Siraman air keran halaman rumahnya membasahi lengan Chan. Bibirnya belum tertutup sejak tadi, napasnya kembang kempis, dan betisnya nyeri.
Chan menggosok kasar permukaan luka gores yang entah mengapa seakan tak bisa bersih. Pisau lipat yang Ia genggampun tak luput dari siraman, noda-noda menghitam di mata pisau dikeruk menggunakan kukunya.
Pandangannya kosong, pikirannya terlayang, dan badannya seolah mengambang. Chan mencubit pipinya, betis yang berdenyut tidaklah cukup untuk jadi bukti.
Dari kulit wajah yang langsung perih, Chan dan menyimpulkan bahwa otaknya seratus persen sadar. Namun tubuhnya yang seperti dalam keadaan maya, membuat Chan bingung apakah Ia sedang bangun dalam tidur, atau tidur dalam bangun.
Tamparan kenyataan bahwa tidak ada siapapun yang menunggunya di ujung gang, benar-benar membuat kepalanya terasa berat.
Apa sebenarnya pembunuh itu lari meninggalkan mereka berdua, lalu sengaja memposisikan Chan dengan pose mencurigakan agar ia bebas tuduhan? Atau ia menunggu di ujung gang satunya, membiarkan Chan selamat karna suatu alasan? Atau salah satu cerita yang terburuk—Chan lah yang membunuh pria malang itu.
Chan mengehela napas, menatap jemari lentiknya yang masih meneteskan air.
Apa benar tangan ini adalah tangan seorang pembunuh? Jikapun iya, kenapa? Dan bagaimana?
Ia merasa takut dalam kebingungan.
Terlalu banyak kemungkinan yang telah terjadi didalam gang pengap itu, dan Ia tidak tahu mana yang benar.
Untuk saat ini, Ia hanya akan mengakui bahwa kejadian malam ini adalah mimpi—imajinasinya.
Chan membasuh wajahnya terakhir kali, Ia memutar keran tersebut ketika alirannya mulai menyusut—mungkin airnya hampir habis—dan Chan harus berhemat kalau masih ingin mandi besok pagi.
Lelaki berpakaian hitam-hitam tersebut berjalan terseok kedepan pintu rumahnya, mengetuknya pelan, lalu membukanya langsung saat Ia sadar pintunya tak dikunci.
"Kak Chan!" Sebuah sapaan nyaring menyambutnya.
Manik Chan bertemu sang pemilik suara yang sedang duduk diatas sofa.
Lelaki bersurai panjang diatas bahu itu segera bangkit, berlari kecil sembari merentangkan tangannya lebar, meleburkan Chan dalam dekapan eratnya.
"Kau kemana saja!? Kenapa lama sekali, kak? Aku benar-benar khawatir tahu! Hampir-hampir aku akan menyusulmu kesana."
Chan hanya mendengarkan, lengannya menyusup dari celah pinggang si pemuda, mengelus helaian rambutnya yang pirang.
"Maaf aku membuatmu khawatir, Hyunjin."
Yang disebut melepas pelukannya, namun tangannya masih ada diatas bahu lebar Chan. Ia menatapnya sejenak, lalu mencari sesuatu di sisi kanan dan kiri Chan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona
FanfictionChan yang terus diburu rasa bersalah. Hyunjin yang senantiasa mencari solusi. Dan Changbin yang selalu dihantui pertanyaan. Siapakah yang pada ujungnya akan menemukan titik akhir? |Content Warning| - Grpahic violence, pembunuhan, kata kasar, dan may...