I Like You

3 2 0
                                    

[Pada akhirnya, kata "Aku menyukaimu" hanya akan bersemayam di mulut yang tergugu.]

"Hai, Ariz

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai, Ariz."

Sapaku kala itu, Ariz menatapku dengan tatapan bingungnya lalu berucap, "Ya, ada apa?"

Aku lalu beralasan ingin bertanya tugas kuliah, hingga lama-kelamaan kita menjadi dekat begitu saja, dan aku senang untuk itu.

Pertemanan kita sudah berjalan selama satu setengah bulan lamanya, lumayan, tidak terasa ya. Harapanku untuk menjadi teman berbagi cerita dan keluh kesah Ariz terwujud, kita cukup dekat untuk bisa saling berbagi.

Sekarang aku tahu mengapa tatapan mata Ariz seperti itu, lelah, sepi, hangat, dingin, karena itu yang ia rasakan. Tapi menurutku Ariz hebat, dia keren, Ariz adalah orang yang selalu memikirkan orang lain sebelum dirinya, dan terkadang aku tidak suka itu—ya walaupun aku sendiri juga seperti itu—Ariz terlalu banyak mengalah dalam hidupnya.

Ariz itu pekerja keras, pintar, wajahnya dingin tapi dia orang yang hangat, aku suka berada di dekatnya.

Aku ingat, dulu saat aku bertanya apakah ia lelah dengan semesta, Ariz menjawab, "Lelah itu pasti, Aya. Tapi saya gak mungkin hanya terus mengeluh lelah dan hanya diam saja. Saya ini orang biasa, kalau cuma ngeluh ya gak bakal dapat apa-apa. Saya yakin lelah saya untuk saat ini akan terbayar nanti. Saya ini laki-laki, anak pertama, banyak yang bergantung sama saya, ayah, ibu, adik saya yang masih SD, rasa lelah saya rasanya gak ada apa-apanya kalau ingat mereka, walaupun banyak harapan yang dititipkan, saya gak keberatan. Kita bisa istirahat sejenak, tapi jangan terlena, jalan lagi, berhenti terlalu lama akan membuat kita tertinggal. Untuk saat ini memang lelah, tapi nanti pasti bisa berleha-leha. Aya, ayo semangat!"

Ariz tersenyum lalu sekonyong-konyong mengusak rambutku, dan tanpa aba-aba, tanpa kata permisi, rasa suka itu makin unjuk gigi.

Ariz, rasa yang aku punya meronta-ronta. Aku ingin kita menjadi layaknya angkasa dan tata surya yang ditakdirkan bersama, maukah agaknya kamu mengembannya juga? Mengemban rasa yang sama, seperti apa yang aku rasa.

Namun, di satu sisi, aku takut, aku takut jika aku mengatakannya, kita akan kembali menjadi sepasang orang asing. Aku tidak mau. Aku memang tidak tahu malu, mentang-mentang diwujudkan untuk berteman dengan Ariz, malah meminta lebih untuk Ariz membalas rasa. Tamak, aku akui itu.

Tapi, tiba-tiba aku bertekad untuk mengatakan isi hati, "Ariz, aku menyukaimu. Kalau kamu gak merasa yang sama, gak pa-pa, cukup bilang 'maaf', aku paham," dan saat aku sudah siap mengungkapkan, tiba-tiba mulutnya berucap, "Saya rasa saya jatuh cinta."

Aku terkejut, lantas menatap Ariz dengan mata yang melebar, "Hah?"

"Hah, heh, hah, heh. Eh, tapi beneran deh, kayaknya saya jatuh cinta. Aduh, jadi malu," Ariz terkekeh.

"Jatuh cinta? Sama siapa?"

"Saya belum cerita ya? Tiga hari yang lalu saya ke perpustakaan kota, terus saya ketemu sama wanita yang menurut saya definisi dari kata idaman. Dia manis, lembut, baik, pintar, berani. Kenapa saya bilang berani? Karena, dia berani nyebrang di jalan yang ramai sampai diklaksonin banyak orang cuma untuk nolongin seekor anak kucing, dan saya kagum untuk itu. Dan yang mengejutkannya nih, rumahnya lumayan deket sama rumah saya, kok saya gak pernah liat ya?"

"Ya kamu mikirinnya tugas terus."

"Hehe. Dia itu wanita ketiga yang bisa buat saya nyaman setelah ibu dan kamu."

"Ciee... ciee... Ariz punya gebetan ciee..." aku tertawa nelangsa. Aku pernah baca 'cie' artinya 'cause I envy' dan ya, aku iri. Aku iri dengan dia yang bisa dicintai oleh Ariz.

Dan pada akhirnya, rasa suka ini hanya akan berakhir untukku, kata "Aku menyukaimu" tidak akan pernah terdengar di rungu, kata "Aku menyukaimu" hanya akan bersemayam di mulut yang tergugu.

'Ariz, aku menyukaimu,' setidaknya biarkan aku mengucapkannya dalam hati.
'Ariz, aku ingin mencintaimu,' setidaknya biarkan aku mengucapkannya dalam sepi.
'Ariz, aku mau kamu,' setidaknya biarkan aku mengucapkannya untuk diri sendiri.
'Ariz, aku menyukaimu,' setidaknya izinkan aku untuk terus mengemban rasa ini sampai nanti ia akan pergi.

Ariz, aku menyukaimu. Tak apa-apa walau tak berbalas. Menyukaimu saja sudah menciptakan euphoria. Terima kasih untuk rasanya, berat ya, tapi karena Arizta Mahendra orangnya, aku baik-baik saja. Semoga.

~END~

Thanks for reading ~

Inspired by : Day6 - I Like You

ONESHOTS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang