Matahari beranjak menyelam di ufuk barat
Jingga senja pun hadir menuai semburat
Penduduk kota menyerak di jalanan padat
Menuju peraduan mereka berhajat
Lampu – lampu kota mulai bersinar
Menerangi gulita malam berbubuh pijar
Bersenandung kumandang adzan merdu nan sonor
Ketika berjibun insan seolah kelipar
Ku berdiri di balkon peraduan
Merenungi kehidupan yang tak ramah
Merenungi durasi umur yang tak fana
Mengutuk diri menebus rasa sesal di dada
Sejenak kudapati diriku beranjak
Mengambil Al Quran di sudut lemari
Mengusapnya menggugurkan duli
Pelan membuka menghayati penuh arti
"Jikalau semua jenis lautan menjadi tinta
untuk menulis kalimat – kalimat tuhanku
sudah tentu akan habis kering lautan itu
sebelum habis kalimat kalimat tuhanku
walaupun Kami tambahkan lagi
dengan lautan yang sebanding"
Sebuah ayat bak tamparan bagiku yang acap kufur
Terhadap nikmat Rabb ku alpa bersyukur
Merasa diri ini paling mala nan getir
Sementara ialah pangkal selamat dan makmur
Bulir mata mengalir tanpa permisi
Tanpanya, pastikan menyesal menjalani
Sungguh begitu banyak yang telah Rabb beri
Hanya syukur bukti penghambaan sejati
"Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang engkau dustakan"