• P R O L O G •

60 4 0
                                    

"Ketika hatiku hancur, perahuku terbakar, tidak ada yang penting lagi. Itu memang akhir dari kebahagiaan, tapi awal dari kedamaian"
-Dayana Andhira Greesa

•••

"Bagus kalo lo udah tahu gue pacaran sama Fira, jadi gue gak perlu repot buat ngasih tahu"

"Tapi dia saudara aku Yan kenapa kamu tega?"

"Asal lo tahu Ra, gue selama ini deketin dan pacaran sama lo untuk bisa kenal sama Fira dan berharap bisa pacaran sama dia. Gue sukanya dia bukan lo"

•••

"Lo tahu kalo Arian itu pacar gue?"

"Iya gue tahu"

"TERUS KENAPA LO PACARAN SAMA DIA?"

Plak

"Berani lo teriak di depan gue? GUE SENGAJA PACARAN SAMA ARIAN SUPAYA LO HANCUR ANDHIRA"

•••

"Gue ini juga adek lo kak"

"Adek gue cuma Fira, lo bukan adek gue"

"Gue juga anaknya Papa dan Mama"

"DIEM LO, MENDING LO PERGI DARI HADAPAN GUE"

•••

"Ma, kepala Ara pusing, dada Ara juga sakit"

"Gak usah manja, sakit dikit langsung ngeluh"

•••

"Pa, ambilin rapot Ara ya?"

"Gak bisa, Papa harus ambil punya Fira. Dia jauh lebih penting dari pada kamu. Ambil sendiri, belajar mandiri"

•••

Andhira memeluk dirinya sendiri bersama dengan luka yang menganga, kenapa semua orang berlomba-lomba untuk menghancurkannya?

Disaat seperti ini, ia butuh seseorang untuk ia jadikan tempat untuk pulang. Ia butuh sebuah dekapan untuk ketenangan, ia butuh bahu untuk sandaran, ia butuh seseorang yang bisa ia jadikan tempat bercerita tentang hidupnya yang malang.

"Gue salah apa?" dengan suara yang parau karena terus-terusan menangis, Andhira memukuli dadanya yang terasa begitu sesak.

"Gue selalu berusaha buat jadi yang terbaik, gue selalu berusaha untuk buat mereka gak marah. Dan gue selalu berusaha untuk mendapat kasih sayang dari mereka. Ta-tapi kenapa malah kehancuran yang gue dapat?" Andhira semakin histeris dengan terus memukuli dadanya berharap bisa meredakan sesak yang ia rasa.

"Pa, Ma, Kak, Andhira ini keluarga kalian atau bukan" lirihnya menatap kosong didepan, tumpahan air mata yang mengalir semakin deras di pipinya.

"Lebih baik kalian langsung bunuh Andhira, dari pada menghancurkan perlahan. Itu malah buat sakit"

Andhira berdiri, ia mulai melangkahkan kakinya. Tatapannya kosong, seperti tidak ada lagi harapan hidup dan semangat hidup. Tapi, memang itu nyatanya.

Di bawah hujan yang deras dan di malam yang sepi, Andhira berjalan sendirian menyusuri sudut jalan. Tubuh yang basah kuyup karena hujan tidak ia pedulikan. Ia tidak tahu kemana lagi harus pulang, rumah yang harusnya menjadi tempat ternyaman nyatanya menjadi tempat siksaan.

Dengan pandangan kosong, tanpa menoleh sekitar Andhira berjalan ke tengah jalan. Sorot lampu dari sebuah truk kontainer yang menyilaukan membuat ia tersadar bahwa ia di tengah jalan.

Namun, kakinya enggan untuk segera berjalan menghindar. Mungkin, ini saat nya ia harus mengakhiri hidup yang tak pernah memberi kebahagian.

"Tuhan, aku lelah..."

Hingga truk kontainer itu sudah semakin mendekat, bahkan suara klakson dari sopirnya tidak ia hiraukan. Seakan ia menulikan pendengarannya.

Tin tin

Hingga...

"LO GILA HA?" bentak seseorang yang berhasil mendorong tubuh Andhira hingga jatuh di aspal yang dingin karena lelehan air hujan.

•••

Hai, selamat datang di cerita keduaku: )

Semoga kalian bisa menerima ceritaku dengan baik💜

Jangan lupa tekan vote dan kasih komen kalian kalo suka, karena itu sangat berarti buatku💜

Eittss, jangan lupa follow juga ya akun wattpadku @wattpadnofi_ dan juga akun Instagram ku @iam.nofii

See you next part💜💜


zulia nofitasari

Minggu, 10 April 2022

ANDHIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang