Lembar 1 ⚠️

512 29 3
                                    

Lelaki dengan tubuh yang terekspos keluar, menampilkan warna kulitnya yang cenderung putih pucat dengan puting berwarna merah muda yang basah.

Ia berkeringat hebat dengan rambut yang lepek, berbaring disana hampir satu jam untuk melakukan rutinitas hariannya.

Tangan itu mencengkram udara kosong. Ia butuh sesuatu untuk digenggam, namun pergelangan tangannya digenggam oleh tangan yang lebih besar. Ia ingin mengerang dan mengucap kata 'cukup' tapi mulutnya dibungkam oleh buntalam kaus kaki milik tuannya.

Tubuh bagian bawah itu terus terdorong keatas naik turun, benda yang berada didalamnya kian dalam menusuknya. Kerutan dikeningnya semakin bertaut kencang.

Sudah.

Air itu kini sempurna keluar dengan lebat. Ia kini bernafas lega kala benda berukuran besar sudah bisa keluar dari sana. Tangan itu kembali bebas, ia lalu mengambil buntalan kaus kaki yang menutup mulutnya.

Mereka kelelahan bersama. Sesosok pria dewasa paruh baya mulai memakai kemeja yang sebelumya ia kenakan. Sementara yang berbaring masih diam, ekstremitas bawahnya nyeri hebat. Sampai-sampai kakinya tidak bisa digerakan bahkan sekedar untuk bangkit dan duduk.

Sosok dewasa itu bangun, merogoh tas kantornya dan mengambil amplop coklat berukuran besar kesamping tubuh yang masig telanjang bulat.

"Aku benci suara erangan. Lain kali kau harus menahannya lagi."

Memang benar, sekuat apapun buntalan itu suara erang selalu keluar dari mulutnya. Akibat rasa sakit tanpa ampun yang lelaki itu impa padanya.

Ia hanya mengangguk dan bangkit. Ia hampir meringis kala mengingat klien nya masih berada disana. Ia harus menunjukkan keadaan bugar seperti biasa.

Malam itu hampir pukul 12 malam, pekerjaannya telah selesai. Upahnya sangat sepadan dengan usahanya mengangkang berjam-jam dengan beberapa laki-laki.

Seokjin.

Berusia 18 tahun yang baru lulus SMA,  seorang anak bungsu yang tinggal bersama kakak perempuannya. Kedua orang tua mereka telah lama tiada. Sehingga tanggung jawab kepala keluarga ia yang tanggung.






...


"Kak ini buat UKT kakak semester sekarang. Maaf kak baru ada setengahnya."

Ia menerima amplop coklat itu dengan malas.

Di ruang keluarga dengan tv menyala, Kakaknya sedang berselonjor dengan bungkusan cemilan yang berserakan dimeja.

"Besok harus udah ada lho dek sisanya," ucapnya sinis.

"Iya Kak Jian, nanti Jin usahain ya."

Wajahnya kian malas. Kalimat itu sudah pasti hanya harapan. Uang 3juta dalam waktu sehari? Tidak mungkin ia bisa. Lagipula darimana uang itu ia tidak peduli, yang terpenting adalah biaya kuliahnya yang harus segera lunas.

"Awas lo kalo bohong. Kakak belum bisa absen nih kalo gak dibayar."

"Iya Kak, tapi kalo Kakak ada uang bisa pakai uang Kakak dulu nanti Jin ganti."

"Ih lo kok gitu si? Ini uang buat keperluan gue yang lain. Lo ga kasian kalo gue ga punya pegangan uang?."

Seokjin menunduk "yaudah kak nanti besok uangnya pasti ada. Tapi malam ya soalnya biar adek cari sambilan lain."

Ia hanya menggumam.

Seokjin tersenyum, ia menunduk dan memungut remahan sampah yanh berserakan disana.

Perutnya lapar. Ia lupa belum makan saat pulang tadi karena sayang jija uang itu ia pakai. Toh ia masih punya stock mie instan.

Sementara seorang yang dipanggil Jian itu sudah menguap, ia mematikan tv dam mengambil bantalnya. Berjalan menuju kamar meninggalkan jin sendiri.









To Be Continued

Pendek2 aja deh ya

HiddenWhere stories live. Discover now