Pertemuan pertama

2K 99 14
                                    

"Hallo."

"Iya gue kesana sekarang. Bawel banget sih lo. Iya... iya. Udah ah, gue mau naik mobil dulu. Iya cerewet. Bye." sambungan terputus.

Aku melangkahkan kaki menuju mobil kemudian masuk dan menghidupkannya. Namun setelah beberapa kali kumencoba menghidupkannya mobilku tetap saja tak mau hidup.

Argh.... kenapa lagi sih dengan mobilku ini.

Dengan kesal aku turun dari mobil dan membanting pintunya. "Huh, terpaksa deh gue harus nyari taksi kalau nggak pengen terlambat."

Kulirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kiriku. Sial... aku hanya memiliki waktu kurang dari duapuluh menit agar bisa sampai tepat waktu diacara ulangtahun pernikahan Tito dan Nasha yang kedua.

Huh, jika saja bukan karena desakan dan ancaman dari Tito, aku tak akan mau mengorbankan waktu tidurku yang amat berharga ini.

Aku berjalan keluar dari area apartemen tempatku tinggal kearah halte bus yang cukup ramai pagi ini.

Semoga saja ada taksi yang lewat dan aku bisa datang tepat waktu.

Kulihat dari kejauhan ada sebuah bus yang mendekat dan orang-orang disekitarku bersiap untuk menaiki bus itu.

Aku melangkah mundur agar tak terkena dorong oleh orang orang ini dan tepat didepanku, seorang wanita yang baru melangkahkan kakinya menaiki bus terkena dorongan salah seorang penumpang yang melompat keluar. Reflek kutangkap wanita itu agar ia tak jatuh. Namun bukan ucapan terimakasih yang kudapat melainkan sebuah tamparan.

"Hei... udah untung lo gue tolongin ya, kenapa lo malah nampar gue?" ujarku kesal sambil memegangi pipi kiriku yang memerah.

"Gak usah sok nolong deh lo. Dasar cowok ganjen, suka ambil kesempatan. Pervert !!!" semprot wanita itu dan kembali melayangkan tendangan tepat ke harta pusakaku.

Aku duduk berlutut di pinggir jalan meringis kesakitan kembali memegangi aset masa depanku, menghiraukan pandangan geli orang orang disekitarku.

Wanita yang kini telah berdiri di pintu bus yang mulai berjalan itu menyunggingkan senyuman sinis dan mengacungkan jari tengahnya kearahku.

Sial, awas saja kalau sampai harta pusakaku kenapa napa. Akan kucari perempuan itu meski harus masuk kelubang semut sekalipun.

Ponselku kembali berdering. Argh... siapa lagi sih yang menghubungiku.

"APA??" sahutku kesal tanpa memperhatikan id caller.

"Topan.... berani beraninya kamu membentak Papa mu. Kamu cari mati ya!!!" suara menggelegar milik Papa membuatku menjauhkan ponsel dari telingaku.

Aku melihat ke layar ponselku, ternyata Papa yang sedang menelponku.

Sial... mati aku jika begini, habislah diriku disantap oleh singa yang mengamuk.

Argh.... ini gara gara perempuan tak tahu diuntung itu, kesialan datang menghampiriku.

♥♥♥

Ya ampun.... hari ini aku apes banget. Sudah bangun kesiangan, hak sepatuku patah, gak ada ojek, sampai aku terpaksa naik bus. Eh pas mau naik malah ada cowok sarap yang grepe grepe aku. Apes banget kan.

Modus banget bilang nolong, masa dia gak nyadar kalau tadi dia pegang dadaku. Sial. Untung cowok ganjen itu cuma kutendang dan kugampar, nggak aku teriakin... bisa habis dia dikeroyok masa.

Aku menengok jam yang kupakai di pergelangan tangan kiriku. Ya ampun... sudah jam delapan lewat duapuluh. Mampus... aku beneran telat ini.

"Kiri bang." ucapku pada kernet bus yang kemudian sopirnya memelankan laju bus sebelum berhenti tepat di halte depan.

Aku melompat dari bus dan berlari menuju tempatku bekerja saat ini, kantor percetakan kecil-kecilan. Namun belum sampai dipintu, bos-ku telah berdiri didepan pintu dengan tangan terlipat di dadanya. Aku beneran mati sekarang!!!

"Alea... jam berapa sekarang?" tanyanya menatapku tajam.

"Jam setengah sembilan bu."

"Kamu tau kan jam masuk itu jam delapan."

"Maaf bu... tadi jalanannya macet–"

"Alasan. Ini sudah lebih dari tiga kali kamu telat seperti ini. Saya tidak bisa memberi keringanan lagi sama kamu. Sekarang juga bereskan barang barang kamu dan silakan angkat kaki dari tempat ini." ujarnya tanpa belas kasihan.

Aku menahan tangannya sebelum ia pergi dari hadapanku.

"Bu saya mohon bu jangan pecat saya... saya janji saya gak akan telat lagi. Saya butuh pekerjaan ini bu, tolong bu." aku memohon agar bos-ku sedikit berbaik hati.

"Ck... apa apaan sih kamu. Lepasin tangan saya."

"Bu... saya mohon bu."

Bukannya mengabulkan permintaanku, bos-ku malah menarik tangannya hingga aku terjatuh. Ia memandangku dengan tatapan kesal dan memanggil Iman, salah seorang pegawai yang juga temanku bekerja.

"Iman... kamu bereskan barang barang Lea dan bawa dia pergi darisini. Saya nggak mau lihat wajahnya lagi." ucapnya ketus dan beranjak pergi tanpa menoleh padaku.

Iman membantuku berdiri dan menepuk pundakku pelan.

"Sabar ya Le... maaf gua kaga bisa bantuin elu apa apa. Barang barang lu biar ntar gua anter aja kerumah pas pulang kerja. Mending sekarang lu ikut gua, biar gua obatin tuh lutut lu yang luka."

Aku mengangguk dan berterimakasih padanya. Karena ditempat kerjaku ini hanya Iman yang baik dan tulus memberikan perhatiannya padaku dibanding temanku yang lain.

Aku menghapus airmata yang mengalir di pipiku.

Ya Tuhan.... sekarang aku harus kemana lagi untuk mencari pekerjaan. Pekerjaanku satu satunya telah hilang, sementara aku harus membiayai biaya pengobatan ayah dan juga biaya hidup Dara serta diriku sendiri. Seandainya saja mbak Liena tidak pergi dan meninggalkan kami disaat kami membutuhkannya. Pasti saat ini aku tak akan kesusahan seperti ini.

♥♥♥

Gimana nih...masih mau lanjut??

Give me ur comment guys, n thanks buat votment kalian d part awal ^_^

selasa,17-03-2015

The Real Player (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang