Jejak Berbekas

138 24 1
                                    

Tulisan ini menggunakan nama manusia canon & fanon para karakter!

Dirga = Indonesia

Abel = Netherlands

Razak = Malaysia

Philip = Filipina

Ryan = Singapura

Kasem =Thailand

Lien = Vietnam

Laura = Belgia

Luca = Luksemburg

Yao = Tiongkok/Cina


***

Dirga hanya bisa terdiam ketika membuka mata, pandangannya yang buram menyisakan warna-warna abstrak yang terasa familier. Setidaknya, warna biru di atas sana sudah pasti langit.

Ini di mana? tanyanya linglung tanpa bersuara. Ia tidak ingat apa yang terjadi sebelum ini atau alasan dia berada di tempat ini sekarang.

Perlahan, Dirga duduk tegak setelah bersandar cukup lama ke dinding bangunan tempat ia bersembunyi. Bersembunyi dari apa? Ia tidak mengerti, yang Dirga tahu hanyalah fakta bahwa ia harus bersembunyi dari sesuatu. Dirga bahkan belum bisa mencerna penuh apa yang sedang terjadi.

Ia mengucek mata, menjernihkan pandangan untuk kemudian segera menyesalinya.

Dirga menutup mulut rapat-rapat, menekan jeritan yang baru saja akan keluar dari mulutnya. Jantung berdegup terlalu kencang, membuat dadanya terasa sesak, menyakitkan. Keringat dingin menuruni dahinya dan bulu kuduknya meremang.

Mayat seorang prajurit dengan banyak luka tembak di badan menyapa Dirga tepat di hadapannya. Matanya yang kosong tak bernyawa, darah yang sudah berceceran di mana-mana, belum lagi baunya ... Dirga terpaksa menutup hidung dan menahan mual.

Ternyata bukan itu saja, di sekitarnya berserakan mayat-mayat yang bertumpuk, hampir semuanya memiliki luka tembak. Beberapa di antara yang lain bahkan sudah tidak karuan akibat kena ledakan. Ia segera memalingkan wajah, tidak kuat memandang potongan tubuh atau sisa-sisa manusia yang pasti akan menghantuinya selamanya.

Apa yang terjadi? Ini ... kenapa?

"BERSIAP! BELANDA SUDAH DEKAT!"

Dirga terlonjak kaget. Tiba-tiba dunianya berputar sehingga kepalanya terasa sangat pusing, telinganya berdenging nyaring. Namun, demi mendengar teriakan itu, Dirga refleks bangun dari duduk setelah mengambil senapan di sebelah, memutar tubuh mengantisipasi musuh. Siap menembak, siap terjun lagi ke medan perang.

"... ga!"

Desing suara peluru memenuhi sekitar, bau mesiu tercium bercampur dengan busuk mayat dan amis darah, panas matahari menyengat kulit dan membuatnya semakin sulit bernapas. Semua indranya berfungsi terlalu baik, kecuali pandangannya yang kembali buram.

Napas Dirga memburu. Tangannya gemetaran tetapi ia paksa agar tetap mencengkeram senapan kuat-kuat, setiap senti tubuhnya tegang.

"Kuya (1) Dirga!"

Samar-samar bisa ia lihat sosok seseorang di hadapannya. Seorang pria tinggi dengan kulit pucat dan rambut pirang jabrik, semuanya dalam gambar blur. Satu-satunya hal yang paling jelas dari pria itu adalah matanya, dua kelereng hijau terang yang membelalak menatap Dirga balik.

Udara tersekat di tenggorokannya. Orang itu ....

"DIRGA!"

Tubuhnya ditarik ke belakang, kedua tangannya ditahan dengan kuat, dipaksa menurunkan senapan. Dirga memberontak, panik, tetapi sentuhan langsung itu berangsur-angsur membawanya kembali berpijak pada dunia. Kesadarannya mulai kembali, begitu pula penglihatannya yang menjadi lebih jelas.

Jejak BerbekasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang