prolog

16 6 2
                                    

Juni, 2008

"Lihatlah dirimu! Sangat buruk rupa." Cibir seorang anak perempuan yang sedang berdiri menghadap ku dengan tangan kecilnya yang sedari tadi memainkan rambut panjangnya.

Aku hanya menunduk dengan perasaan sedih yang ku tahan sambil memegang erat ujung rok pendek sekolah ku. Entah kenapa saat aku sedang menikmati hembusan angin disepanjang jalan pulang, mereka selalu saja datang dan mengganggu ku. Sungguh, ini sangat tidak nyaman.

"Jika aku adalah kau, lebih baik aku menolak untuk dilahirkan. Karna aku tidak ingin merasa malu memiliki wajah seperti itu." Sahut seorang anak perempuan lain yang sedang berdiri disisi kiri dengan tatapan menjijikkan.

Aku menelan saliva ku. Sungguh perkataan itu benar-benar menyakitkan. Biarpun aku baru menginjak usia 8 tahun tapi jika ada sesuatu yang mengganggu hatiku, maka aku bisa merasakannya.

"Sepertinya ayah dan ibumu merasa tidak beruntung karna malu sudah melahirkan anak seperti mu." Ucap seorang anak perempuan yang lain sedang berdiri disisi kanan dengan tertawa meremehkan, dan yang lainnya pun ikut menertawakan ku.

Sontak, aku terkejut mendengarnya. Dengan sekuat mungkin aku menahan agar air mata ku tidak jatuh dan membuat mereka semakin mengejekku.

"Lihatlah! Si buruk rupa ini sedang menahan nangis."

"Lagipula jika kau menangis memang semua orang akan peduli padamu? Hm, aku rasa tidak. Karna sebelum orang lain menolong seseorang pasti mereka akan melihat fisik terlebih dahulu." Ucapnya sambil kedua tangan dilipat depan dada.

"Tapi aku ingin melihat seberapa banyak orang lain yang peduli padamu jika kau menangis."

"Ah benar, aku juga ingin melihatnya." Ucap anak perempuan yang lain.

"Aku juga, maka ayolah menangis Aletta."  Sahut lainnya sambil menggoyangkan bahu ku dengan kerasnya. Sedangkan aku masih menunduk dan semakin erat memegang ujung rok ku.

"Ayo cepat kau menangis Aletta." Paksa lainnya.

Semakin aku diam maka mereka bertiga semakin memaksaku. Awalnya aku masih bisa menahan mereka, tapi kali ini aku sangat tidak nyaman.

"Diamlah!" Pekik ku yang membuat mereka sedikit mundur kebelakang. Aku menatap tajam kearah mereka bertiga. Ku beranikan diriku seperti ini.

"Kalian dengar baik-baik bahwa aku tidak akan menangis hanya karna ini saja, dan aku tidak akan pernah menyesal memiliki diri seburuk ini!" Ucapku menekankan setiap perkataan ku, lalu aku sedikit mendorong mereka bertiga dan langsung berlari pergi begitu saja tanpa memperdulikan mereka yang sedang mencibirku dibelakang sana.

Bohong jika aku benar tidak menangis, nyatanya sekarang air mataku sudah mengalir deras. Aku bukan orang bodoh yang mampu menahan ini semua. Perkataan itu, hinaan itu, celaan itu, sungguh menyakitkan. Bukan hanya hatiku, tapi mereka juga menganggu mental ku.

Aku tidak mengerti, kenapa manusia sangat suka mencela dan menyakiti manusia lain hanya karna memiliki kekurangan yang lebih. Apa mereka merasa diri mereka sudah sempurna dan tidak memiliki kekurangan? Maka dari itu mereka berhak melakukan itu.

Ah, hidup ini memang penuh lelucon.

Siapapun mereka yang mempunyai fisik sempurna berhak merasa tinggi dan dihargai, sedangkan mereka yang lainnya jika mempunyai fisik buruk maka harus terima dengan paksa semua perkataan dan celaan yang menyakitkan itu.

Sungguh lucu bukan? Rasanya aku ingin tertawa sekeras mungkin dengan prinsip hidup yang seperti ini.

****

Uwih, baru prolog udah bikin kesel aja nih. Eh btw kalian kesel juga gak? Hehe
Seperti biasa, gimana kabar kalian hari ini? Semoga sehat dan bahagia selalu ya

Disini aku ingin mencoba untuk membuat sebuah cerita fantasi, yang sebelumnya aku belum pernah coba, jadi ini first time gais yuhuu~

Makasii juga ya udah mau berbagi waktu kalian untuk baca cerita aku uuu lope pol muahh. Have nice day💙

Beyond the Magic Shop Door Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang