13. Selalu

1.4K 293 34
                                    

Siang itu, setelah buku-buku yang diinginkan berhasil didapat, Julian mengajak Windi singgah di sebuah tempat. Berteduh dari guyuran hujan di cafe berinterior sederhana yang mengusung tema klasik di mana pada dindingnya dipasang ornamen kayu berisi kata-kata filosofi kehidupan.

Dua gelas matcha latte telah dipesan. Sambil menunggu minuman datang, Julian yang pura-pura sibuk main Instagram sesekali curi pandang pada seseorang di kursi seberang. Pada Windi yang tengah fokus membaca salah satu buku hasil buruan mereka sebelumnya. Hari ini, Julian melihat penampilan gadis itu agak berbeda. Jika biasanya Windi tampil dalam balutan abaya simpel yang memberi impresi anggun, maka di kesempatan kali ini OOTD-nya tampak modis. Tambah cantik dan makin memesona. Tidak main-main aura dewasa yang dipancarkannya. Julian suka. Sangat.

"Julian," panggil satu suara lembut.

Julian mengangkat pandangan, tatapannya langsung terarah pada sepasang manik cokelat di balik kaca transparan yang Windi kenakan.

"Kenapa, Win?" Pemuda itu menaruh ponselnya di meja supaya bisa fokus mengobrol dengan sang gebetan.

"Hari ini Yusuf ada kegiatan apa, ya? Soalnya semalam dia bilang bisa nemenin aku nyari buku hari ini, tapi tadi pagi pas aku telepon buat mastiin, dia bilang ada urusan mendadak."

"Ah ...." Julian mengusap tengkuk, kepalanya sibuk mencari alasan. Tidak mungkin dia memberitahu kebenaran mengenai Karin, 'kan? Juga, kenapa gadis di depannya ini masih saja penasaran pada urusan Yusuf padahal di sini sudah ada dirinya yang bisa menggantikan? Julian cemburu?

Jangan ditanya, sudah kepalang jelas jawabannya. Iya, tentu saja. Sebagai seorang lelaki yang mendambakan hati Windi, dia sedikit tidak suka nama lelaki lain dibawa-bawa dalam obrolan mereka. Bahkan meski itu Yusuf sekalipun. Sejatinya Julian tidak pernah melihat sang sahabat sebagai saingan, sebab jika dia nekat mengajak Yusuf berlomba, baru mulai pun telah pasti siapa yang keluar jadi juaranya.

"Kalau emang gak tau, gak apa-apa, kok." Windi terkekeh melihat wajah Julian yang kentara sedang berusaha mencari jawaban atas tanyanya. "Aku cuma khawatir dia kenapa-napa. Bisa aja dia cuma alasan ada urusan, padahal mungkin tiba-tiba gak enak badan tapi gak mau bikin cemas orang lain. Apalagi terakhir kali ketemu beberapa hari yang lalu, dia hujan-hujanan nganterin aku pulang."

Untuk informasi cuma-cuma dari Windi barusan, Julian sukses dibuat bungkam. Kaget mengetahui ternyata Yusuf pernah mengantarkan Windi tanpa sepengetahuannya. Julian tidak melarang Yusuf untuk mendekati Windi, hanya saja pergerakan pemuda itu yang tidak disangka-sangka ini terasa ganjil baginya. Menyatukan fakta ini dengan apa yang dia dengar tadi pagi, tentang sang sahabat yang akan melakukan apa saja untuk mengusahakan kebahagiaannya, Julian jadi bertanya-tanya dalam hati; Yusuf enggak lagi mainin perasaan gue, 'kan?

"Yusuf sering nganter kamu pulang?" Julian simpan dulu jawaban dari keingintahuan Windi perihal Yusuf sebab rasa penasarannya kini jauh lebih mendesak. Benaknya mengumpat keras-keras, muak sekali pada rasa cemburu yang sulit diredam.

"Enggak, baru sekali aja. Itu pun karena udah sore, hujan pula, dan kebetulan hari itu aku gak bawa motor." Buku yang masih terbuka di hadapannya, Windi geser sedikit supaya bisa menumpukan kedua lengan di meja. "Kenapa emangnya?"

Senyum Julian mengembang menawan. Bukan jenis lengkung bibir tengil yang sarat gurat-gurat jahil, melainkan seulas ketulusan yang mencerminkan kelegaan "Pengin tau aja, siapa tau besok-besok aku dikasih kesempatan buat nganterin juga."

[✓] Y O U T H | Aesdream |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang