Cahaya matahari masih mengintip di ujung cakrawala dunia. Sepercik cahaya menemani seseorang melangkah dalam keterdiamannya. Pemilik langkah kaki itu hanya mendengus dengan kasar melihat apa yang terpampang di mading utama hari ini.
Hari demi hari telah terlewati, seperti yang dijalani seseorang dengan rambut hitamnya yang tergerai sempurna. Gadis itu menjalani rutinitas sekolahnya seperti biasa, tanpa menyadari bahwa kejadian tiga hari yang lalu membuat cowok yang bernama Leo semakin gentar untuk mendekati dan mengenal risma lebih jauh.
Bahkan, berita utama di mading tiga hari berturut-turut yaitu menyatakan bahwa, " Pria tanpa keromantisan ibaratnya sama dengan kentut tanpa bunyi rasanya hambar. Cathelina Risma, GADIS YANG MENOLAK MENTAH-MENTAH AJAKAN SEORANG Leo Alinski UNTUK MENJADI PACAR HANYA KARENA LEO TIDAK BERPRIKEROMANTISAN. Sumber terakurat dan terpercaya. " Tulisan itu tertera dibawah foto Risma dan Leo dengan bertuliskan dengan tinta merah yang ditulis besar besaran.
Risma acuh melihat berita itu, juga mendengar berbagai respon dari para pembaca. Mulai dari yang mengolok bahwa Risma sombong, juga ada yang setuju bahwa ditembak tanpa suasana romantis itu ibaratnya seperti makan kare ayam tapi ayamnya kehabisan. Kayak ada yang kurang gitu, begitu salah satu ocehan dari mereka yang Risma dengar.
***
Suasana kelas tampak hening, tanpa ada satupun yang berbicara. Hal itu terasa ganjil di pikiran Risma. Walaupun sudah bel masuk, setidaknya masih ada bising-bising abstrak dari satu atau dua temannya. Risma mulai mengarahkan pandangannya pada wanita paruh baya yang sedang berdiri bersebelahan dengan cowok asing dimatanya. Mungkin murid baru. Begitu ucap risma dalam hatinya. Terbukti dengan ucapan guru sejarah yang diketahui bernama Bu Kinar.
" kita kedatangan teman baru dari luar kota, silahkan perkenalkan diri," ucap Bu Kinar yang sudah duduk di meja guru sambil menoleh dengan arti tatapan mempersilahkan untuk berkenalan, walau pemuda yang berdiri beberapa jengkal dari posisi duduknya sudah menjadi sorotan utama para cewek di kelas.
Di saat si murid baru mulai memperkenalkan diri, saat itulah Firdha teringat dengan amanah otaknya, " oh ya gue kemarin belum nanya, kenapa loh nolak leo?"
" gak suka aja. "
" sesimpel itu?"
" iya. Apa ya? Dia itu kayak gak ada sensasinya gitu, kurang wow sih menurut gue. Langsung nembak, terus? Ah, pokoknya kurang menarik lah, walaupun dadanya pengen buat gue bersandar disana." Firdha yang mendengar kalimat penuturan Risma yang terakhir mendengus sebal dan memukul ringan lengan teman sebangkunya itu sambil tertawa kecil.
" ternyata lo juga berpikir hal yang sama kayak gue. Munafik, sih. Kemaren aja bilangnya gak suka. Bilangnya gini, ya ampun Fir, lo lihat dari mananya sih? Inget?" Firdha mengucap dengan meniru segala ekspresi dan nada yang digunakan hampir menyerupai perkataan Risma kemarin. Dan Risma hanya terkikik mendengarnya.
" Dan gue baru sadar kalu kemaren kaca mata gue ketinggalan dirumah," Risma tertawa sendiri mendengar ucapannya, sedangkan Firdha berdecak sebal dan memutar bolamatanya dengan kesal.
" ah, bego sih elo."
***
" kak, masih lama gak? Pulang yuk," ajak risma sambil mengamit lengan kanan kakaknya yang bernama Aldo saat risma menemui kakaknya didepan ruang osis.
" do, gue pulang duluan ya," Suara itu terdengar dari arah belakang aldo, membuat kedua manusia itu menoleh ke arah sumber suara. Begitu Aldo mengenali siapa sosok di belakangnya, seketika itu juga mata Aldo berbinar dan tertarik sedikit senyum simpul dibibirnya.
" Reyn nitip adek gue, bareng ya? Oke? Thanks," entah kalimat itu perintah atau pernyataan, sang pemilik suara menganggap yang ditanya sudah menyetujui hingga ia melangkah dan menepuk bahu Reyn sebelum pergi meninggalkan dua manusia yang sama-sama terpaku dalam keterdiamannya.
" Kak," Teriak Risma yang hanya dibalas lambaian tangan oleh Aldo, seakan-akan ingin mengatakan, udah pulang sana. Risma mendengus sebal melihat kelakukan kakanya itu. Risma ingin sekali berteriak, mengoceh, bahkan mengumpat pada kakaknya itu, berhubung Risma masih punya malu, ia urungkan saja niatnya itu. Awas aja ya nanti dirumah,. Ucap Risma didalam hatiny
Sedangkan Reyn mulai melangkahkan kakinya menuju tempat parkir, tak peduli bahwa gadis yang tadi disampingnya itu ingin menolak tapi juga malu ingin ikut. Saat sampai setengah jalan, menyadari adek temannya itu tidak mengikutinya, Reyn menoleh ke belakang dan mengangkat kedua alisnya dan tatapan yang mengatakan, gak ikut?.
Risma masih berdiri diposisinya berdiri begitu melihat Reyn melangkah, saat Reyn berbalik dan menatap dirinya, Risma juga bingung antara gengsi dan malu atau bahkan keduanya.
" kalo mau nunggu Aldo, mungkin pulang nanti habis Maghrib," Ucapan yang seakan-akan membaca pikiran Risma, berhasil membuat Risma melangkah walau hatinya masih dongkol dengan kakaknya.
***
Kendaraan berroda empat itu melaju dengan kecepatan sedang melintasi jalanan yang sangat padat sore hari ini, sangat berkebalikan dengan suasana didalam kendaraan itu. Hening. Hanya alunan sholawat yang terdengar dari Radio.
" oh ya, aldo banyak cerita tentang adek perempuannya." Pernyataan itu tidak berhasil membuat Risma menoleh. Namun, Reyn sudah mempersiapkan kalimat berikutnya, berharap agar ini sedikit berhasil.
" katanya, adeknya itu jelek." Walaupun tidak berhasil membuat Risma berucap, namun yang Reyn dapat ialah tatapan Risma yang meunju pada dirinya. Menyadari itu membuat senyum simpul terlukis dibibirnya.
" mau diterusin nggak?"
" terus?" Reyn menyadari bahwa itu adalah Perkataan Risma yang ditujukan kepada dirinya pertama kali yang terdengar ditelinga Reyn. Menyadari pandangan bertanya milik Risma, Reyn melanjutkan ucapannya.
" gak jadi deh, besok kalo lo ketemu gue, lo bakal lihat lebam dipipi gue gegara bogem dari kakak lo itu,"
" yah, aku udah keburu kepo nih, kak. udah biarin, kak Aldo itu urusan aku. Dia cerita apa lagi kak?" mendengar nada perkataan Risma yang antusias, membuat Reyn tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya.
" Aldo bilang gini ke gue, kalo kata mereka adek gue itu sempurna, punya segalanya, gue bakal ngelak, gue gak setuju. Mereka salah, adek gue punya hati yang sekeras karang, keras kepala, dan dia gak sadar kalo sedang diuji dengan kenikmatan dunia. Dia bangga banget kalo dia itu cantik, tinggi, perfect from toe to head. Dan satu lagi yang bikin gue sedih sebagai kakaknya, pintu hidayahnya masih tertutup rapat, mungkin kuncinya ilang. Gue sedih banyak cowok yang bilang, kalo adek gue cantik. Itu berarti mereka bisa menikmati keindahan yang seharusnya tidak mereka lihat."
*tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik itu Tantangan ( SUDAH TERBIT)
SpiritualLaksana matahari, ia selalu membuat siapapun yang memandangnya tertunduk karena silau akan pesona yang ia miliki. Begitulah layaknya perempuan. Perempuan dengan jutaan keindahan alangkah baiknya mempunyai rasa malu yang tinggi sebagai mahkota kehorm...