Chapter 3

90 8 0
                                    

"Dijauhkan sejauh mungkin, untuk kemudian didekatkan sedekat doa dan Aamiinn."
~Ust. Agam
________________________

"Unda?"

"Ya, sayang? Kau sudah bangun?" Luci berbalik dan melihat putranya sedang menguap lebar.

Iya segera menghampiri dan membawa Naufal untuk mandi sore. Saat tengah memasangkan baju Naufal kembali bertanya tentang keberadaan Lisya padanya.

"Lisya bagaimana, Unda?" lirih Naufal sendu.

"Dia sedang sibuk sayang, nanti kita akan minta ayah untuk menghubungi Lisya." jelas Luci yang diangguki oleh Naufal.

"Bagus, jangan sedih. Lisya pasti baik-baik saja disana." lanjutnya yang kembali mendapat anggukan dari putranya.

________________________
Di lain tempat...

Seorang gadis kecil tengah duduk bersama kakak perempuannya di sebuah tenda penyelamatan. Ia mengayunkan kaki kecilnya sambil melihat orang-orang yang sibuk keluar masuk ke tenda.

Sewaktu ia datang, terdapat dua orang pria paruh baya yang menghampiri mereka dengan setelan khas seorang dengan posisi atau pekerjaan yang bagus seperti ayahnya. Keduanya langsung membawa ia dan kakaknya menuju lokasi dimana jatuhnya pesawat tersebut.

"Nona muda, apakah Anda merasa lapar?" tanya Jon (pengacara) pada gadis kecil itu. Lisya tau nama Jon Tolleano dari name tag yang tersemat di bajunya.

"Tidak paman, Lica hanya haus." jawab Lisya tersenyum manis.

Jon mengangguk dan ikut tersenyum. Ia mengelus puncak kepala Lisya dengan sayang.

"Tunggu disini sebentar, aku akan mencarikan makanan untuk kalian." sahut sang sekretaris yang bernama Piandra Rams atau dipanggil Pian.

Setelah Pian pergi, Jon membawa Lisya bermain yang disambut dengan senang oleh gadis itu. Namun sebelum itu paman pengacara meminta seorang petugas yang sedang duduk untuk mengambil sesuatu dari dalam mobilnya.

"Pak, bisakah Anda membantuku sebentar?" sapanya sopan.

"Ya, tentu saja, Tuan. Apa yang Anda butuhkan?"

Paman Jon mengeluarkan sebuah kunci dari saku celananya dan menyuruh petugas itu untuk segera pergi ke mobil yang ia tunjuk. Petugas itu mengangguk paham dan pergi sesegera mungkin.

"Terima kasih, sudah membantuku." ucap paman Jon yang diangguki oleh petugas tersebut.

Mereka bermain batu gunting kertas dan siapa yang menang akan mendapatkan sebuah permen coklat. Segala pikiran Lisya segera teralihkan dan membuat paman Jon mulai sedikit lega. Dalam permainan itu Lisya memenangkan 3 kali dan paman Jon juga menang sebanyak 3 kali. Dalam putaran terakhir, Lisya yang tampak serius membuat seseorang yang juga berada disana tersenyum sedih.

"Ah, sudahlah paman menyerah. Nona cantik ini sangat cerdik." seru paman Jon sambil memijat keningnya.

Lisya tertawa senang sambil bertepuk tangan. Kemenangan ini nanti akan ia ceritakan pada orang tuanya jika mereka sudah ditemukan. Bayangkan saja ia menang dari seorang pria pintar yang bekerja sebagai pengacara. Orang tua Lisya pasti bangga dengan dirinya.

Waktu menunjukan pertanda hari sudah mulai gelap. Mata bulatnya terus memperhatikan korban-korban yang telah ditemukan dibeberapa titik tempat dimana pesawat itu mengalami kecelakaan.

Korban-korban itu semuanya dibungkus membuat Lisya bingung untuk mencari sosok kedua orang tuanya.

"Kakak?" Lisya menatap kakaknya bingung.

"Ada apa?" seru Nisya pada adiknya.

Nania Dason, itulah nama remaja cantik yang kini menatap Lisya bingung. Nania adalah kakak dan saudara satu-satunya yang Lisya punya. Nania selalu sibuk dengan kelas private yang disediakan orang tuanya. Karna itulah, Lisya jarang bertemu dan bermain bersama kakaknya itu.

Nania adalah sosok yang anggun dan sopan. Diumurnya yang menginjak 13 tahun ini, membuat kecantikannya mulai terlihat jelas. Tak sedikit remaja laki-laki yang mengejarnya dan menyatakan rasa suka mereka pada Nania. Namun tak satupun yang ia terima karena ia takut dengan orang tuanya.

"Kenapa mereka dibungkus seperti itu?"

Nania menghela napas pelan, ia juga bingung memikirkan cara untuk menjelaskan agar adiknya mengerti. Matanya melirik paman Jon yang sejak tadi memperhatikan mereka.

"Nona Lisya?" panggilnya yang membuat gadis kecil itu menoleh.

"Ya, Paman Jon."

"Apa nona mau mendengarkan sebuah cerita?"

Lisya mengangguk dan duduk di samping kakaknya.

"Hal ini terjadi pada kisah agama, paman. Cerita tentang dua ekor burung gagak." Lisya dan Nania mendengarkan dengan seksama.

"Dahulu saat dunia ini masih aman dan tentram. Dimana tidak ada perkelahian ataupun kejahatan yang terjadi. Hingga pada suatu hari terjadi perkelahian antara dua orang saudara yang menyebabkan salah satunya dijemput oleh Tuhan, dan Tuhan mengirimkan dua ekor burung gagak yang saling berkelahi sebagai contoh dari perbuatan kedua saudara itu."

Lisya dan Nania terus menyimak dengan baik setiap kata yang terucap dari mulut Paman Jon.

"Dan salah satu burung gagak itu mati. Setelah itu, burung gagak yang masih hidup menggali tanah di sebelahnya untuk menguburkan yang mati. Hal itu diikuti saudara yang masih hidup tersebut pada saudaranya, ia membungkusnya dengan kain putih dan menggali tanah untuk menguburkan saudaranya itu."  jelas Paman Jon.

"Jadi, yang dibungkus itu untuk segera dikuburkan ya, Paman?" sahut Nania yang diangguki lagi oleh Jon.

Lisya menatap sendu kakaknya dan Paman Jon bergantian. Apakah orang tuanya akan seperti itu juga? Lisya tidak terlalu mengerti dengan cerita Paman Jon. Tapi setelah ia mendengar kata 'mati' Lisya sedikit paham akan situasinya saat ini.

-T B C-

NAUFAL (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang