[Semua yang terjadi dicerita ini terinspirasi dari mimpi sang penulis.]
Saat kami sampai diujung jembatan, wanita tersebut mencegat kami, "Berhenti, kalian tidak boleh lewat."ucapnya.
Pandangan nya kosong. Apa semua orang didesa ini memiliki pandangan seperti itu ? Aneh.
"Kenapa ?" Tanya Kakak ku.
"Ini musim kawin."jawabnya singkat.
Alasan yang sama lagi, seperti nya kesimpulan ku benar.
Ah persetan, kami harus segara keluar dari sini. "Lalu kenapa dengan musim kawin ? Tak ada hubungannya dengan kami. Kumohon, biarkan kami pergi dengan tenang."ucapku sambil melangkah maju untuk membuat dia terintimidasi, namun dia tidak bergeming sama sekali.
"Kalian akan pergi dengan tenang, namun dengan cara yang lebih menyenangkan."dia tersenyum dengan lebar, memperlihatkan giginya yang kuning.
Badan kami menegang, sepertinya aku tahu cara yang dia maksud itu seperti apa.
Ayahku tampaknya sudah geram, dia pun menahan wanita itu dan menyuruh kami segara pergi menjauhi desa ini. Kami berlari, sementara Ayahku masih menahan wanita gila itu. Aku menoleh kebelakang, betapa terkejutnya aku saat melihat diujung jembatan desa, ada segerombolan warga yang berusaha menyebrangi jembatan. Kami meneriaki Ayahku untuk segera bergegas menuju tempat kami berada. Ayahku pun melepaskan pegangannya terhadap wanitu itu dan mulai berlari menyusul kami. Sementara warga dan wanita itu berbondong – bonding berusaha mengejar kami.
Kakak ku pun ke jalan raya berusaha untuk mencari angkutan umum, atau apapun itu yang bisa mengangkut kami pergi dari desa sialan ini. Saat jarak antara kami dan warga itu mulai dekat, ada bajaj yang lewat, kami pun segera memberhentikan bajaj tersebut dan menaiki nya, meminta supir bajaj itu untuk segera melaju dengan cepat. Tepat pada saat itu, para warga sampai ditempat dimana kami berdiam diri tadi.
Kami menghela nafas lega, akhirnya kami berhasil keluar dari tempat terkutuk itu.
Supir bajaj itu memandang kami bingung, "Ada apa , Pak ?"
Ayahku yang masih terengah – engah menjawab, "Itu pak, desa tadi itu mengerikan sekali. Semua yang ada didalamnya aneh."
"Oh ? Setahu saya desa itu memiliki warga yang ramah pak." Kata supir bajaj itu.
"Ramah ? Yang benar saja. Kami hampir – hampir mati pak, disana !"hardik Ibuku.
Supir bajaj itu mengernyitkan dahi, "Mana mungkin pak, saya sudah tinggal disini seumur hidup saya, saya tahu betul bagaimana desa itu."
"Baik, kalau begitu, apa alasan desa itu memelihara kucing dan memberikan mayat manusia sebagai makanannya ?" Tanya Ayahku.
Bahu supir bajaj itu menegang, "Tidak mungkin."
"Kenapa ?"Tanya Ayahku.
"Bagaimana bisa Bapak memasuki Desa Gusti Kucing ?"ujarnya.
Gusti Kucing ? Itukah nama desa itu ?
"Maksudnya ?"
Supir bajaj itu menarik nafas panjang sebelum bicara, "Desa itu bernama Desa Gusti Kucing. Semua warga disitu menyembah kucing, menganggap kucing sebagai Tuhan mereka. Semua kesejahteraan mereka dapatkan dengan menyembah kucing – kucing tersebut. Mereka akan menumbalkan salah satu dari warga mereka jika kucing yang mereka miliki mulai mencari pemilik baru. Itu tanda nya dia dibuang oleh kucing tersebut, dibuang sama dengan dengan tidak lagi dibutuhkan didesa tersebut. Setelah itu, orang yang sudah dibuang oleh kucing itu akan dibunuh dengan cara disayat urat nadinya. Lalu memberikan mayatnya pada kucing – kucing. Kadang para warga akan memakan sisa – sisa mayat tersebut jika kucing tidak menghabiskannya."
"Darimana asal – usul nya kucing – kucing tersebut, Pak ?"tanyaku.
"Dulu katanya ada nenek – nenek penyihir yang merawat banyak kucing, dia sering membantu warga – warga sekitar situ untuk masalah kekeringan ataupun kekurangan bahan makanan. Lalu setelah nenek itu meninggal, tinggalah kucing – kucing itu tanpa pemilik. Karena hanya kucing – kucing itu satu –satunya peninggalan dari nenek tersebut, warga pun merawat mereka, karena percaya bahwa kucing tersebut dapat turut membantu kesejahteraan mereka."
"Awalnya mereka hanya merawat kucing tersebut seperti halnya merawat kucing biasa. Namun para warga menyadari bahwa kegiatan mereka ini tidak membuat desa mereka menjadi lebih makmur, kekeringan terus melanda mereka. Akhirnya salah satu warga pun membuat perjanjian dengan Setan. Dan Setan memberikan syarat untuk kemakmuran mereka, yaitu dengan memasuki desa tersebut dengan bentuk kucing, dan mengambil energi manusia yang merawat nya, lalu dibunuh jika ia rasa sudah cukup mengambil energinya. Tapi desa itu sudah dibakar dan tak ada yanh tinggal disana, karena membuat keresahan desa yang berada disebelahnya."
"Itulah mengapa saya menanyakan, mengapa anda bisa masuk kedalam desa itu ?"Tanya supir bajaj tersebut.
Kami terdiam. Gila, apa yang baru saja kami dengar itu, benar – benar gila !.