Twenty Four

1.1K 160 8
                                    

Jisoo tak ingin membuang banyak waktunya untuk saat ini. Tak memikirkan pula jika beberapa hari yang lalu ia baru saja mengalami kecelakaan yang saat itu tentu saja membahayakan dirinya. Tapi sekali lagi, Jisoo tak peduli. Bahkan jika tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa, tapi itu tak sebanding dengan hatinya yang merasa gundah dan resah karena Seokjin yang menghilang dari dirinya begitu tiba-tiba dan bahkan mendengar sendiri jika pria itu akan menikah dengan wanita lain.

"Ke arah sana."

Ucapan Jimin sembari menunjuk ke arah yang ditunjuknya membuat keduanya semakin berlari. Waktu semakin menipis bagi mereka. Bukan hanya Jisoo saja saat ini yang mengharapkan pernikahan itu tak akan terjadi, namun juga Jimin. Jimin bahkan tak sadar jika dalam perjalanan mereka, ia terlihat begitu gelisah karena memikirkan jika pernikahan itu benar-benar terjadi. Membuatnya terus menambah kecepatan mobilnya daripada yang biasa ia lakukan.

Hingga ballroom yang terpasang sebuah pengumuman di depan pintunya menghentikan keduanya. Membaca dua nama yang begitu tak asing bagi Jisoo dan Jimin. Lagi, tak ada waktu bagi mereka bahkan hanya untuk bernafas, kembali melanjutkan langkah mereka dengan cepat dan masih berharap di dalam hati jika pernikahan itu belum terjadi. Atau setidaknya, pernikahan itu bisa mereka hentikan jika sedang terjadi saat ini.

Namun, semua harapan yang terus mereka rapalkan dalam hati seolah tak berarti apa-apa. Ketika pintu besar di hadapan mereka terbuka, hanya ada ruangan dengan meja dan kursi yang telah kosong. Tak ada satupun orang-orang di sana. Ruangan itu bahkan terlihat jika sudah pernah terjadi acara di sana. Ditambah dengan beberapa pekerja yang ada di ruangan itu, yang tengah membersihkan semua barang-barang yang ada di ruangan itu.

"Maaf, Tuan, Nyonya, apa ada yang bisa kami bantu?"

Pandangan Jisoo dan Jimin beralih, menatap pada salah pekerja yang mendekat pada keduanya.

"A-Apa acara di sini sudah berakhir?" Tanya Jisoo akhirnya, setelah berusaha untuk mengumpulkan semua kesadarannya.

Pekerja itu mengangguk dengan mantap, "ne. Acara pernikahan di sini baru saja berakhir beberapa jam yang lalu. Apa anda berdua adalah tamu yang datang kemari pula? Oh, mungkin ada barang anda yang tertinggal? Kami bisa--"

Ucapan pekerja itu terhenti oleh dirinya sendiri, sama halnya dengan Jimin yang ikut terkesiap ketika Jisoo menjatuhkan begitu saja tubuhnya. Terlalu lelah dan seolah tak mempercayai apa yang baru saja ia dengar sebelumnya.

"Hey, kau baik-baik saja?" Jimin ikut merunduk, memeluk tubuh Jisoo setelahnya.

"Sudah berakhir, Jimin..."

Lirihan itu masih bisa terdengar oleh Jimin. Tak sempat baginya untuk menjawab, karena Jisoo sudah tak bisa menahan dirinya untuk menangis. Bahkan tak segan itu mengeraskan suaranya. Dan siapapun yang mendengarnya juga pasti akan ikut merasakan kesedihan wanita itu, termasuk dengan Jimin. Karena dirinya pun merasakan kesedihan yang sama dengan Jisoo. Mengetahui jika wanita yang tengah mengisi ruang hatinya telah bersama dengan pria lain. Dan tak ada yang bisa Jimin lakukan sekarang selain semakin menarik Jisoo mendekat, memeluk dan menenangkan wanita itu dari tangisnya.

Jisoo terlambat untuk semua ini.

Jisoo terlambat untuk mencegah pernikahan itu.

Jisoo terlambat untuk mengambil kembali pria terkasihnya.

Jisoo terlambat untuk menyelamatkan hubungan baru yang ingin ia bangun bersama dengan pria terkasihnya.

Jisoo benar-benar terlambat untuk--

"Suara tangisanmu benar-benar tak pernah berubah."

Tunggu...

Suara itu....

the truth untold ❌ jinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang