Karena saluran air di toilet sebelah kamar gue dan Nabil udah kembali mengalir, pupus udah segala harapan gue bisa mandi bareng Om Yusuf lagi seperti tadi pagi."Oya, gimana kamar mandi kalian?" tanya Om Yusuf ketika kami lagi makan malam bareng di meja makan malam itu.
"Udah betul kok, Pah," sahut Nabil sambil melirik sekilas ke gue yang lahap potongan ayam goreng tanpa selera.
"Trus bagian mana aja yang rusak, Mih?" tanya Om Yusuf sambil menoleh ke Tante Hera duduk sisi kiri meja makan sebelahan sama Sheila.
"Cuman bocor aja di pipa bagian dalam. Jadi mesti ganti baru," sahut Tante Hera sambil beringsut resah di kursi gue.
"Bocor kenapa?" cecar Om Yusuf bikin Tante Hera spontan menatap gue dan Nabil bergantian dengan sorot bimbang, trus geleng pelan seakan berusaha mengusir prasangka buruk yang tetiba bercokol di kepala dia.
"Yah, karena emang udah lama kali. Jadi ada bagian yang bolong karena udah aus," bual Tante Hera memilih kubur fakta setelah tepekur sejenak, kemudian obrolan makan malam beralih ke kegiatan gue dan Nabil di sekolahan hari itu.
Sehabis makan malam, gue segera bantu Tante Hera beresin meja makan sekalian cuci setumpuk piring dan gelas kotor di wastafel dapur.
"Omong-omong ... Mama kamu biasa pulang kerja jam berapa, Ris?" tanya Tante Hera sambil piring yang penuh busa sabun ke gue.
"Sekitar jam sebelasan, Tante. Tapi kalo sekarang mungkin baru sampe di rumah ini selepas tengah malem," sahut gue sambil bilas piring itu di bawah kucuran air keran.
"Emang Mama kamu nggak ada kepikiran gitu buat pindah kerjaan? Yah, kalo bisa sih cari yang rada deketan sini jadi nggak capek di jalan," balas Tante Hera sambil desah nafas lelah seakan turut bersimpati sama nasib emak yang kini sandang gelar sebagai single parent.
"Entah. Tapi Aris yakin Mamah bakalan mau pindah kalo di sekitar sini ada yang buka lowongan ketimbang tetap jadi sales di sana. Udah jauh, besaran gaji nggak menentu pula."
"Emang udah resiko orang jualan kali, Ris. Kalo dagangan banyak yang beli baru bisa untung gede," jelas Tante Hera sambil gosok piring kotor terakhir sambil menatap keluar jendela yang hadap ke halaman samping rumah. "Yaudah, besok Tante coba tanya ke ibuk-ibuk sekitar komplek sini. Kali aja ada yang butuh karyawan untuk jaga toko kelontong mereka."
Sehabis cuci piring gue segera gabung menonton tivi di ruang tengah bareng Om Yusuf, Nabil dan Sheila yang udah duluan duduk anteng di sana.
"Pah, Sabtu besok liburan ke pantai bisa nggak?" tanya Sheila begitu kehidupan biota laut tampil di layar tivi. "Sheila bosen di rumah terus tiap weekend."
"Maaf, Sabtu besok nggak bisa karena ada rapat sama rekan bisnis Papa," sesal Om Yusuf sambil mengelus pucuk kepala Sheila yang duduk selonjoran di lantai depan dia dengan punggung bersandar ke kaki sofa.
"Kalo Minggu?" tanya Sheila sambil menengok ke Om Yusuf yang duduk di sofa tepat di belakang dia.
"Minggu besok Papa kosong. Jadi bisa liburan ke mana pun Sheila mau," sahut Om Yusuf bikin Sheila sontak bersorak girang trus bangkit berdiri dan merangkul leher dia.
"Makasih, Pah. Sheila sayang Papah," ucap Sheila setelah kecup pipi Om Yusuf.
Entah datang dari mana, tetiba ada sebuah ide nakal yang bertamu tanpa diundang ke kepala gue begitu dengar kalo Sabtu besok Om Yusuf bakalan ada rapat bisnis.
Sekitar pukul setengah sepuluhan, gue dan Nabil baru naik ke lantai atas sementara Om Yusuf sama Tante Hera masih duduk di ruang tengah bareng Sheila yang tertidur dengan kepala merebah ke pangkuan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mandi Pejuh Paman [BL]
Short Story[21+] [Boyslove] season kedua dari cerita pejuh series.