di kereta ikut naik bus ini. Ia memilih tempat duduk yang agak jauh dariku.

Aku tidak memedulikannya, memilih menikmati pemandangan daerah ini dari jendela.

Tanpa sadar, bus yang kunaiki sudah sampai ke tempat tujuanku. Banyak penumpang yang juga ingin turun disini, termasuk laki-laki tadi.

Setelah turun, aku memilih berjalan kaki menuju sebuah rumah yang akan kutempati kedepannya karena jaraknya tidak begitu jauh jika dilihat dari online maps. Sekalian olahraga pagi, pikirku.

Selama perjalanan, aku merasa ada yang mengikutiku. Dan saat aku menoleh ke belakang, kutemukan laki-laki yang tadi.

Astaga, bagaimana bisa dia terus mengikutiku? Apakah dia penguntit? Aku mulai berpikir yang tidak-tidak.

Aku mempercepat langkahku. Bagus, rumah yang kumaksud sudah terlihat. Aku semakin melajukan kakiku untuk memasuki pagarnya yang kebetulan terbuka.

Aku menoleh lagi ke belakang, dan ternyata laki-laki itu masih mengikutiku, bahkan sampai ikut memasuki pagar rumah ini.

Astaga, sebenarnya apa yang dipikirkannya? Aku saja sudah merasa tidak sopan karena memasuki pekarangan orang tanpa izin, lantas apa yang dilakukannya hingga seperti ini?

Aku mulai berlari untuk mencapai teras rumah ini. Agak menyebalkan karena jaraknya dari pagar ternyata cukup jauh dibanding rumah biasanya.

Begitu sampai, aku menunduk untuk mengatur napas. Ya ampun, berlari dengan membawa koper ternyata memang sulit.

Tiba-tiba, aku merasakan ada seseorang yang menyentuh pundakku.

"Permisi..."

Tidak salah lagi, itu laki-laki yang tadi. Suaranya sama persis dengan yang aku dengar di kereta!

Aku berbalik dan bersiap memasang ancang-ancang untuk memukulnya. "Apa maksudmu mengikutiku sejak tadi??!!" Bentakku.

Ia kaget, jelas. "A-aku tidak bermaksud..." Ia mundur beberapa langkah.

"Wah, Minho sudah pulang. Siapa ini?" Aku mendengar suara seorang wanita berbicara di belakangku dan segera menoleh.

"Iya eomma, aku pulang." Laki-laki yang dipanggil 'Minho' tadi menyalaminya.

"Siapa dia? Pacarmu?" Tanya wanita itu sambil menatapku.

"Bukan, aku bahkan tidak tahu dia siapa. Kami hanya bertemu di kereta dan ternyata ia juga pergi kesini," Jelas Minho.

"Ooh... Begitu," Wanita di depanku menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu aku permisi dulu eomma," Minho pun berjalan ke arah tangga yang terletak di ujung rumah kemudian menaikinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 14, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

First and Last [HIATUS]Where stories live. Discover now