𝚔𝚎𝚕𝚒𝚗𝚍𝚊𝚗

757 89 11
                                    

Setelah pertemuan tidak sengaja; bertempat di Bandung, terjadilah perubahan warna.

Takdir seolah-olah menuntun dua raga, merajut benang warna serta membuat kenangan bermakna.

Kala itu, Haitani Rindou seorang mahasiswa dari kota tengah kelimpungan arah, disebabkan tertinggal dari sang kakak.

Ditengah hingar bingar orang berlalu lalang, cakrawala mulai tenggelam. Rin mulai kehilangan asa, hendak bertanya namun enggan. Ternyata memang benar 'malu bertanya, sesat di jalan'.

Rin mulai menyesali tindakan yang selalu ia lakukan, menitipkan ponsel berharganya pada si sulung Haitani.

Dikala lerung hati yang dihinggapi rasa kekhawatiran, muncul setitik asa. Rin terpaku sesaat kala obsidiannya bersiborok dengan mata yang berbulu lentik.

"Teh, boleh nanya ngga?"

Digenggamnya tangan orang yang Rin tanya, si surai panjang berwarna putih tulang, bekas luka dari sudut bibirnya menimbulkan rasa kagum dari Rin. Untuk sesaat orang itu hanya bergeming, menatap Rin dari ujung sampai bawah, menelisik untuk beberapa saat.

"Sok, mangga"

Rin menyebutkan tempat 96 C/F custom coffee garage. Kedai kopi yang pertama ia kunjungi bersama sang kakak, Rin berasumsi bahwa Ran pasti tengah berkumpul bersama teman-temannya disana.

"Deket da dari sini, jalan kaki juga bisa. Mau dianter?"

Rin mengangguk cepat, mana mungkin dia mikir dua kali ajakan dari teteh cantik tersebut.

Pertemuan itu ternyata bukanlah akhir, takdir seperti telah tertulis dengan tidak seorangpun dapat merubahnya.

Sanzu bergeming ketika surai panjangnya diusap dengan lembut oleh Rindou, sebuah afeksi yang menimbulkan gempita dalam dada Sanzu. Jauh di lerung hatinya tersemat rasa senang tiada dua bisa mendapat kasih sayang dari Haitani bungsu.

"Aku bego gak sih, pertama kali nyebut kamu pake panggilan teteh"

Sebuah tawa keluar dari mulut Sanzu, tangan Rin digenggam lalu Sanzu menatap lamat-lamat manik kelam Rindou.

"Teh, boleh nanya ngga?"

Dengan nada mengejek Sanzu mengulang kilas balik ucapan pertama yang Rindou berikan padanya, sebuah jawilan pada hidung adalah tanggapan Rin atas tindakan Sanzu yang mengolok-oloknya.

Sekali lagi, Sanzu tertawa yang di saat bersamaan helaian rambutnya menari-nari tertimpa hembusan angin, menimbulkan sorot mata memuja dari Rindou, pemuda tan menatap lamat-lamat wajah itu, begitu cantik.

Perlahan Rin mengeliminasi jarak, lebih dekat hingga Rindou sewaktu-waktu bisa menghitung panjangnya bulu mata Sanzu.

Sanzu terkesiap, dirasa nafas Rindou menerpa kulit wajahnya. Jikalau dia tidak menjauh bisa-bisa bibir Rin mengenainya.

Presensi Haitani Rindou menimbulkan perubahan besar pada pola pikir Sanzu, yang menurutnya cinta itu hanyalah fatamorgana belaka, tapi kini Sanzu mengartikan sendiri tentang cintanya.

Eksistensi Sanzu Haruchiyo adalah arunika bagi seorang Rindou, memberinya asa dan binar bagi kehidupannya. Surai panjang Sanzu yang tertimpa baskara seolah menimbulkan cahaya, itu adalah tampilan yang Rin suka.

Matahari semakin tinggi, menimbulkan terik mencumbu bumi.
Mereka berjalan berdampingan dengan tangan saling bertaut, sesekali Rin menyampirkan helaian rambut yang menghalangi pandangan Sanzu.

Sanzu berharap kisah cintanya bersama Rin dipenuhi coretan kata bahagia yang akan selalu berakhir bersama, bagitupun Rindou, mengharapkan torehan diksi bahagia memenuhi kisah cintanya.

_𝚜𝚎𝚕𝚎𝚜𝚊𝚒_







Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙺𝚎𝚕𝚒𝚗𝚍𝚊𝚗 | RinZuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang