Kei duduk menyamping sambil menyandarkan tubuhnya di jok belakang. Xavier menyetir dan Anna duduk di samping kemudi.
Xavier melirik sang adik lewat kaca spion depan lalu tersenyum tipis. Adiknya itu duduk tenang sambil memainkan game di iPad nya, ia akan sesekali mempoutkan bibirnya ketika permainannya kalah. Kei menggunakan piyama dan jaket tebal serta kaos kaki beruang, rona pucat masih ketara sekali di wajahnya. Salahkan Xavier kenapa ia mengizinkan Kei pulang hari ini.
Kei menghela nafas pelan, ia lalu menaruh tab nya begitu saja dan menempelkan wajahnya di kaca mobil. Perjalanan pulang ke rumahnya memang memakan waktu banyak.
"Kenapa?" tanya Anna yang menyadari gerak gerik Kei. Mungkin bosan, pikirnya. Dengan wajah yang masih menempel di kaca Kei menggeleng pelan, kedua orang dewasa itu terkekeh.
"Tidur, lo belum sehat bener." ucap Xavier.
Kei cemberut tak suka, jari-jari ia bawa untuk membuat pola abstrak di kaca mobil. "Kei kok tidur mulu." Anna tersenyum sambil menggelengkan kepala, sedangkan Xavier menatap datar sang adik lewat spion.
"Suruh tidur apa susahnya? Ngebantah omongan gue mulu, mulai nakal ya lo."
Kei langsung memandang sang kakak lalu menggeleng brutal. "Nggak." sanggahnya.
Xavier berdecih, ia menatap tajam sang adik membuat Anna memukul bahu sang empu. "Udah ih, Kei nya masih sakit. Jangan di marahin." ucapnya.
Xavier kembali memfokuskan pandangannya ke jalan, sedangkan Kei menundukan kepalanya sambil memainkan kaos kaki beruang yang terpasang apik dikaki nya.
Kei lalu melirik ke luar jendela, ia menyeringitkan dahinya ketika melihat seseorang yang ia kenal sedang berada di sisi jembatan. Anak itu membolakan matanya ketika ia langsung mengenali orang itu.
"Kak Vier, berenti!"
Xavier tak merespon dan tetap melajukan mobilnya. "Kakak itu ada Dika, Dika mau loncat!"
"Bukan urusan kita, duduk." jawab Xavier dingin.
Kei yang kesal langsung mengigit lengan atas sang kakak lalu menarik pipinya membuat sang empu menggeram kesakitan.
"Argh!" pekik Xavier membuat ia mengerem mendadak.
Mendapat kesempatan, Kei langsung membukan pintu mobil dan berlari menghampiri Dika. Hei! Anak itu bahkan berlari di jalan raya besar dengan kaki yang terbalut kaus kaki dan tanpa sendal.
Anna terkekeh. "Bisa nakal juga bayi gede."
Xavier menggeram marah. "Bocah tengil." desisnya. Ia lalu keluar dan menghampiri sang adik. "JANGAN LARI-LARI KEI!"
Kei sengaja menulikan pendengarannya membuat Xavier berjalan menghampiri sang adik yang sedang menggagalkan rencana Dika.
"Bangsat, belom pernah gue kurung di rumah ya lo." geramnya.
Sedangkan Kei, ia langsung menarik tangan Dika yang baru saja akan meloncat membuat keduanya terjatuh di aspal. Dengan nafas putus-putus Kei membantu Dika berdiri.
"L-lo gak papa?"
Dika menatap nyalang sang empu lalu menepis kasar tangan Kei. "PERGI!"
"D-dika, lo ngambil keputusan yang salah. Lo gapapa kan? Lo baik-baik aja?"
Dika diam tak menjawab, ada perasaan ingin menumpahkan semua masalahnya kepada anak yang bahkan pernah coba untuk ia bunuh. Dika rasanya ingin menangis, orang-orang yang ia sayang dan ia percaya bahkan tak pernah menanyakan hal itu padanya. Tapi Kei, orang yang selalu ia jahati?