"Udah cakep banget, eh talenta banget. Kriteria pujaan semua orang nggak, sih?"
"Biasa aja. Muka pasaran, suara umum, ngegitar kayak pemula, attitude nol. Bukan tipe semua orang. Kelas lo kali yang rendahan."
"Kasar banget mulut."
"Cuma fakta, kan nanya tadi."
"Kelas lo ketinggian. Makanya jomblo akut."
"Urusan pasangan Tuhan punya, bukan keputusan lo. Ngaca, sendiri pun jomblo!"
Omongan Winter kapan emangnya nggak, pedes?
Cuma yang bikin Karina heran, semua yang keluar dari mulut cabainya tergolong logis, sayangnya nyelekit. Motto hidupnya andalannya, nggak apa-apa jujur meski harus sakit.
Untung ruginya pasti ada kalo punya sahabat kayak dia. Tapi kalo mental kerupuk sih, udah abis kalian sakit jantung. Blak-blakan Winter sekelas uji kehidupan.
Ngeri.
Karina nyeruput lagi bobanya. Kali ini mode kesal. Nggak ada mood, pasti kalo ngomong lagi, kena bantah lagi. Tapi tetap aja kasian Ryujin. Temen sekampus yang coba peruntungan dalam dunia tarik suara versi kecil-kecilan. Ngamen di kafe terbuka, tempat tongkrong andalan anak muda.
"Dia tuh sombong."
Sedotan boba Karina melayang sangat refleks ke arah Winter. Beberapa boba yang belum finish masuk mulut meleber becek. Karina ketawa. Ketawa jahat. Karena sangat bagus Winter dikasih karma cepet, walaupun lemparan sedotan pun memang nggak ada apa-apanya sama komentar Winter sejulid netizen tanah air.
"Lo nilai dia, kenal aja enggak kan? Yakin sombong?" Agak ngeselin kalo tabokan, lemparan, dan balesan kata sarkas Karina nggak ada efek lebih.
Kayak sekarang, sisa boba di kemeja kotak yang kata Winter kesayangannya di ambil satu-persatu dan dibuang santai. Lantas, ngambil gaya silang tangan dan kembali fokus pandang ke depan panggung kecil tempat Ryujin nyanyi cakep.
Komuk Winter sangat siap menghina sebelum Karina sentil sedikit kuat bibirnya. "Mampus! Bibir lo kudu disiksa dulu, biar jadi penghuni surga juga." Karina masih ketawa, kali ini ketawanya seneng.
Winter decak. Masa bodonya terlalu tinggi memang. "Apa perlu gue kenalan sama dia dan tanya apa dia keren? Apa perlu gue ceramahin dia biar nggak usah sok."
"Dia sok apa sih!?" Sedotan boba di Winter, diambil Karina, kasar. "Anaknya asli baik, kok." Sisanya poutan bibir makin nggak mood, Karina kesel, sumpah.
Apalagi kernyitan kening sebelahnya Winter, demi apapun bikin naik darah.
"Nggak, percaya?" Karina balas ngasih kernyit. "Gue beberapa kali bareng Giselle ke Fakultas Seni. Dia anggota BEM di sana. Katanya ketua tim basket tetap untuk fakultasnya dia."
"Ngelantur. Terus, baiknya dari mana? Lo ngomong ngaco." Si bocah dengan mulut durjana kesenengan. Bukti nyatanya ada, dia bahkan tatap Ryujin dari meja nomor lima bersama seringai setan.
Karina maklum. Kelakuan Winter emang dakjal. Yang diperlukan hanyalah pertebal sabar. "Dia bantu fakultas kita cari dana, pake ide ngamen dari suaranya dia. Orang sombong macam apa yang rela bantu dan buang tenaga demi dan untuk fakultas orang lain?"
"Ya orang macam dia." Telak, mutlak, dan tidak terbantah ketika Winter total kurang ajar nunjuk Ryujin gamblang. Gawatnya dia pasang badan, berdiri lantang, di mana hal itu sukses narik beberapa pasang mata pengunjung kafe, termasuk si obrolan utama, Ryujin. "Kak!" Winter manggilnya mode teriak. Modelannya pasang gaya mau protes.
Demi apapun Karina tenggelam di kursi. Lupa banget bilang kalo Winter orang suka nekat. Manusia tipe kolot nggak terkira. "Eh anjir Winter! Gila. Sakit nih anak sumpah!" Bisikan dan beberapa cubitan panik Karina kena badan Winter pun nggak hirau.
Nggak guna. Ryujin terlanjur kepo. Alhasil musik kafe berhenti. Dan Ryujin tertarik atensinya penuh ke arah meja mereka.
Sayangnya di sini, Winter termasuk oknum kebal kapok. Sahabat sepenanggungan Karina malah semakin menjadi. "Iya, Anda. Ryujin, kan?" Adanya nada nyolot itu bikin Karina mau nangis aja. Sumpah, malu.
"Saya ada perlu."
Dunia Karina terguncang ketika Ryujin justru manut. Gitar kelabunya ditaruh kalem dan mulai jalan ke arah meja mereka berada. Ryujin nggak khawatir, pianis temen duetnya yang sekarang gantiin nyanyi. Orang-orang pun ada yang udah mulai cuek sama hebohnya jeda kagetan Winter. Tapi beberapa cewek yang sebenernya pengagum Ryujin, mana mungkin buang muka. Mereka kepo.
Termasuk Karina juga. Meski sebenernya perasaan berubah mau jadi kabur ketika Ryujin tiba.
"Sori ganggu performnya." Winter tetap masih ngeselin, anaknya lipat tangan gaya nantang gitu, Karina mau geprek asli.
"Nggak apa-apa. Kenyamanan pengunjung harus diutamakan."
"Bagus. Harusnya lo sadar suara lo ganggu."
Ryujin tadinya senyum, sekarang ditampar sedikit syok. Jedanya ada tiga detik sebelum kembali dia pasang senyum. "Sori juga kalo itu buat nggak nyaman. Tapi layanan nyanyi di kafe terang bulan selalu berjalan. Pengunjung kafe yang lain justru nantinya nggak nyaman kalau penyanyi kafenya udahan nyanyi. Mungkin ada request sesuai selera?"
"Nggak. Saya kritik suara, bukan nggak nyaman dengan genrenya."
"Oke Kak, mohon bisa dimaklumkan ya. Kafe ini memang menarik pelanggan dengan atraksi kecil penyanyi amatir kayak saya. Kakak minta berhenti, kayaknya nggak bisa diindahkan." Senyum Ryujin menghias terpaksa, Karina tau itu.
Tapi Winter nggak mau berhenti. Kernyitan keningnya dibuat-buat seolah dia beneran terganggu. "Saya bisa mengadu ke bos Anda. Suaranya nggak berkualit--.."
"Kim Winter!" Kepalang banget. Cuma modal nekat, Karina sela omongan durjana Winter sebelum tuntas nyakitin seseorang malam ini. Dia tarik Winter sedikit kuat ke belakang. Gantian Ryujin berhadapan sama Karina. Jujur, malu banget. "Sori ya, temen gue ada gangguan dengung telinga, sensitif kalo ada intensitas listrik musik."
"Ngaco." Winter ngernyitlah. "Telinga gue sehat."
"Lo Karina, kan?"
Kening Winter naik ke atas. Senyum Ryujin ke arah Karina, dan perubahan obrolan, setelah semua perbuatannya yang keren itu, dia di cuekin?
"Iya, kirain gue lo lupa."
Apalagi balasan ini. Winter bukan kacang. Dia sedang protes, astaga!
"Salam kenal ya. Gue Ryujin." ketegangan yang Winter harepin musnah saat dua manusia di depannya malah saling jabat tangan dan lempar senyum. Karina kurang ajar, dia lupa Winter anak nekat kah? Si Ryujin juga, nggak sopan. Urusan belum selesai, dia bawa topik lain. Dasar.
"Emang bener attitude lo nol besar. Nggak heran suara lo nggak laku di kafe bergengsi." Winter gerah. Pilihannya cabut dari sana. Kunci motor sama hp disabet cuek, sambil beberapa detik natap Ryujin bengis dan pergi dengan langkah penuh karisma.
Mau heran tapi itu Winter.
Mirip-mirip terang bulan. Indah sih, tapi terlalu jelas dan terang-terangan.
TBC...
Halo😁 jumpa lagi😁
Akun ddongie ini adalah hasil kolab diskusi FiraMokoagow_ sama tahilalatnya_Karina. Jadi yang megang kendali pun random😆 kolab ini meliputi ide maupun cerita yaa.
Salam FiraMokoagow_ dari lapak TerBul 😆