"Aku meminta maaf sebelumnya, tetapi apakah kamu bersedia menungguku ? Maksudku, suatu saat nanti aku akan menikahimu. Kita akan hidup bahagia berdua dengan anak-anak kita nanti, tentunya setelah perusahaan warisan ayahku jatuh sepenuhnya ke tanganku. Dan jika itu terjadi, aku akan segera menceraikan Khadijah, dan kamu akan menjadi satu-satunya wanita yang kucintai, sayang. Percayalah kata-kata ku ini, kumohon."Wanita itu hanya bisa terdiam mendengar ucapan penuh janji dari seorang pria di hadapannya. Sedangkan si pria berusaha meyakinkan sang Wanita dengan mengenggam kedua tangan wanita itu erat dengan sorot mata ingin diyakinkan. Memang cukup sulit mempercayai ucapan pria beriris hitam kelam itu yang lebih terdengar sebagai buaian belaka. Namun wanita itu tak bisa meninggalkan pria yang sangat ia cintai itu begitu saja. Hatinya masih menginginkan pria itu walau otaknya sudah beberapa kali mengatakan segera pergi menjauh dari pria itu dan lupakan.
"Irene, plis, percaya sama aku."
Satu kalimat penuh permohonan itu berhasil membuat iris coklat tua Irene naik memandang balik sang Pria. Tatapannya begitu sendu dengan ekspresi wajah yang rumit. Mau bagaimanapun keadaan ini benar-benar membuatnya berada di pilihan yang sulit.
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Kamu bersedia nungguin aku kan?" tanya pria itu meminta penjelasan. Karena sedaritadi Irene hanya diam saja tak menanggapi ucapannya, sedangkan dia butuh jawaban yang pasti.
"Mas Orion, aku--"
"Kamu bisa percaya sama aku!"
Belum selesai Irene menyelesaikan ucapannya, pria bernama Orion itu menyela dan kembali menumbuk iris coklat tua di depannya. Membuat Irene tercekat saat itu juga. Seakan waktu membeku.
Irene menyudahi kontak mata itu, perlahan ia melepas genggaman tangannya, memalingkan pandangan. Dia menghela nafas perlahan, mengambil oksigen di sekitarnya yang sempat terasa menipis. Ekspresi wajah Irene membuat Orion meneguk salivanya pelan. Dia takut permintaannya ini ditolak oleh sang kekasih. Pasalnya permintaan yang dimintanya memang terdengar mustahil. Mana ada wanita yang mau dijadikan pilihan kedua? Namun dia tidak ada pilihan lain. Orion sangat mencintai Irene. Dia belum siap untuk kehilangan wanita yang selama ini menemaninya dalam suka dan duka tersebut. Masa depan yang dia inginkan selama ini memang bersama Irene Pramesti. Namun karena surat wasiat sang Ayah, dia harus menikahi wanita lain yang sebelumnya sama sekali tidak dia kenal. Ayahnya sudah mewasiatkannya sebelum meninggal ia harus menikahi seorang wanita yang merupakan anak dari guru spiritualnya sendiri.
Karena itu surat wasiat dari ayahnya sendiri, mau tidak mau dia harus melaksanakannya walau dengan setengah hati. Karena kalau dia tidak segera melaksanakan perintah wasiat itu, bisa-bisa perusahaan tidak jatuh ke tangannya.
"Irene?"
Orion mengguncangkan bahu Irene berkali-kali menuntut jawaban, membuat wanita itu kembali tersadar dari lamunannya. Orion menghela napas ketika Irene sama sekali tidak membuka mulut. Tampaknya dia memang harus pasrah kalau Irene sebentar lagi akan menolak permintaannya. Seharusnya dia tahu, kalau hal itu tidak akan mungkin terjadi. Dia tidak akan mungkin bisa mengenggam keduanya secara bersamaan, harus ada salah satu yang dikorbankan. Dan sepertinya, dia harus mengubur dalam-dalam mimpinya untuk bersama dengan Irene selamanya.
"Baiklah, aku mengerti. Aku--"
"Aku setuju!"
"Eh?" detak jantung Orion seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika Irene menyela perkataannya dan mengatakan persetujuannya. Seketika senyum tergambar dari wajahnya yang tampan, Orion sama sekali tidak menyangka kalau Irene benar-benar akan menyetujui ide gilanya. Padahal tadinya dia sudah pasrah jikalau wanita itu menolaknya, tetapi karena Irene sudah mengatakan 'setuju', semangatnya kembali bangkit. Saking bersemangatnya, dia langsung merengkuh tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Menyembunyikan wajahnya diantara ceruk leher sang Wanita dan mencium dalam-dalam aroma stroberi yang menguar dari tubuh wanita itu yang selalu menjadi kesukaannya.
Sementara Irene hanya terdiam dalam pelukan Orion, masih merenungkan apakah keputusannya untuk terus bersama dengan pria itu benar atau tidak? Karena secara tidak langsung, Irene membuat pintu masuk nerakanya sendiri.
**
"Saya terima dan nikahnya Khadijah Putri Al-Furqan binti Ali Al-Furqan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah!!"
"Alhamdulilah."
Mushola Al- Furqan menjadi saksi bisu atas ijab kabul yang baru saja diucapkan Orion dengan lancarnya beberapa saat yang lalu. Semua hadirin dan para saksi bersuka cita atas akad nikah yang baru saja dilaksanakan itu. Mereka saling berbisik dan mengomentari soal pengantin wanita maupun pria yang terlihat cantik dan tampan. Orion memakai tuxedo putih serta dasi kupu-kupu berwarna hitam ditambah rambut hitam legamnya yang sengaja ditata rapi semakin membuatnya terlihat 2x lipat lebih tampan dari biasanya. Sedangkan pengantin wanitanya, Khadijah Putri Al-Furqan, juga tak kalah memesonanya. Dia memakai kebaya warna senada yang cukup sederhana tetapi tetap terlihat elegan, ditambah riasan make up yang pas dengan wajahnya yang sebenarnya cantik walau tidak memakai riasan apapun. Hijab putih yang dipakainya pun membuat penampilannya semakin anggun. Khadijah bak bidadari yang turun dari kayangan.
Sosok wanita yang diidamkan banyak akhwat saleh, kini telah sah menjadi seorang istri dari Orion Taher yang merupakan Ceo di sebuah perusahaan besar yang dikelola keluarganya. Benar-benar perpaduan yang pas.
Setelah sesi doa telah selesai, Orion mencium dahi sang Istri untuk pertama kalinya. Pria itu melakukannya barangkali dengan setengah hati, karena mau bagaimanapun sempurnanya sosok istrinya kini, ia belum mampu untuk menjauhkan Irene dari pikirannya. Ia mencium kening Istrinya dengan pikiran masih memikirkan apakah Irene akan sedih jika wanita itu melihat semua ini?
Sementara Khadijah hanya menundukkan pandangan dalam saja ketika seorang laki-laki mencium keningnya untuk pertama kali. Rona merah terlihat jelas dari wajahnya bahkan walau dia memakai blush-on sekalipun. Detak jantungnya berdetak tak karuan, Khadijah tidak mengerti apa yang dirasakannya saat ini. Yang pasti hatinya merasa senang tatkala Orion mencium keningnya lalu ia mencium punggung tangan suaminya untuk pertama kali. Rasanya dia masih tidak percaya kalau saat ini dia sudah berstatus sebagai seorang istri dari pria setampan Orion Taher. Pria yang selama ini mencuri perhatiannya sejak pertama kali dia melihatnya di rumah kala itu. Pria yang dia pikir tak akan pernah bisa digapainya, kini berstatus menjadi suaminya. Alangkah bahagianya ia. Mengagumi dalam diamnya selama ini membuahkan hasil. Dia berharap pernikahannya dengan Orion Taher bertahan lama sampai maut memisahkan.
Pfttt, rasanya lucu sekaligus miris ketika Khadijah berharap seperti itu. Tapi, hey, ayolah, bukankah semua orang di dunia menginginkan hal yang sama tiap kali mereka menemukan pasangan hidup mereka? Menikah, mempunyai anak, lalu menua bersama. Tidak ada hal yang salah sebenarnya jika Khadijah menginginkan hal klise seperti itu.
Namun rasanya dia salah telah berharap seperti itu pada Orion Taher yang mempunyai wanita lain di belakangnya. Bahkan pria itu telah berencana akan meninggalkannya setelah apa yang dia dapatkan sudah berada di tangannya dan langsung menikahi wanita pujaan hatinya yang kini telah bersedia untuk menunggunya. Bukankah itu miris?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebagai Wanita Simpananmu
AléatoireMenjalani hidup sebagai seorang wanita simpanan dengan pria yang sudah berkeluarga, itulah yang dirasakan oleh Irene Pramesti (25). Ia terpaksa menjadi wanita simpanan Orion Taher (30) demi rasa cintanya pada pria itu, yang telah berjanji akan menik...