151 35 9
                                    

Pemuda manis yang sedang mengantri minuman di kantin itu menoleh kala seseorang menyerukan namanya, menyita atensi seluruh penghuni kantin.

"Chenle!!"

Chenle menepuk-nepuk bahu seseorang yang baru aja berlari kearahnya, dada pemuda itu-Beomgyu- naik turun, terengah-engah seperti sedang dikejar hantu.

"Kenapa, Gyu?" Tanya Chenle penasaran, seemtara  Beomgyu yang sudah menetralkan nafasnya pun langsung menunjuk kearah koridor.

"Si Jisung ditonjokin lagi! Cepet Le!"

Chenle lantas mengoper nampan berisi makanan kepada pemuda disampingnya, lalu bergegas pergi ke tempat biasanya para pembully mengesekusi korbannya.

Iya, Jisung korban bullying. Pemuda itu sering kali dibuli sejak sekolah dasar, alasannya? Tidak ada, hanya karena Jisung pendiam dan berpakaian culun.

Selain itu, tidak ada alasan logis untuk membuli Jisung. Bahkan sepertinya kata bullying dan logis tidak bisa disatukan, menurut Chenle.

Chenle dan Jisung berteman dekat sejak kecil, dan ya.. Chenle selalu melindungi Jisung saat pemuda itu dibuli. Terkadang, Chenle ikut terkena imbasnya. Walaupun dirinya tak terlalu pandai berkelahi. Tapi Chenle percaya diri, dia juga berani.

Sebenarnya, walaupun Jisung juga tak pandai bela diri, pemuda itu memiliki tenaga yang kuat. Tapi entah kenapa pemuda itu tidak mau melawan saat dibuli, maka dari itu Chenle selalu menyebut Jisung bodoh.

Seperti saat ini, "Bego!"

Atensi sekelompok pemuda itu teralihkan, sementara yang masih tersungkur di tanah membuang muka.

"Akhirnya pawang ni tikus dateng." Pemuda jangkung dengan bola ditangan maju satu langkah, menatap remeh ke arah Chenle. Bola yang ia pegang sebelumnya dilempar, tepat mengenai korban bullyingnya

Chenle menutup mata jengah, tak menganggapi omong kosong yang Sungchan ucapkan. Pemuda kecil itu berjalan kearah Jisung lalu menarik tangannya. "Berdiri."

Jisung menurut, ia bangkit dari tanah tanpa mau menatap wajah Chenle. Yang lebih kecil lantas menarik tangan Jisung, hendak membawa pemuda itu pergi darisana.

Sungchan berdecih, lalu melepas paksa gandengan Chenle pada lengan Jisung. Kaki panjangnya bergerak menendang perut Jisung hingga pemuda jangkung itu menabrak tembok di belakangnya.

Chenle yang terkejut hendak membantu Jisung, namun lengannya di tahan pemuda dibelakangnya. "Lo apa-apaan sih?!" Chenle berusaha melepas cengkraman tangan Sungchan pada lengannya.

"Lo ga capek bela dia?" Tanya Sungchan, pemuda itu lalu menyuruh dua temannya untuk menahan tubuh Jisung yang hendak memberontak. Walaupun sering tak melawan, tapi jisung tak akan membiarkan Chenle ikut dalam bahaya.

Chenle tak menjawab, pemuda itu menatap nyalang ke arah Sungchan. Yang mana malah membuat si jangkung tertawa keras, "Lo pikir lo serem?"

Pemuda manis itu memejamkan mata lalu menghela nafas panjang, "Stop Sungchan, please."

Sungchan terdiam sebentar kala kalimat itu keluar dari belah bibir Chenle, lalu melonggarkan cengkramannya.

Pemuda jangkung itu mendengus, "Lepasin." Suruhnya kepada dua orang yang sedang memegangi tangan Jisung.

Chenle lantas segera menghampiri Jisung, memeriksa luka-luka lebam yang Jisung dapatkan. Lalu meringis pelan membayangkan betapa sakit yang sahabatnya itu rasakan.

Disisi lain dengan wajah yang masam Sungchan berjalan kearah tangga, disusul dengan dua temannya. Namun sebelum benar-benar pergi dari sana, pemuda itu sempat melayangkan kalimat kepada Chenle yang sedang merangkul Jisung.

"Pulang sekolah bareng gue."

•••

Chenle menaiki tangga kecil untuk mengambil kotak P3K yang diletakan diatas lemari ruang kesehatan, lalu berjalan ke kasur rawat yang diduduki Jisung.

"Gue bisa sendiri." Jisung mengambil alih kotak P3K yang Chenle bawa, mengundang decihan dari pemjda yang lebih kecil.

"Lo bukan petugas kesehatan, bukan anak PMR juga. Ga dibolehin nyentuh alat medis." Chenle menarik kotak putih itu dari tangan Jisung.

"Lo juga udah bukan anak PMR lagi, Le."

Chenle menaruh telunjuknya didepan bibir Jisung, "Berisik, yang penting gue pernah jadi anggota PMR." Chenle menekan jarinya, mengundang ringisan Jisung karena luka disekitar bibirnya ikut tertekan.

"Nanti lo ketinggalan pelajaran." Ucap Jisung sambil memperhatikan sahabatnya itu membuka kotak P3K, mencari keberadaan salep untuk luka lebam.

"Lo juga ketinggalan pelajaran." Nada Chenle yang kelewat santai itu membuat Jisung menghela nafas pelan, lalu meringis kembali saat jari Chenle yang sudah dilumuri salep menekan luka di pipinya.

Jisung menahan tangan Chenle, mengundang ekspresi bingung dari pemuda yang lebih kecil itu. "Kita udah kelas akhir. Lo ga boleh ketinggalan pelajaran, katanya mau masuk Univ Garuda?"

Chenle mengangkat kedua bahunya mendengar penuturan Jisung. "Bolos satu pelajaran ga akan bikin gue jadi bego."

Pemuda yang lebih kecil kembali melanjutkan kegiatannya, mengobati luka-luka Jisung. Sementara sang pasien hanya terdiam, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.

Jisung tersentak kala Chenle mencoba melepas kancing bajunya, "Ngapain?!" Tangan Jisung menggenggam pergelangan Chenle, menahan pemuda itu.

Chenle menatap sahabatnya polos, "perut lo luka 'kan?"

Jisung terdiam, menatap netra Chenle lekat. Lalu menghela nafas kasar, "Gak usah."

"Nanti lo makin sak-"

"Gak usah, Chenle."

Pemuda manis itu mendengus, melepas cengkramannya pada kancing baju Jisung. Sehabis itu lanjut mengobati luka-luka sahabatnya yang ada dibagian tubuh lain.

Tak ada lagi percakapan di antara mereka, Jisung memperhatikan wajah Chenle yang terkena sorotan sinar matahari sore dari jendela ruang kesehatan. Manis, Chenle itu manis.

"Selesai!" Chenle membersihkan tangannya dengan tisu lalu menutup kotak P3K, meletakannya kembali ke tempat semula.

Jisung terkekeh saat melihat Chenle masih harus berjinjit walaupun sudah memakai tangga kecil itu.

"Lo istirahat dulu ya, gue mau ngambil tas sekalian minta izin lo sakit." Chenle mengusap rambut Jisung, pemuda jangkung itu berusaha menghindari usapan sang sahabat.

"Perasaan dulu lo suka minta diusap deh rambutnya, kok sekarang ga mau?" Chenle menahan kepala Jisung dengan satu tangannya, lalu mengusap kepala Jisung-secara paksa- dengan tangan yang satunya.

"Itu kan dulu."

Pemuda manis itu tertawa hingga matanya menyipit, membuat Jisung tak bisa menahan senyumnya.

"Chenle," Jisung bergerak meraih tangan Chenle yang masih bertengger di kepalanya, lalu menggenggam tangan itu erat.

Yang di genggam menaruh seluruh atensinya pada pemuda tinggi di depannya, menunggunya mengucapkan sesuatu. Jisung semakin meremat tangan Chenle, seolah menyalurkan energi yang entah kenapa membuat Chenle nyaman.

"Makasih ya."

Chenle berdecih. "Seumur hidup gue nolongin lo, baru kali ini dapet ucapan makasih."

Pemuda tinggi itu terkekeh kecil, tangannya masih enggan melepas rematan pada tangan Chenle. "Le," Panggilnya lagi.

Chenle hanya berdehem menanggapi panggilan Jisung. Tanda tanya imajiner muncul saat melihat raut wajah Jisung berubah menjadi sendu.

"Gue janji bakal berubah."

Pemuda manis itu terdiam, lalu mengangguk. Sesungguhnya Chenle tak terlalu mengerti apa yang Jisung maksud dengan berubah. Namun ia yakin, hal itu pasti berdampak baik untuk sang sahabat.

Seperti halnya seekor ulat yang bemetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Setidaknya itu yang Chenle pikirkan pada saat itu, tak pernah ia bayangkan bahwa mulai hari itu, semakin lama Jisung semakin berubah menjadi seseorang yang tak ia kenal sebelumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MetamorfosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang