Estu, Julian, dan Yusuf berjalan bersisian usai menunaikan salat Isya berjamaah di masjid. Mereka menyusuri jalanan sambil mengiringi bocah-bocah yang juga baru pulang mengaji. Suasananya menenangkan kendati rintik hujan berjatuhan. Estu suka sekali dengan perasaan damai yang dia bawa setelah menghadap Sang Pencipta di empat rakaatnya; lega, merasa aman dan nyaman. Sungguh, salat memang jeda terbaik untuk mengistirahatkan jiwa yang ditekan banyak beban serta lelahnya raga usai mengerjakan rutinitas dunia.
Malam ini ketiganya menginap di rumah Julian sebab Tante Riana sedang ada keperluan keluar kota sehingga beliau meminta sang putra menjaga rumah. Ayah Julian sendiri jarang pulang, entah bermalam di mana. Mungkin tidur di tempat jalangnya. Julian tak mau peduli, malah berharap semoga si tua bangka itu tak pulang lagi. Sedangkan eksistensi Juna nihil membersamai mereka karena tadi pagi setelah tumbang di sekolah, Julian langsung mengantarkan Juna pulang ke rumahnya. Dan tadi sore Juna mengabari Yusuf bahwa ia akan menginap di sana karena demam.
Ketika pagar rumah Julian sudah kelihatan, Yusuf yang punya pendengaran paling tajam mendadak berhenti. Sebelah tangannya terentang menghalangi Julian, dia tanpa kata meminta dua kawannya menunda langkah juga. Estu mengernyit bingung kala melihat Yusuf seolah tengah mencoba berkonsentrasi pada sesuatu.
"Denger gak?" tanya Yusuf.
Julian dan Estu kontan menajamkan fungsi indra dengar mereka, berupaya menangkap suara ganjil yang Yusuf maksud. Tiga detik pertama, keduanya belum mendengar apa-apa. Di detik ketujuh, barulah pekikan minta tolong merangsek paksa ke telinga mereka.
"Suara Karin bu—"
"Brengsek!"
Ucapan Estu terpotong sebab Julian lebih dulu mengumpat dan berlari meninggalkannya. Sekarang ia dan Yusuf bertukar tatap bingung. Namun, keduanya langsung tancap langkah begitu menyadari bahwa marabahaya besar mungkin sedang mengancam Karin di sana, dan Rizal adalah satu-satunya nama yang terbesit di benak Estu saat ini. Ya, selain ketiga pemuda itu, Julian juga mengajak Karin dan Nirmala ke rumahnya.
Kala mencapai pagar rumah Julian, umpatan Estu langsung mengudara. Dia beserta Yusuf tergesa-gesa menyongsong Julian yang kini sedang baku hantam. Semula empat lawan satu, kemudian berubah tiga vs empat. Tentang siapa orang-orang asing ini, dugaan Estu tidak meleset sama sekali, memang Rizal dan antek-anteknya.
Estu menarik kasar bahu seseorang yang baru saja melayangkan pukulan pada Julian, membalasnya telak tepat di rahang. Lelaki berperawakan tinggi kurus dengan muka kusut masai itu pun tersungkur ke paving block, jatuh meringkuk sembari mengaduh kesakitan di bawah sana. Estu sendiri mengibaskan tangan di udara sambil meringis nyeri merasakan denyutan di buku-buku jarinya. Tidak seperti jagoan dalam film yang akan tampak biasa saja setelah berkali-kali meninju sang lawan, berkelahi di dunia nyata sangatlah melelahkan. Baru sekali hantam pun efeknya sudah terasa.
"Asu," gumam Estu sembari mengurut tangannya. "Pegel banget ini, anjir!"
Di sisi lain, satu lawan sudah Yusuf tumbangkan dan sekarang dia sedang ancang-ancang mengalahkan seorang lagi. Dari mudahnya orang-orang ini menyerah, Yusuf tahu ada yang tidak beres. Sekilas dilihat, wajah mereka tampak lesu, tetapi jika diperhatikan baik-baik, mata mereka jelas memberitahu bahwa efek alkohol kini menguasai kesadaran keempatnya. Tahu begitu, Yusuf pun hanya menyingkir kala si tambun berambut kriwil hendak melayangkan tinjuan ke arahnya. Seperti yang Yusuf prediksi, tubuh sempoyongan itu tidak bisa mengontrol keseimbangan dan berakhir menghantam kerasnya paving block. Ringisannya dengan segera merangsek ke pendengaran Yusuf.
Walau ulu hati Julian terasa nyeri akibat sebelumnya kena pukul, dia masih memaksakan diri menghajar Rizal. Padahal sudah dihantam berkali-kali, bahkan hingga buku-buku jari Julian lecet, tetapi kesadaran lelaki itu tak kunjung lenyap. Benar, Julian memang berencana membuat si bedebah tersebut minimal pingsan, atau sekarat juga boleh, asal jangan sampai mati. Jika mematikan seseorang bukan tindak kriminal, dia tentu akan menghancurkan manusia keji itu hingga hancur lebur. Beruntung Julian masih waras untuk tidak menjebloskan diri sendiri ke balik jeruji besi hanya karena melenyapkan sampah seperti Rizal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Y O U T H | Aesdream |
Teen FictionNCT Dream 00L ft. Aespa Di kostan tembok merah jambu, delapan kisah masa muda bertemu. Pelik dan peluk menyatu. Tawa dan tangis beradu. Luka dan bahagia silih ganti bertamu. Bagi mereka, hidup itu terlampau pilu. Tapi bagi mereka pula, kepiluan hidu...