04

83 12 12
                                    

"Kosan lo di mana?" tanya Hilal sambil manasin motornya.

"Cisitu." sahut Karam sambil mengetik di ponselnya, tapi lihat Hilal hampir siap, dia segera memasukkannya ke saku celana. "Kosan lo di mana? Gak lawan arah kan?"

Hilal nyengir sebelum pakai helmnya. "Nanti kapan-kapan main aja."

Oh, beda arah berarti, Karam menyimpulkan begitu.

"Yuk, naik, atau mau dinaikin?"

Karam tergelak, "Pakai tangga ya," timpalnya terus naik ke boncengan motor Hilal dengan mudah.

Inginnya sih, setelah ini Hilal nyahut, "Peluk yang kenceng ke gue, Ram." tapi takutnya, bukannya pegangan, Karam malah ogah dibonceng lagi sampai berjuta-juta purnama kelak.

Jadinya Hilal gak berekspektasi banyak, lempeng saja menerobos 'jalan tikus' seperti yang dibilang Giselle menuju daerah yang disebut.

Sampai semenit kemudian, tiba-tiba terasa pundak Hilal agak memberat dan disusul sentuh gawang di sekitar pinggangnya, "Lo gak mau makan dulu, tah?"

Wanjirun, suara Karam kalau didengar dekat banget rasanya undefinition. Another sensation, another feeling, another doki-doki come from nowhere yang bikin Hilal sempat lupa menyahut.

"L-lo mau makan dulu? Ayok aja sih gua mah."

"Lo mau makan apa?"

"Apa ya? Hhm... ah, gue ada langganan kedai nongkrong gitu, kedai tapi kayak kafe. Mi tekteknya enak."

"Oh, boleh. Di mana emang?"

"Deketan daerah Cikapundung, Orchid tahu?"

"Oh..." Karam menyahut pelan, gak lantas berkata apa-apa setelahnya.

"Lo tahu?"

Tahu, tahu banget.

"Tahu, pernah ke sana." sahutnya kemudian.

"Jadi, gimana?"

"Iya, mi tekteknya enak."

Hilal merasa puas, "Oke kalau gitu! Ja, ikuzo!" (let's go)

Jelas sekali suara Hilal terdengar girang dan bersemangat seketika. Agak sedikit berbeda dengan Karam yang terdiam meski hanya dalam kurun beberapa sekon sebelum mengajak ngobrol lagi Hilal di perjalan.

Orchid. Karam pernah jadi satu pelanggan yang cukup sering ke sana dan dia gak berencana akan sering—atau bahkan hampir gak mau lagi—ke sana setelah apa yang terjadi.


・・~⊰ ⊹ ฺ . .


"Gue punya pertanyaan."

Hilal baru menyuap mi tekteknya lantas mengangguk. "Haphaa?"

Karam bertanya sambil melilitkan mi dengan garpu. "Jadi, Giselle beneran dijemput atau bawa mobil?"

Cuman tanya iseng sebetulnya, tapi Hilal tersedak sampai batuk-batuk pendek, dan bukannya minta maaf, Karam malah tertawa sambil meraih beberapa lembar tisu.

"Oke, jadi naik mobil ya? Ya ampun, astaga,"

"Gue kira lo mau nanya apaan..."

"Emang lo mau ditanya apaan?"

Gue suka laki atau enggak, gitu kali misalnya, Hilal membatin ngawur. "Tanya gue di medik gimana kabarnya, sehat?"

"Alhamdulillah."

Perfectly Perfect ╏ HyunMin/SeungJinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang