Race Into The Sky; Xaturnis (I)

14 2 0
                                    


Ayahku bekerja sebagai seorang astronom sekaligus anggota tim penelitian di Organisasi Bumi Internasional. Namanya besar lewat pengembangan sumber daya teknologi yang semakin berjalannya waktu semakin terlihat kemajuannya.

Sepeninggal ayah, aku ditugaskan menggantikannya dalam sebuah projek rahasia di bawah naungan OBI, projek yang sampai hari ini pun tidak kuketahui bentuknya.

Tidak ada yang lebih kugemari lebih dari menatap foto lama ayah di meja. Saat itu rambutnya belum beruban, senyum ayah juga sangat menawan, tidak ada beban yang bergelayut di mata cokelatnya.

Aku teringat bahwa untuk kesekian kalinya selama 5 tahun, aku harus pergi ke sana, mencari-cari apa yang harus kutemukan tanpa petunjuk dan arah sama sekali.

Aku menghembuskan napas. Menyambar jas biru berlambang OBI di bagian tengahnya, mengenakan jas khusus itu seraya melangkah keluar dari tempat teraman di seluruh dunia, kamarku.

Pagi di Bumi masih sama seperti yang digambarkan manusia beberapa ratus tahun lalu. Matahari hangat mulai sinari seluruh kota, segerombolan burung berbaris di atap toko, bernyanyi dengan merdu.

Mungkin hanya aku saja yang tetap memperhatikan semua itu di saat Bumi mulai memasuki peradaban yang lebih tinggi, sedangkan lainnya sibuk mengikuti ke mana arah perkembangan berjalan.

Hanya alam yang tak berubah meski teknologi berlari amat cepat, hanya alam yang tetap sama, bahkan sampai dua ratus tahun lagi. Semoga saja.

Jalan kaki sudah bukan tren sehat lagi di Bumi yang kutinggali. Semua orang mengenakan sepatu terbang dengan fitur canggih, akan membawamu ke manapun kau mengatur lokasinya, otomatis menghindari batang pohon, tempat sampah, dan orang lain yang berpapasan denganmu. Membuat manusia semakin tidak memperhatikan sekitarnya.

Kudengar fitur sepatu itu juga semakin meningkat tiga tahun belakangan, dan penggunanya melebihi pengguna ponsel di dunia ini. Lihat saja di reklame digital itu, satu minggu lagi adalah peluncuran fitur terbaru sepatu itu, roket namanya. Entahlah apa maksudnya.

Nama pemilik hak paten sepatu terbang itu muncul berkali-kali di hologram. ‘Peter Walkman adalah masa depan’. Sudah berapa kali kalimat itu berputar-putar di atas sana?

Di ujung jalan, tepat setelah melewati perempatan dengan air mancur berwarna pelangi di tengahnya, kantor cabang OBI berada. Aku melangkah mendekati sensor pengenal anggota, kemudian masuk setelah pintu gerbang khusus pejalan kaki terbuka otomatis.

“Kompetisi Antar Planet sudah dekat, kuharap kalian bersedia untuk mengisi posisi Watchmen, mengingat hanya anggota OBI yang memiliki izin langsung.”

Itu yang kudengar dari pertemuan anggota satu jam lalu. Setidaknya sebelum aku berada di laboratorium membosankan ini.

Watchmen? Tidak terima kasih, aku tidak mungkin bisa menjadi penyelamat peserta kompetisi jika aku saja tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri lima tahun lalu.

“Aku tidak pernah menyangka kau menggantikan ayahmu hanya untuk melamun sepanjang hari, bahkan kau sudah melakukannya selama lima tahun. Lima tahun, Irena! Itu bukan waktu yang sebentar.”

“Aku melakukannya sebab tidak tahu harus apa.”

Kudengar Theo mendengus, “Bagaimana kau tahu harus melakukan apa jika kau tidak pernah mencoba melakukan apa-apa?”

“Kau tidak tahu.” aku menjawab dengan suara kecil.

“Apa yang tidak kuketahui? Beritahu aku.”

Aku tidak menimpalinya, kembali terdiam.

“Irena, kau harus mencoba setidaknya satu kali, atau mungkin lebih. Apa tidak merasa bersalah pada ayahmu untuk tidak melakukan apapun selama ini?”

Weniverse [Cerpen Sains Fiksi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang