Review buku "I want to die but i want to eat Tteokpokki"

122 1 0
                                    

"Mengapa anda melihat pembenaran sebagai suatu hal yang negatif? Sebenarnya, itu adalah salah satu dari mekanisme pertahanan ego yang dewasa. Karena mencari alasan atau penyebab dari luka yang di dapat atau keputusan yang dibuat oleh diri sendiri".

Kutipan di atas adalah salah satu pernyataan yang dilontarkan sorang psikiater dalam buku ini. I want to die but i want to eat Tteokpokki adalah sebuah buku self healing yang di tulis oleh Baek Se Hee yang sekaligus pemeran utama dalam buku ini. Baek Se Hee adalah salah seorang pasien yang mengidap distimia (depresi kepanjangan) yang mengharuskannya menjalani pengobatan di salah satu Rumah sakit yang ada di Seol, Korea Selatan.

Aku : Bagaimana caranya agar bisa mengubah pikiran bahwa saya ini standar dan biasa saja?

Psikiater : Memangnya hal itu merupakan maslaah yang harus diperbaiaki ?Aku : Iya, karena saya ingin mencintai diri saya sendiri.

Buku ini berisi percakapan antara Baek Se Hee dengan psikiaternya selama 12 Minggu. Pada Minggu pertama, dia menceritakan bahwa sejak kecil dia adalah seorang introvert dan pemalu, dan semakin hari dia merasakan bahwa dia adalah orang yang depresi, dan keadaannya semakin bertambah serius semenjak dia duduk di bangku SMA. Dia kemudian menceritakan kepada psikiaternya tentang gejala-gejala apa saja yang dia alami, mulai dari kecemasannya, rasa kepercayaan dirinya rendah, hubungannya dengan lingkungan sekitar, dan dia mengungkapkan kecemasan dia mengenai penampilan yang kadang membuat dia merasa sedih, kecewa hingga terkadang dia menangis sendiri. Pada minggu ke 12 Baek Se Hee menjelaskan bahwa depresi yang dia alami sudah mulai membaik, rasa cemas dan khawatir pada orang lainpun semakin berkurang. Namun, masih ada saja masalah-masalah lain yang muncul dan memenuhi fikirinnya. Sehingga dia harus berusaha lebih untuk menangani masalsh tersebut.

Buku ini menyandang predikat #1 Bestseller di Korea Selatan, tidak heran karena buku ini dikemas sebaik mungkin, sehingga pembaca dapat mengikuti alur yang ada di buku ini. Namun, karena buku ini adalah buku terjemahan sehingga masih ada kalimat-kalimat yang membuat pembaca kurang memahami maksud dari penulis itu sendiri. Selain itu, Penulis akan memperkenalkan kita (pembaca) berbagai macam istilah-istilah yang ada di dunia psikolog, atau bisa saja dari 12 minggu pertemuan tersebut, kita (pembaca) merasakan ada hal yang sama dengan yg dirasakan penulis, sehingga kita bisa merasa lebih tenang ketika kita membaca perspektif dari psikiaternya. Dan itu juga menjadi sebuah harapan bagi penulis, agar pembaca dari buku ini bisa menerima dan mencintai dirinya sendiri.

Pada bagian penutup buku ini, penulis menyampaikan kesimpulan apa yang telah di dapat selama 12 minggu pengobatannya dipsikiater, selain itu di akhir buku ini, penulis juga menambahkan kata-kata dari ahli Psikolog yang dimaksud adalah kata-kata dari psikiaternya sendiri, dan penulis juga menambahkan beberapa cerita mengenai efek positif dari depresi tersebut.

Sekedar informasi saja, diakhir pertemuan selama 12 minggu itu penulis memberikan informasi "bersambung di volume 2" yang artinya bahwa, pertemuan itu belum berakhir di 12 minggu saja.

Selamat Membaca.

Review buku "I want to die but i want to eat Tteokpokki"Where stories live. Discover now