Double Sial

71 8 2
                                    

“Jam berapa sekarang Adhisti Minara Cokrolistya?” nada tanya Kak Nara terdengar sangat tenang, namun aku tahu ini adalah bencana.

“Ma… maaf kak. Tadi jalanan macet. Terus tadi a—“

“Yang saya tanyakan itu sudah jam berapa sekarang Minara. Saya tidak mau mendengar curhatanmu yang bahkan tidak akan masuk ke kupingku.” Kak Nara memotong permintaan maaf sekaligus pembenaran akan ketelatanku.

“Jam 4.45 kak” aku menatap lantai bermarmer hitam putih yang sekarang lebih menarik dari wajah tampan Kak Nara.

“Kamu sudah ketinggalan pemanasan, kamu tahukan apa yang harus kamu lakukan?”

“Tau kak.”

Tanpa menunggu Kak Nara mengeluarkan kata-kata tajamnya yang pasti akan memperburuk keadaan –dan pastinya semua anak di kelas akan terkena amarahnya juga- aku langsung menaruh tasku dan melakukan pemanasan sendiri.

--

Setelah menyelesaikan pemanasan individualku, aku menyelip masuk ke dalam barisan kelompok suara Alto 1. Aku mengamati keadaan sekitar. Ada sesuatu yang berbeda dari teman-temanku sore ini. Setahuku Rika berambut keriting, kok tiba-tiba hari ini rambutnya lurus seperti habis di setrika. Ada juga Sheera yang mengaku buta tanpa kacamata Harry Potter-nya, hari ini menanggalkan benda kesayangannya itu. Dan yang paling parang Eta and the gang memakai make up super tebal hari ini.

Pada kenapa deh hari ini. Emang mau ada konser ya hari ini? Perasaan Kak Nara gak ngomong apa-apa deh minggu lalu.

“MIA! Apa setelah kamu telat hari ini, kamu mau melamun saja?” Omelan Kak Nara menarik aku kembali dari lamunanku.

“Maaf kak, nggak akan saya ulangi lagi”

“Saya bosan mendengar kata maafmu lagi. Saya minta kamu fokus!” tatapan Kak Nara membuatku merasa semakin kecil. Mata coklat yang terbingkai kacamata framelessnya itu terlihat sangat kesal.

Alunan intro lagu In A Rush mulai terdengar dari piano Kak Nara. Aku mencoba memfokuskan pikiranku kepada aransemen lagu ini. Aku encoba mengingat-ingat pecahan yang sudah di ajarkan sepekan yang lalu.

It came over me in a rush
When I realized that I love you so much
That sometimes I cry, but I cant tell you why
why I feel what I feel inside

How I try to express what's been jugglin' my mind
But still can't find the words
But I know that something's got a hold of me

Baby, some day I'll find a way to say
just what you e d mean to me
But if that day never comes along
and you don't hear this song
I guess you'll never know that...

And when I say inside, I mean deep
You fill my soul with something I cannot explain
What's over me

--

“Lo pada kenapa hari ini pada cakep-cakep bener dah?” tanyaku pada Rika yang ada di sebelahku.

“Lah lo gak tau? Hari ini adeknya Kak Nara kan main-main ke sini.” Rika menjawab seraya merapihkan poni dora-nya.

“Lah terus kenapa? Lagian lo pada tau tuh gossip dari mana dah?” tanyaku kembali sambil mencari dompetku. Bunda membiasakan aku untuk mengambil uang secukupnya dari dompet untuk di taruh di saku bajuku.

Loh, dompet gue dimana? Perasaan tadi gue masih bisa bayar ojeg.

“Rika, lo liat dompet gue gak?” harap-harap cemas aku menanti jawaban iya darinya. Walaupun aku tahu itu cuman bakal ada di mimpiku.

“Gak tau tuh gue,” jawabnya dengan nada tak peduli, “emang terakhir lo taro mana? Ketinggalan kali di rumah lo.”

“Nggak kok, gue tadi masih sempet bayar ojeg.”

“Jatoh kali, eh Baim udah nelpon gue. Duluan ya, sorry gak bisa bantuin. Dadah sayang”

Aku menatap ruangan yang sudah kosong ini. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan. Aku buka tiap loker yang ada. Nihil, dopetku ridak ada di manapu. Ku buka pintu ruangan dengan harapan menemukan dompet coach kesayanganku itu. Namun yang ada di depan mataku kini, hanya koridor kosong dengan lantai bersih tanpa noda. Tanpa ada tanda-tanda keberadaan dompetku.

Yak, hari ini aku benar-benar sial!

CrashTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang