SAFIRA & JERRY (2)

718 67 5
                                    

Safira terduduk lemas di bangku panjang, di taman rumah sakit. Kepalanya masih berdenyut pusing. Dadanya serasa teriris. Air matanya mengering. Di sampingnya ada Mario, sahabat Jerry yang tanpa sadar ia hubungi ketika menemukan Jerry tergeletak pingsan, di dekat wastafel kamar mandi, dengan ceceran darah yang keluar dari hidungnya.

Safira seketika lupa nomor telepon ambulans dan yang ia lakukan hanya memanggil nomor panggilan terakhir di ponsel Jerry. Kebetulan semalam sebelum menonton film bersamanya, Jerry menelepon Mario yang merupakan sahabat sekaligus partner kerja. Mereka sama-sama arsitek dan studio design itu mereka yang membangun.

" minum dulu, Fi ", ini ketiga kalinya Mario menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Safira dan gadis itu masih tetap menggeleng.

Mario menghela nafas panjang dan berat, " gue juga shock. Denger elo teriak sambil nangis di telepon bikin gue kalut. Gue cuma denger kata berdarah dan pingsan. Di otak gue, rumah Jerry kerampokan. Sumpah demi apapun, gue nggak tahu kalau Jerry.. ",

Mario tidak bisa melanjutkan perkataannya. Seolah hanya terkumpul di kerongkongan. Entah mengapa air ludahnya terasa seperti pasir. Sakit sekali. Sulit untuk ia telan.

Tidak ada respon dari Safira. Gadis itu masih termenung sedih. Mario tidak lagi bersuara. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Mereka berdua shock bukan kepalang. Bahkan Safira nyaris pingsan ketika mendengar penjelasan dari dokter Anwar, dokter yang menangani kesehatan Jerry sejak awal. Dan saat ini Jerry yang masih dalam kondisi tidak sadarkan diri, sudah ditangani di ruang intensif.

" elo mau ke ruangan Jerry? ", tanya Mario

Safira sedikit menolehkan kepala, lalu mengangguk di detik berikutnya.

.

.

Safira menarik sebuah kursi untuk ia dekatkan di brankar Jerry. Tangan pria ini begitu dingin ketika ia genggam. Tapi ia lega setidaknya Jerry masih hidup karena panel oksigen yang digunakannya.

.. Bahkan sampai Tuhan memanggilku pulang, aku mau kamu yang disisiku.

.. jika tidak bisa bersatu di masa kini, maka kita tidak akan terpisahkan di kehidupan mendatang

.. Aku tahu suatu hari cuma bisa lihat kamu dari jauh.. tempat yang sangat jauh. Dan aku masih nggak rela. Aku nggak bisa..

" jadi itu maksud kamu ya, Bang? ", Safira tersenyum miris, mengingat segala ucapan Jerry yang kini ia pahami maksudnya.

" a-aku masih tunggu penjelasan kamu. Jadi kamu harus bangun. Kamu harus tanggung jawab. Kamu berhasil bikin aku ungkapin perasaan aku, tapi besoknya kamu nggak sadarkan diri seperti ini.. ", Safira kembali menangis, tapi ia menelungkupkan kepalanya disamping tangan Jerry yang masih ia genggam,

" kamu jahat, Bang.. tapi aku nggak bisa benci kamu.. aku justru makin cinta sama kamu.. ", bisiknya.

Entah karena terlalu banyak menangis atau guncangan hebat yang tiba-tiba mendera nya pagi ini, Safira terlelap di sisi brankar Jerry.


" Apa Safira kita pindahin ke sofa? Kasihan dia tidurnya begitu "

" nanti malah bangun, Tante. Mungkin kecapekan. Dia nggak berhenti nangis tadi "

Sayup-sayup Safira mendengar percakapan seorang wanita dan seorang pria di telinganya. Ketika ia menegakkan kepala, orientasinya sedikit buram. Ia menoleh dan mendapati Jerry masih tidur. Memutar kepala ke samping dan mendapati Tante Bianca dan Mario berdiri tak jauh dari brankar Jerry.

" Tante Bi~ "

" maaf, Safira kalau suara Tante bangunin kamu ", Tante Bianca mendekati Safira dan gadis itu langsung mencium tangannya. Tante Bianca mengusap lengan Safira lembut. Ia bisa melihat wajah sayu gadis cantik itu.

SHORTSTORY COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang