"Pat, bagaimana dengan tantangan Mama?" tanya Nikita pada anaknya yang baru saja pulang.
Pat diam saja, ia tetap melangkah dan menjauhi ibunya. Lalu, di depan pintu kamarnya, ia membalikkan badan dan menatap wajah ibunya yang tampak bingung. "Lihat saja saat pesta ulang tahunku. Mama siapkan saja segalanya," jawab Pat yang kemudian masuk ke kamarnya.
Dari omongan orang-orang di luar sana, pelan-pelan Pat merasa jika mereka benar. Selama ini, ia menaruh pikiran positif pada ibunya. Ia tak pernah menanyakan tentang ayahnya lagi bukan berarti tak mengharapkan ibunya untuk tiba-tiba jujur padanya. Selama ini, ibunya dicap begitu buruk, dari perusak rumah tangga orang hingga istri simpanan. Ia lelah mendengar omongan orang dan ingin tahu kebenarannya. Namun, ia selalu ingat waktu itu. Tangis ibunya yang membuatnya enggan bertanya. Pat percaya dengan gosip-gosip itu karena ibunya terus saja diam, seakan menyembunyikan aib itu.
Ibunya terus menyembunyikan identitas ayahnya. Pat pernah mencoba untuk mencari tahu siapa pria yang seharusnya ia panggil Papa itu. Pat tidak pernah tahu. Susah sekali menemukan pria itu. Pat sudah bertanya pada teman-teman ibunya, neneknya di kampung, atau bahkan mencari di dokumen-dokumen milik ibunya. Semua orang sepertinya sudah disuruh ibunya untuk tutup mulut, dokumen pun pasti sudah dimusnahkan.
"Pino, kamu ingin main denganku?" tanya Pat pada peliharaannya itu. "Oh, tidak? Baiklah."
Kini, Pat menaruh tasnya dan menuju tempat drumnya ditaruh. Ia ingat sekali bagaimana jeri payahnya mengumpulkan uang hingga bisa membeli drum ini. Walaupun ia membeli drum yang tidak baru, tetapi kualitasnya masih sangat bagus. Baginya, drum adalah alat musik yang bisa memecahkan emosinya.
Memegang stick, ia duduk di belakang drum dan mulai menghentakkan kaki kanannya pada pedal untuk membunyikan bass drum, ia juga mulai memukul-mukul cymbal dan kemudian snare drum. Ia mulai merasakan emosinya pecah saat suara keras drum mengisi ruangan.
Setelah puas bermain drum, Pat merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Walaupun ibunya meneriakinya untuk makan malam, itu tak membuatnya bangkit. Ponsel yang berada di dekatnya berdering, ada pesan dari Darien.
Kamu jadi tampil di pensi?
Darien
Ya.
Pat
Singkat banget balesnya. Kamu mau aku tantang?
Darien
Tantangan apa?
Pat
Tahan napas, pejamkan mata, dan ketik: Aku selalu mandi dua kali sehari.
Darien
Pat kemudian menuruti Darien, menahan napasnya, dan memejamkan mata sembari mengetik.
Aku selalu mandi dua kali sehati.
Ah, salah satu huruf!
Pat
Siapa tuh yang sehati?
Darien
Maunya siapa?
Pat
Kita boleh?
Darien
Nggak boleh!
Pat
Kenapa?
Darien
Karena because nggak pernah never.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lotta Love 「END」
Teen FictionPat, Debby, Amel, dan Gea adalah cewek-cewek yang tidak disukai di sekolah. Pat terlalu judes, Debby kelewat centil, Amel sangat mistis, dan Gea sok serius. Kalau bukan karena ekskul musik, dunia mereka mungkin tidak akan pernah bersinggungan. Menje...