[Narator: Guru]
Once upon a time, pada salah satu generasi diantara masa yang silam, kembali ke masa keemasan Bataveron. Jauh sebelum Dinasti Jasean meruntuhkan kejayaan para Sunan, sebelum unsur api dan air menyatu menjadi Republic. Bataveron, adalah salah satu bangsa yang disegani di wilayah timur Newland.
Kala itu, The Mighty Garuda, telah lama menghilang. Meninggalkan para penerusnya, keturunannya yang sejati, untuk memimpin Bataveron. Pemerintahan berada di sebuah kota bernama Batakarta, berpusat pada sebuah kerajaan bernama Mahapramba.
Di atas singgasana Mahapramba, duduklah seorang Raja yang tak terkalahkan, bernama Aryamada. Sang Raja telah memimpin cukup lama untuk mengantarkan Bataveron ke masa yang paling jaya. Masa ketika para Sundwarf (kurcaci jingga), makhluk sihir penghasil api, masih hidup ditengah-tengah manusia.
Rakyat Batakarta hidup makmur dan damai. Begitu banyak kepala keluarga diangkat menjadi bangsawan untuk membantu mensejahterakan rakyat jelata. Para pemuda bertubuh kuat dengan sukarela bergabung menjadi tentara kerajaan untuk menjaga tanah mereka. Para gadis dibesarkan menjadi mereka yang taat berdoa dan melakukan ritual suci demi menolak bencana. Tak ada yang mengancam keberlangsungan negerinya, tapi bagi Raja Aryamada, ada satu masalahserius yang membuat pusing kepalanya. Putra sulungnya, Sang Pangeran Siva, menolak menikah maupun menghasilkan keturunan.
Konon, Pangeran Siva telah jatuh hati pada seorang gadis bangsawan nan cantik jelita bernama Roro Yorang, namun sepertinya Dewa Matahari tidak berpihak padanya. Saat sang pangeran melamar Roro Yorang, gadis itu meminta seribu candi dalam tenggak waktu yang mustahil. Meski Pangeran Siva memerintahkan seluruh kurcaci jingga untuk membuat bangunan itu tepat waktu, Dewa Matahari mengutuk ketamakan Roro Yorangdan merubahnya menjadi batu. Candi Keseribu berdiri tepat dibelakang kerajaan Mahapramba, disanalah bersemayam tubuh gadis itu yang sekarang telah menjadi batu. Pangeran Siva dilanda kesedihan yang mendalam. Menghabiskan seluruh hari-harinya menangis dan berdoa di dalam kuil itu, berharap Roro Yorang kembali menjadi manusia. Namun tak pernah terjadi. Karena itulah, Pangeran Siva menolak menikah dan menarik diri dari kehidupan kerajaan.
Setelah gagal melakukan segala cara untuk membuat putra sulungnya berubah pikiran, Raja Aryamada pun menyerah. Dan membuat keputusan, bahwa masa depan negerinya berada di tangan ketiga putrinya.
Diadakanlah sebuah sayembara, barang siapa yang dapat membuat para putrinya jatuh cinta, akan langsung dinikahkan, dan siapa diantara mereka yang berhasil menghasilkan seorang cucu laki-laki untuknya, Sang Raja menjanjikan singgasana untuk bayi laki-laki itu. Begitulah kiranya, keesokan harinya berkumpulah ribuan pemuda dengan berbagai macam pinangan berharga untuk para putri Raja. Ketiga putri pun memilih.
Putri sulung, yang mencintai sihir, menerima pinangan dari panglima tentara milik kerajaannya sendiri, Senopati Sadeva. Pria itu telah meminta bantuan para kurcaci jingga yang tinggal di istana untuk memberi sihir pada persembahannya. Seekor burung raksasa berekor indah. Ekor megah burung merak yang bercorak unik itu telah membara api.
Putri kedua, yang mengagumi kekuatan fisik dan pertapaan, terpesona dengan teknik tenaga dalam dari seorang pria bernama Empu Shinawatrah, biksu terkuat di Batakarta. Pria itu datang dengan membawa persembahan seekor Gajah bergading besi dan mengeluarkan udara yang panas dari belalainya.
Dan putri bungsu, yang belum menyerah pada kakak laki-lakinya, yang masih ingin berupaya melepaskan Pangeran Siva dari belenggu patah hati, membuat keputusan yang mencengangkan. Ternyata tanpa diketahui semua orang, sehari sebelum sayembara, si putri bungsu melakukan ritual dan berdoa pada Dewa Matahari, meminta petunjuk dan bekal kebijaksanaan. Putri bungsu pun dianugrahkah sebuah ramalan akan datangnya malapetaka akibat sayembara ini. Karena itulah, putri bungsu tidak ingin berpartisipasi, dan memutuskan untuk memilih seekor kera jantan sebagai pengantinnya. Kera putih yang perkasa dan bisa bicara, bernama Hanumat. Sang putri tidak ingin menghasilkan keturunan, dia percaya pada ramalannya sendiri. Dia bersumpah tidak akan mencintai suaminya. Hanumat tidak keberatan, dia hanya mengucapkan pepatah kuno Batakarta, bahwa waktu akan membuat sang putri menyayanginya. Hanumat berjanji akan melindungi sang putri dan menemaninya hingga akhir hayat.
YOU ARE READING
THE TALES OF THE NEW [Children's Book]
FantasyThe folktales from the Mountain Clan in Goldland of Commonwealth, Dryland of Bataveron, Autumn Land of Francia, and other places In Newland.