prolog

8.6K 485 31
                                    

hi, selamat datang
semoga suka sama alurnya
jangan lupa vote n komen y’all

Suasana rumah besar itu menciptakan hening beberapa detik yang lalu. Baru saja, pembicaraan pria paruh baya itu mampu membuat kedua remaja asing itu sedang berpikir berulangkali untuk menyetujuinya.

Sudah hampir sepuluh menit mereka saling berdiam, tidak ada yang ingin lebih lanjut bicara.

Pria itu kembali mengembuskan napas untuk sekian kalinya. "Jadi gimana, Rey?" tanya pria itu kepada remaja laki-laki bernama Rey.

"Enggak, Pa."

Pria itu tampak menahan kekesalannya, "Rey?"

Rey menyilangkan tangan di depan dada. "Udah aku bilang, aku enggak setuju." ia sudah muak dengan perjodohan tidak jelas ini. Orang tuanya tidak bilang jika dirinya akan dijodohkan dengan seorang gadis asing.

"Kamu tidak boleh menolaknya. Kami semua sudah setuju, tinggal kamu saja yang harus menyetujui perjodohan ini," ucap Adre, papanya.

Rey terkekeh, ia menatap balik. "Tanpa aku setujui pun, perjodohan ini akan tetap berlanjut, kan?"

Arsyi, mama Rey langsung bertindak. Wanita cantik itu menghampiri putranya, tersenyum hangat sambil mengusap bahu sang anak. "Rey, Mama mau bicara." ia langsung menoleh dengan sebelah alis terangkat.

"Dalam hidup, ada banyak sekali yang awalnya memang terpaksa, tapi lama-lama itu akan terbiasa. Terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan, tapi bagi kami itu adalah kebaikan untuk kamu yang merupakan hal benar untuk di setujui," ungkap Arsyi.

Rey terdiam, perkataan Arsyi mampu membuat otaknya berpikir. Apakah harus dengan cara terpaksa? Tetapi, jika orang tersebut menjalani sesuatu dalam kata kebaikan yang artinya memang tidak ada pilihan lain untuk menolak.

Rey menghela napas. Ia kembali menatap Arsyi dengan senyuman tipis. "Oke .... sekalipun aku nolak, kalian bakal terus terang sama aku." tatapan Rey sempat melirik ke arah seorang gadis yang sedang menunduk. Arsyi yang mendengar itu langsung senang, begitu juga dengan Adre.

"Mama enggak pernah ragu soal kamu, Nak. Mama yakin keputusan kamu adalah yang paling tepat."

Adre beralih menatap temannya yang berada di samping. "Anakmu juga sudah menyetujui hal ini, kan, Reno?"

Reno yang diketahui adalah orang tua tunggal dari calon tunangan Rey itu mengangguk. "Tentu saja. Benar begitu, Ra?"

Gadis itu mendongakkan kepala. Matanya tepat hanya fokus tertuju kepada Rey. Ia memandang laki-laki itu dengan tatapan sulit diartikan, lalu mengangguk pelan kepada Reno. "Iya."

Adre mengangguk cepat. "Baiklah. Kalau begitu langkah kita selanjutnya adalah mempersiapkan yang lain."

Tidak berselang lama, orang dewasa itu akhirnya hanyut dalam setiap obrolan.

"Kita makan dulu, ya? Saya sudah memasak untuk acara ini. Mari." Arsyi berdiri, menuntun suami serta mengajak Reno menuju ruang makan.

Mereka bertiga sudah berada di meja makan. Suara tawa mendominasi suasana yang menyenangkan dalam satu waktu. Kini, tinggalah mereka berdua dalam keadaan hening yang menyelimuti.

"Lo," tunjuk Rey. Gadis itu mendongak kembali dengan alis bertaut. "Kenapa lo setuju?"

Gadis itu terdiam.

"Lo serius, mau terima perjodohan ini? Come on, kita masih sekolah. Enggak mungkin kalau orang-orang tahu kita tunangan."

Gadis itu mendengarkan setiap perkataan Rey. Tapi jika Reno sudah memutuskan suatu hal yang tidak bisa terbantah, dirinya bisa apa.

KANARA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang