Part 04. ANCAMAN

28 11 52
                                    

"Pagi Pa," sapa Loura ceria. Ia menghampiri dan mencium pipi kanan Papa nya penuh sayang.

"Pagi, sayang,"

Loura menduduki kursi diseberang Ghesyam dan menatap nasi goreng pedas didepannya dengan penuh minat. Tanpa banyak bicara ia langsung menyendokkan nasi tersebut dan memakannya dengan lahap.

"Pa, semalem ada yang mabok sampe hampir di grepe-grepe orang tuh," adu Ghesyam dengan santai.

"Uhuk, uhuk, uhuk!" Loura tersedak nasi goreng yang ia makan karena Ghesyam yang mengadu dengan tiba-tiba itu.

Lelaki yang paling tua merasa kasihan karena melihat muka Loura yang memerah. Ia mengisi segelas air untuk Loura minum lalu memberikannya pada Loura.

"Minum pelan-pelan, Ra," Sang Ayah mengingatkan.

"Emhh, makasih Pa," ujar Loura lega.

Lelaki tua itu mengangguk. "Ra, kalo kamu ga bisa jaga diri sendiri, gimana Papa mau tenang meninggalkan kamu nantinya?" tanya nya serius.

"Loura sudah besar, Pa, Loura juga punya Abang Ghesyam yang selalu jaga Loura, jadi Papa engga perlu khawatir lagi sama keselamatan Loura," gadis tersebut mengusap tangan Papa -nya penuh sayang.

Yang lebih tua menjatuhkan pandangan pada wajah manis Loura, "Papa tau kamu sudah besar, tapi 'kan-"

"Engga ada lagi alasan untuk Papa khawatir. Loura juga 'kan sedang belajar karate, biar bisa jaga diri," ucap Loura lagi, kembali meyakinkan ayahnya. Gadis tersebut memamerkan senyum termanisnya.

Papa mengangkat tangannya untuk mengusap puncak kepala Loura pelan, "Ra, andai kamu tau bahwa bukan itu yang Papa khawatirkan." batinnya.

Momen sarapan pagi pun kembali kian berlanjut hingga berakhir. Loura pamit duluan untuk berangkat sekolah karena ada yang keperluan penting sebelum ke sekolah.

"Pa, Loura pamit duluan ya," Ujarnya, ia beranjak dari kursi yang ia duduki dan mengamit tangan Papa -nya.

"Berangkat sama siapa?" tanya Sang Ayah.

"Sama Abang." Loura berpindah demgan cepat ke sebelah Ghesyam yang masih asik meminum habis susu nya. "Ayo Abang, cepet," Loura menyeret paksa Ghesyam.

"Hati-hati ya,"

"Loura pergi dulu ya, Bye Papa," ucapnya yang kini sudah di ambang pintu utama.

Loura segera melepas Ghesyam dan menatap sinis Ghesyam yang berdiri di sebelahnya. Dengan sengaja, ia menginjak kaki cowok tersebut dengan cukup kuat. Loura kesal.

"Aduh!" Ghesyam mengerang tertahan karena tangan Loura yang membungkamnya. "Ssttt! Abang jangan berisik dong!" Loura sedikit berbisik.

"Iyyaa lwepashin duwyu," seru Ghesyam tidak jelas.

"Ngomong apa sih?" tanya Loura heran. Ghesyam geram, ia menggigit telapak tangan Loura dengan gemas.

"Amhh!"

"Sstt, diem, El, jangan berisik dong!" Ah, sepertinya Ghesyam ingin balas dendam.

Loura menyipitkan matanya, tidak kehabisan akal, Loura segera menendang tulang kering kaki Ghesyam hingga bungkaman tangan Ghesyam terlepas. Double kill!

"Mampus!"

Loura sedikit berlari menuruni tangga untuk menghampiri mobilnya. Ia cekikikan melihat Ghesyam yang masih merintih kesakitan. "Abang mau ikut ga?!" seru Loura dari dalam mobil.

"Sshh... Kemana?" tanya Ghesyam masih merintih.

"Sekolah. Yakin nih ga mau berangkat bareng aku?"

THE TWINS (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang