1

10 3 2
                                    

Sabtu pagi ini cuaca sedang bagus, segelintir orang-orang sedang beraktifitas seperti biasanya.

Seperti yang dilakukan gadis berambut hitam bercampur ungu ini. Ia sedang duduk di taman belakang rumah sembari menyeruput secangkir kopi susu buatan Mbak Watik, asisten di rumahnya.

"Ayah berangkat kerja dulu ya, kamu hati-hati di rumah," ucapan itu bukan di tujukan untuk gadis yang sedang membaca novel itu, melainkan untuk kembarannya.

"Iya, Ayah hati-hati di jalan ya," gadis berkacamata itu menyodorkan tangannya bermaksud ingin mencium punggung tangan Ayahnya.

"Padahal udah jelas-jelas gue ada disini, kenapa gue nggak dipamitin juga? Karena nilai gue jelek lagi sampe di diemin seisi rumah?" batin Aurora.

Aurora merasa bahwa Ayah dan Bundanya selalu memprioritaskan nilai diatas segalanya. Padahal ia baru saja cidera akibat tergelincir pada saat bermain basket, tapi Ayah dan Bunda malah menyalahkan Aurora karena terlalu sibuk dengan basketnya sampai lupa belajar untuk ulangan.

"Bodoamat lah, udah biasa di cuekin juga," Aurora mengeluarkan jurus 'bodoamat'nya agar tidak terlalu memusingkan hal sepele itu.

"Ra ini ada paket buat kamu," ucap Mbak Watik menenteng kotak hitam berukuran sedang sembari berjalan ke arah Aurora.

"Dari siapa mbak? Perasaan gue nggak pernah pesen apa-apa," Aurora merasa tak pernah membeli barang online manapun.

"Mbak nggak tau Ra, ini dari Pak Asep tadi," Pak Asep adalah satpam yang menjaga rumah Aurora.

"Bukan buat gue kali. Bisa aja buat si jenius," karena benar-benar tak merasa membeli barang, Aurora mengira itu bukan untuknya.

"Bener kok, ini buat kamu. Pak Asep bilang kalo yang ngirim itu ngomong kotak ini buat kamu," penjelasan dari Mbak Watik membuat Aurora sedikit ragu dengan isi paket itu.

"Yaudah deh, gue ambil ya. Makasih mbak," ucap Aurora dan beranjak dari taman menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Karena penasaran, sesampainya di kamar Aurora pun bergegas untuk membuka kotak hitam itu.

Aurora pun lemas dibuatnya, isi kotak hitam itu sangat mengejutkan. Isinya adalah tikus berlumur darah dan ada pula fotonya yang sobek menjadi dua.

"Ini maksudnya apa?"

***
"Arkhan Arkhan, mau sampe kapan sih lo kaya gini terus hah? Udah gue peringatin lo berkali kali untuk nggak ikut campur masalah gue," Laki-laki berambut pirang itu sudah tersulut emosi.

"Mas. Gue kan udah bilang, lo berhenti lakuin itu. Dampaknya bukan ke lo doang. Akibatnya juga sampe ke Mama," belum puas dengan apa yang ia katakan, Arkhan kembali berbicara.

"Seharusnya gue yang tanya sama lo. Mau sampai kapan lo kaya gini terus? Sampe lo mati? Apa sampe ditangkep polisi?" mendengar ucapan adiknya, laki-laki berkaos hitam itu langsung memberi bogeman mentah ke Arkhan.

"Dengerin gue baik-baik ya, kalo sampe lo ngadu ke polisi. Awas aja lo. Hidup lo disini nggak akan pernah tenang," setelah puas membuat adiknya babak belur, Angkasa langsung pergi meninggalkan rumah.

Ibu mana yang tidak sedih melihat kedua anaknya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Dengan cepat Mama menghampiri Arkhan yang terduduk lemas dilantai.

"Arkhan, kamu dengerin Mama ya. Kakak kamu itu keras kepala bukan main. Pelan-pelan aja ya nasehatinnya. Nggak perlu pake kekerasan ya Nak ya," Mama adalah alasan Arkhan masih mau mempertahankan kakaknya.

"I-iya maa, maaf tadi aku kelepasan karena aku udah nggak tau lagi mau ngomong gimana ke Mas Angkasa," Arkhan menyesali perbuatannya, kakaknya itu susah sekali mendengar nasehat orang lain. Jika dia diberi nasehat dengan cara yang keras maka dia akan memberontak dan tak segan memberi bogeman kepada siapa saja, termasuk Mama.

"Mama jadi inget, gimana dulu kakak kamu pengen banget jadi pilot. Katanya biar bisa terbang kemana pun yang dia mau. Dan bisa bawa mama sama papa ke tempat-tempat yang bagus di penjuru dunia," ucap Mama sembari menitikkan air mata.

Dahulu Angkasa adalah anak yang sangat pintar dan supel. Tetapi seiring berjalannya waktu, ia berubah 180°. Menjadi seorang laki-laki yang urakan, tak terurus dan keras kepala. Setidaknya itu cuilan dari keadaan Angkasa sekarang.

Karena tak ingin Mamanya terlalu larut dalam kesedihan, Arkhan berusaha meyakinkan Mamanya.

"Mama tenang aja, Mas Angkasa pasti bisa kaya dulu lagi," uvap Arkhan menyakinkan Mama.

"Sekarang Mama ke kamar, istirahat. Nggak usah mikirin apa-apa, Mas Angkasa pasti bisa berubah. Semangat Mama," dengan mengepalkan tangannya ke atas Arkhan memberikan semangat untuk Mama dan Mama terkekeh melihat aksi Arkhan barusan.

"Mama keatas dulu ya, kamu jangan malem malem tidurnya," ucap Mama. Dan sebelum beranjak dari tempatnya Mama mencium kening Arkhan.

Arkhan tak habis pikir dengan kakaknya, Angkasa. Mengapa ia bisa berubah separah ini? Padahal dulu dia tidak pernah berbuat kasar, apalagi kepada Mama.

Sudah berulang kali Arkhan meminta penjelasan kepada Angkasa kenapa dia berubah. Tapi tak kunjung mendapat jawabannya.

"Kayaknya gue harus cari tau kenapa Mas Saka bisa kaya gini,"

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

100/10 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang