Bab 9 - Ungkapan

10 3 0
                                    

-ו✿•×-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
-ו✿•×-

"I Love You,"

Satu kata yang di ucapkan pemuda dihadapanku membuatku seketika mematung. Tatapannya yang terlihat tulus membuatku tambah mematung dan tak bisa berkata-kata. Apa ini mimpi atau dunia nyata.

10 detik kemudian, aku tersadar. Menatapnya dengan wajah bingung sekaligus gugup. Mau nunduk sayang, kan Filbert ganteng.

"Emang ini terlalu cepat. Tapi, aku berusaha untuk mengungkapkan perasaanku lebih cepat dari pada nanti keduluan orang lain," jelasnya dengan senyum yang manis di bibirnya seketika membuatku menjadi meleyot di buatnya.

Aku menatapnya terus tanpa memalingkan pandanganku ke siapapun disana.

Gubrak!

Suara benda jatuh terdengar dari balik pohon besar di belakang kami. Dengan spontan, kami berdua mencari dimana asal suara itu dan apa sesuatu yang jatuh itu.

Terlihat seorang pria dengan kemeja kotak-kotak dan kaos putih menjadi dalamannya tengah tersenyum kepada kami dengan membawa beberapa buku sejarah yang sangat amat tebal.

"Hai!" Sapa pemuda itu.

Kami berdua meringis melihat pemuda yang tak asing dihadapan kami.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Filbert datar.

"Sedang istirahat, hehehehe," kekek pemuda itu sambil menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal.

Dia pemuda yang tidak pernah berubah sama sekali dari dulu sampai sekarang. Dia tetap sama, tak pernah tergantikan dalam hatiku.

"Ivander!" Ucapku.

Kedua lelaki itu langsung melengah kearahku, menatapku heran.

Tiba-tiba Ivander langsung membuang buku nya kesamping, menepuk kedua pundakku dengan kedua tangannya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Bagaimana kau bisa tau namaku? Kau peramal atau apa?" Tanya Ivander antusias.

Melihat aku terlalu dekat dengan Ivander. Filbert langsung mendorong tubuh Ivan dengan kasar hingga ia hampir terjatuh ke tanah.

"Ups, kau tidak apa-apa," aku berlari menghampiri Ivan dan membantunya menyeimbangkan tubuhnya yang sedikit oleng.

"It's Okay, aku sering kek gini kok," seru Ivan yang terus menatap kedua mata Filbert yang tajam.

Ivan hanya tertawa kecil menyadari picingan mata Filbert benar-benar akan membunuhnya sekarang.

"Oke, aku gak papa," ujarnya dengan tangan mengisyaratkan kalau dia baik-baik aja.

"Kau lebih baik berdiri disana di samping pak Singa itu, kalau kau mau melihatku hidup besok," Bisik Ivander di telingaku dan menyodorkan tangannya menyuruhku untuk pergi.

The Return Of The ZodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang