gaada judul

65 40 105
                                    

Nata, adik perempuan Adya yang masih menduduki bangku kelas enam SD, berjalan dengan wajah yang ditekuk sejak dirinya melangkahkan kaki memasuki rumah kecil keluarga pak Agus, bapak Adya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nata, adik perempuan Adya yang masih menduduki bangku kelas enam SD, berjalan dengan wajah yang ditekuk sejak dirinya melangkahkan kaki memasuki rumah kecil keluarga pak Agus, bapak Adya.

Adya yang menyadari hal itu, segera menghampiri adik bungsunya dengan raut wajah khawatir. "Nata, kamu kenapa? Kok mukanya ditekuk gitu, senyum, dong." Adya berjongkok di depan Nata, laki-laki itu menempelkan dua jari telunjuknya pada kedua sudut bibir Nata, menciptakan lengkungan manis yang terukir indah di wajah gadis kecil berusia dua belas tahun itu.

Meski senyumnya terkesan dipaksa, namun tidak mengurangi kesan menawan pada diri seorang Nata Agustiar.

"Kak ...," rengek Nata. Kedua tangannya ia gantungkan pada leher Adya yang masih berjongkok di hadapannya.

Adya tersenyum manis pada adik kecilnya, lalu bertanya, "kenapa, hm? Ratu kecil Bang Adya laper, ya?"

Nata menggeleng.

" Yakin? Padahal, Abang udah masakin telor mata sapi, khusus buat Nata," kata Adya, dengan nada lirih yang sengaja ia buat-buat.

Nata tidak menggubris perkataan Adya. Gadis kecil itu kembali merengek seraya menggoyangkan lengan Adya beberapa kali. "Bang ...."

"Nata kenapa? Ada masalah? Atau, ada yang galakin Nata, di sekolah? Sini, kasih tau Abang. Biar Abang marahin orang yang udah berani bikin Ratu Abang sedih." Tangan Adya terulur untuk menangkup kedua pipi tembem milik Nata. Laki-laki itu mengelus wajah adiknya, penuh sayang.

Nata mendongak, menatap kedua manik indah sang kakak. "Tapi, abang janji, ya, Abang jangan marah."

" Mana mungkin abang marah sama Ratu Abang," ucap Adya, laki-laki itu mengelus puncak rambut adiknya, gemas.

"Janji dulu!" Nata mengacungkan jari kelingkingnya, mengintrupsikan pada Adya agar laki-laki itu juga melakukan hal yang sama.

Adya tersenyum manis yang dibarengi dengan anggukan, cowok itu menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Nata. "Iya, Abang janji."

"Sekarang, sini cerita ke Abang. Nata ada masalah apa, hm?"

"Nata ... Nata di ejek, Bang, sama temen-temen Nata di sekolah. Katanya, Nata bukan anak orang kaya. Nata gak pantes sekolah di SMP yang elite, pas udah lulus nanti ...," ucap Nata sambil menunduk. Intonasi suaranya terdengar pelan, nyaris tidak terdengar.

Adya terdiam, seketika mimik wajahnya berubah datar. "Siapa yang udah ngata-ngatain Nata kayak gitu? Bilang ke Abang."

"TUH, KAN, ABANG IH, KATANYA GA BAKALAN MARAH!" Nata menghentakkan kakinya ke atas lantai. Wajahnya memerah, bibirnya ia kerucutkan dengan tangan yang dilipat di depan dada.

"Tapi temen-temen kamu udah kelewatan, Nata. Kamu harusnya ngelawan, jangan biarin mereka berlaku seenaknya sama kamu."

Nata menggeleng cepat. "Kalau Nata ngelawan, nanti mereka ngadu sama orang tuanya. Mereka anak pejabat, Nata gak mau ibu sama bapak jadi kena masalah gara-gara hal sepele kayak gini."

MISKUWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang