🌸🌸🌸
Setelah mereka sampai di rumah Adit, Tujuh remaja itu menuju ke dalam sehabis melepas sepatu. Warna hitam dan putih dari sepatu mereka yang mendominasi itu berjejer di depan rumah Pak RT. Seperti biasa, rumah Adit bisa dikatakan yang paling rapih dan bersih di antara keenamnya. Itu sebab kenapa mereka suka berkumpul disana, lagi pula dikasih makanan gratis sama Pak RT kenapa harus di sia-siakan.
"Pak Rete, kita mau numpang nonton film." kata Jaynudin memasuki lebih dahulu rumah Adit, bahkan tuan rumahnya sendiri di dahului sama dirinya, berasa ia yang punya rumah.
Pak RT lagi duduk-duduk di kursi goyang yang ada di ruang tamu, dekat pintu masuk rumah. Kemudian Pak RT bangkit dari kursi dan menghampiri mereka. Menyalami satu-persatu.
"Mangga atuh. Ngapain pake izin segala? Bukannya udah tiap hari?" kata Pak RT mencoba meledek.
Cahaya sama Mika berusaha netral. Merasa tidak enak setiap hari ke rumah Adit untuk menonton film, jadi kayak orang yang gak tau diri. Berbeda sekali dengan Jay, Haidar, dan Dylan. Mereka udah kepalang yas yes yas yes. Yasha hanya mengamati, sesekali dia tersenyum.
"Yaudah, Adit masuk dulu, ya, Ayah." Adit selaku tuan rumah menuju ke ruang Televisi berada terlebih dahulu memimpin.
Sesudahnya di ruang televisi, Adit mulai menyalahkan benda tersebut dengan remote. Cahaya dan Mika membantu milih-milih film yang akan mereka tonton, Jay, Dylan, dan Haidar sibuk memilih bantal dan bantu-bantu Pak RT bawa cemilan biar kesannya gak ngerepotin amat gitu.
Juga Yasha yang membantu searching di internet karena hanya dia yang memiliki handphone di antara ketujuhnya. Itupun handphone jadul yang Internet nya hilang-hilangan. Mau foto selfie pun buremnya gak karuan.
"Ini aja nih! Miracle in cell no 7!" Cahaya menyarankan sebuah film yang ada di aplikasi Netflix, tertampang di layar televisi.
"Yaudah, yang penting jangan film horor." Haidar berasumsi.
"Halah, lu tampang doang galak liat horor dikit lepe." Jay menyenggol lengan Haidar.
"Ntar gue ke bawa mimpi. Mending kalo mimpi di datengin mba kun nya cakep. Lah ini, sesama medi aja kaget kayaknya." jawab Haidar.
"Udah diem, film nya udah mau mulai." Yasha mengintruksikan semua orang agak terdiam, untuk fokus terhadap film berlangsung.
Cahaya tersenyum tipis. Kala itu, waktu usianya masih tujuh belas tahun. Bersama teman-teman, ketujuhnya menghabiskan waktu sekitar setengah hari di rumah Adit. Begitu banyak kenangan dirumah tersebut sampai Cahaya tak mampu mengeluarkan kata-kata bagaimana dia mencintai teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komplek Sumiskin
Teen FictionTerkadang cerita orang kaya di dalam sebuah cerita, memang membuat kita bersemangat untuk berhalusinasi. Tapi apakah sadar bahwa itu hanya halusinasi kalian semata untuk membuat kita lebih bahagia? Tapi tidak dengan anak-anak Komplek Sumiskin. Komp...