"Hari ini ulang tahun Juna, Pa. Kita harus rayakan di rumah Nenek. Papa jangan ke luar kota dulu, ya? Kan bisa ditunda dulu pertemuan dengan klien nya."
Pria berkepala empat yang berada di samping wanita berusia sekitar 35 tahun itu menghela napas pelan. Sedetik kemudian, matanya melirik sekitar dan menoleh ke arah celah pintu yang terbuka. Saat itu pula tatapannya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sebentar lagi usianya genap 8 tahun tengah mengintip di balik pintu kamar dengan wajah datar.
Anak laki-laki itu perlahan mundur dan bergeser ke kiri ketika pria dewasa yang biasa dipanggil Juan itu tetap menatapnya intens bahkan setelah satu menit berlalu.
Anak laki-laki bernama lengkap Arjuna Haidar Muzakki itu tanpa sadar menyenggol vas bunga yang terbuat dari kaca di atas meja hingga terjatuh ke lantai. Ketika ia menyadari terdapat suara barang terjatuh di belakangnya dan memutar tubuhnya untuk melihat barang apa yang tak sengaja iya jatuhkan, kakinya tak sengaja tertancap butiran-butiran kecil pecahan kaca dan sebuah pecahan kaca yang paling besar seukuran kuku jari kelingkingnya.
Anak laki-laki itu merasakan kakinya melemas usai lukanya mengeluarkan banyak darah seperti baru saja tertancap banyak pecahan kaca berukuran besar. Ia terduduk lemas dan pingsan setelah berhasil mencabut pecahan kaca di kakinya menggunakan tangan kecilnya.
Sepasang suami-istri yang baru saja menyelesaikan perdebatan mereka keluar dari kamar mereka dan terkejut begitu mengetahui anak laki-laki mereka pingsan hanha berjarak satu meter dari tempat mereka berada. Terlebih lagi, anak laki-laki tersebut mengeluarkan begitu banyak darah hingga darahnya tampak menggenang di ujung kakinya hanya dalam dua menit.
"J-Juna..." Wanita itu menutup mulutnya dengan mata yang seketika memerah menahan tangis.
"Pa! Juna kenapa, Pa?!" Seru wanita itu setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya sembari buru-buru menghampiri putranya dan menggendongnya, lalu merebahkannya di atas sofa. Sementara suaminya yang semula bingung, segera berlari kecil menghampiri satpam dan supir pribadinya untuk mengintruksi supaya satpamnya membukakan pintu gerbang dan supirnya membantu membukakan pintu mobil serta menyetir mobil menuju rumah sakit terdekat.
*****
"Setelah saya periksa, kami menemukan adanya gejala-gejala yang memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa anak bapak saat ini menderita penyakit ITP. Singkatnya, ITP atau Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah penyakit yang menyebabkan tubuh mudah memar atau berdarah."
Dokter itu melanjutkan, "hal ini terjadi karena rendahnya jumlah sel keping darah atay trombosit dalam tubuh. Trombosit adalah sel darah yang berperan dalam proses penggumpalan darah untuk menghentikan perdarahan."
Juan mengangguk-anggukkan kepalanya paham seraya memasang wajah serius. Walau sebenarnya, ia sebelumnya telah memprediksi bahwa hal seperti ini sudah pasti terjadi. Akan tetapi, ia tidak menyangka akan terjadi secepat ini. Karena pada dasarnya, ialah satu-satunya yang membaca riwayat pemeriksaan kesehatan milik putranya.
"Ketika jumlah trombosit rendah, seseorang akan mudah mengalami memar atau perdarahan," setelah menjelaskan kondisi Juna, dokter berkacamata bulat berwarna hitam tersebut lantas pergi meninggalkan pria dewasa yang merupakan ayah dari pasien unit gawat darurat yang baru saja selesai ditangani di depan ruang UGD sendirian.
Mama Juna berlari kecil menghampiri suaminya usai mengurus biaya rumah sakit dan langsung bertanya bagaimana keadaan putra keduanya.
Juan menepuk pelan pundak istrinya, lalu berkata, "kata dokter, anak kecil itu hanya harus dijauhkan dari benda-benda tajam dan kegiatan ekstrim yang dapat menyebabkan lebam atau memar."
"Mana mungkin Mama biarkan Juna mendekati hal-hal berbahaya seperti itu, Pa. Mama juga nggak akan setega dan seceroboh itu dalam mengurus anak. Papa tenang aja, Mama janji, ini pertama dan terakhir kalinya Juna masuk rumah sakit."
Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu pun, nyatanya Juna masih harus bolak-balik rumah sakit hingga ia merasa lelah dengan kondisi tubuhnya yang kelewat sensitif.
"Juna capek, Bu. Juna pikir setelah Juna diadopsi, Juna hanya harus bersyukur atas nikmat Tuhan dan berdoa supaya Ibu tenang di atas sana. Tapi ternyata, bahkan setelah Juna tinggal dengan orang kaya pun, tanpa ibu, rasanya Juna nggak bisa bahagia lagi seperti dulu, Bu."
Remaja SMA yang tengah berjongkok sembari menebarkan bunga-bunga cantik yang ia beli dari toko bunga termahal untuk almarhumah ibu tercinta itu tiba-tiba menyunggingkan senyum.
"Juna baru sadar, kalau Juna itu dulu sosiopat, Bu," katanya terkekeh pelan.
"Juna tau kalau Juna sosiopat dari Riri, tapi sekarang..." Juna menempatkan tangannya di atas batu nisan sang ibu, kemudian ia melanjutkan ucapannya dengan ekspresi wajah yang jauh berbeda, "Riri udah nggak ada, Bu."
TBC[Released on : August 28th, 2024]
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From Fate
Teen Fiction"Permainan paling tidak menyenangkan di dunia ini adalah permainan takdir." - Riri Anatya Zahra "Bahkan jika kamu membenci takdir Tuhan, kebahagiaan yang kamu rasakan kemarin, saat ini dan esok juga merupakan takdir." - Arjuna Haidar Muzakki ***** "...