Valerian menggerutu saat menyetir mobilnya menyusuri jalanan. Pasalnya, pagi ini Valerian bangun telat dan ia ada kelas jam tujuh pagi, sedangkan jam segitu sangat krusial, karena banyak orang yang berangkat kerja dan sekolah.
Selama ini Valerian tidak pernah telat. Ia selalu tepat waktu. Ia khawatir tidak bisa masuk kelas karena telat. Dosennya yang mengajar mata kuliah struktur pagi ini memang tidak galak, namun kampusnya terkenal disiplin, maka dari itu Valerian sangat panik.
Otak Valerian dipaksa untuk berpikir jalan mana yang tercepat untuk sampai di kampus. Valerian mengingat sebuah jalan. Jalan itu relatif kecil, namun Valerian yakin mobilnya cukup untuk lewat jalan tersebut. Valerian membanting stir ke kiri dan memasuki sebuah gang.
Gang tersebut untungnya tidak ramai, jadi Valerian dapat sampai kampus dengan cepat. Gang itu menuntun Valerian untuk sampai di depan kampus tanpa melewati macet tadi. Valerian memarkirkan mobilnya di basement kampusnya.
Buru-buru ia ambil tasnya dan keluar dari mobilnya. Tak lupa untuk mengunci mobilnya. Valerian lari sekuat tenaga untuk sampai di lantai dua dan masuk ke kelasnya. Untungnya, dosen yang mengajar belum datang. Valerian menghela nafasnya lega seraya duduk di sebelah Amarsa yang sedang asik bermain game.
Nafas Valerian yang tersengal-sengal terdengar oleh Amarsa. Amarsa menghentikan kegiatannya dan menatap Valerian, "Kenapa lo?"
Valerian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang tengah ia duduki dan menjawab, "Gue kejebak macet tadi."
"Diajak bareng tiap ada kelas pagi, lo gak mau. Padahal gue pake motor, lebih cepat."
Valerian mengambil alat tulis dan bindernya dari tas, "Gue udah sering ngerepotin lo, Mar."
"Ya elah, kayak baru kenal aja."
"Kan, emang?" jawab Valerian sambil menatap Amarsa datar. "Baru semester kemarin kenalan?"
Amarsa membalas tatapan Valerian dengan dingin, "Gak salah, sih."
Dosen yang akan mengajari mereka datang. Seseorang mengikuti dosen tersebut dari belakang pelan pelan. Ia berhasil masuk dan buru-buru duduk di sebelah Valerian, "Gue duduk sini, ya. Eh, Mar!"
Amarsa dan Valerian mengangkat dagunya untuk menjawab sapaan laki-laki itu. Valerian mendekatkan kepalanya ke laki-laki itu dan berbisik, "Saga, trik masuk kayak tadi, gimana? Gue denger dulu ada kating yang kayak gitu jg, belum sempet masuk udh dikunci."
Laki-laki bernama Saga itu menjawab, "Kurang gercep."
Ucapan Saga menyudahi aktivitas ngobrol-mengobrol mereka. Mereka kini memperhatikan dosen yang mengajar.
#
Mata kuliah Struktur sudah selesai, saatnya Valerian mengembalikan kaset-kaset tersebut. Saat ia mau beranjak, tangan Valerian dipegang oleh Amarsa. "Lo udah ngembaliin kaset?"
Valerian menatap Amarsa datar, "Kita ada kelas pagi, Mar. Ya, belum, lah!"
"Ya udah, gak usah ngegas," gerutu Amarsa. "Habis ini langsung ke sana lagi, dong?"
Valerian hanya mengangguk. Ia sudah lelah. Otaknya ia paksa untuk berpikir selama dua jam untuk menyelesaikan soal-soal responsi Struktus. Mata kuliah Struktur ini sangat membebani sebagian besar mahasiswa arsitektur Neo, karena mereka akan mendapatkan materi selama dua jam dan dilanjut mengerjakan responsi selama dua jam. Jika soal responsi itu hanya memuat satu sampai lima soal, tidak susah. Namun, soal responsi ini menyuguhkan lebih dari 20 soal.
Seharusnya 20 soal tersebut dikerjakan secara berkelompok, namun kelas yang diikuti Valerian, Amarsa, dan Saga malah meminta untuk dikerjakan secara individu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Evidence
Teen FictionSiapa yang tidak kaget jika tiba-tiba saja dirinya menemukan kaset yang berisi permohonan pertolongan karena dirinya akan dibunuh? Valerian dan Amarsa mempunyai kehidupan sebagai mahasiswa arsitektur yang normal. Kehidupan normal itu hilang sekejap...