Part 9 : Part Time

1.9K 328 20
                                    

"Berterimakasihlah dengan temanmu ini, hahaha." Rea tertawa bangga setelah mendapat kabar kalau Hana akan membantu Shena dalam pelajaran kimia sembari membantunya mengurus toserba di malam hari.

"Sakit jiwa ni orang." Erza hanya bisa geleng-geleng. Matanya fokus pada soda kalengan yang kini ada digenggamannya.

Oh ya? Ngomong-ngomong soal soda kaleng, pertanyaan Erza soal kenapa Kevin penasaran tentang dirinya masih belum terjawab. Mungkin Erza yang terlalu overthinking karena bisa saja pertanyaan itu cuma caranya supaya bisa basa-basi. Anggap saja hanya pertanyaan trivial.

"Kapan lo bakal pergi? Udah izin Om Hildan? Hana udah setuju 'kan?"

Demi apa, Rea yang malah excited padahal yang akan bekerja itu Erza.

"Banyak tanya lo kampret," sahut Erza.

Kelas biasa sepi saat jam istirahat telah berbunyi. Tapi tidak benar-benar sesepi itu karena beberapa murid masih menghuni bangkunya. Seperti Erza dan Rea yang baru saja kembali setelah membeli beberapa snack dan minuman. Biasanya mereka akan diam di kantin, tapi kali ini kantin sedang ramai. Maklum setiap kali geng Arhan dan geng Helena ada di tempat yang sama, semua orang sibuk memperhatikan. Tipikal murid-murid kepo dengan urusan percintaan orang lain, yah meski mereka hanya memperhatikan untuk mendapatkan info gosip lainnya.

"Gue bisa temenin lo kalo sore-sore, tapi kalau malam nggak bisa."

"Up to you."

***

Sepulang sekolah, keempat gadis itu bertemu di tempat parkiran. Rea dan Hana menggunakan motor sedangkan Nabila yang rumahnya dekat cukup dengan menggunakan sepeda. Lain lagi dengan Erza yang paling nyaman hanya dengan memesan taksi.

"Lo udah tau alamatnya, 'kan?" Tanya Hana setelah meng-share lokasi pada Erza—barusan tukar nomor. Erza mengangguk singkat. "Gue mau ke Kafe Aster dulu habis ini, nanti sekitar jam setengah delapan malam baru gue ke toserba."

"Oh, oke."

"Tenang aja. Di sana ada Beni kok yang bakal bantuin lo ngapa-ngapain dan jelasin apa yang harus lo tau. Walaupun habis itu dia bakal pulang kampung sih," jelas Hana sambil tersenyum manis. Tatapannya memang tampak sebercahaya itu karena dia pemeran utama ya? Serius, dia keliatan bersinar. Nggak jauh beda sama Arhan.

"Kalo gitu gue pulang dulu," ucap Erza seraya mengikuti arah gerakan motor Rea yang keluar parkiran. Tidak lama setelah itu, taksi yang ia pesan datang dan Erza segera naik.

Awalnya Erza biasa saja soal kerja malam. Toh dulu keluarganya juga tidak ada yang peduli dengan apa yang akan ia lakukan. Tapi Erza tidak tau bagaimana reaksi Hildan. Entah dia tipe Ayah yang akan melarang putrinya keluar malam atau malah mengizinkannya bebas melakukan apa pun yang ia mau.

Gerbang tinggi warna hitam itu kini tampak familiar setelah tampak dari jangkauan mata. Awalnya Erza akan merasa rumah itu asing lantas kemudian tersadar akan keberadaannya yang masih dalam novel sialan itu. Erza benar-benar ingin terbangun dan kembali ke kehidupan flatnya. Setidaknya itu menenangkan dari pada harus bersusah payah memperbaiki kehidupan Shena.

"Ayah belum pulang, paling sekitar sejam lagi dia baru ada di rumah," gumam Erza.

***

Baru sampai di toserba, Erza langsung di sapa cowok jangkung berkacamata itu di depan pintu kaca. Sepertinya dia sudah bersiap dari tadi melihat gelagatnya memang tampak seperti orang yang sudah lama menunggu.

"Hai!"

Erza terkejut saat sebuah tepukan terasa di pundaknya. Kepalanya menoleh, menatap sosok gadis berambut pendek dengan semir ungu di ujung rambutnya. Kaos oblongnya tampak kusam dan sebuah jaket melingkari pinggangnya.

Supernumerary : FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang