Part 03. HALUSINASI

40 22 76
                                    

"Assalamualaikum," salam Aurora saat melewati pintu masuk yang di sahut oleh seorang wanita dari arah dapur.

"Balik sore lagi, ada ekskul?" wanita tersebut menghampiri Aurora yang sedang membuka sepatu sekolahnya di sofa ruang tamu. Aurora mendongak menatap wanita berumur yang ia anggap Ibu sendiri itu.

Aurora terkekeh canggung. "Hehehe, iya nih, akhir-akhir ini banyak tugas sama ekskul nya udah mulai aktif," jawab Aurora.

"Ya sudah, kamu langsung ganti baju ya, nanti kita makan malam bersama,"

"Ibu masak apa hari ini?" tanya Aurora penasaran.

"Coba tebak," ujar Bu Anandhi.

Lantas, Aurora menghirup dalam aroma yang berasal dari dapur untuk mengetahui jawaban dari pertanyaannya. "Hmm... pasti ayam kecap!" serunya.

"Yak! Benar sekali!" seru yang lebih tua tak kalah heboh dari Aurora. Mereka berdua terkekeh geli karena itu.

Aurora yang telah selesai melepas sepatu pun segera berdiri. Ia berkacah pinggang menatap wanita didepannya seraya tersenyum jahil. "Aurora benar, dapat apa, nih?"

"Hmm, Ibu mencium bau-bau ada maksud terselubung nih," ujar Ibu curiga. Aurora kembali terkekeh kecil. "Ibu selalu tau apa yang Aurora mau,"

"Yaudah, Aurora boleh tambah sepuasnya, karena emang Ibu masak khusus buat Aurora."

"Ibu adalah yang terbaik!"

"Ayo makan, Aurora udah laper nih," ajaknya antusias, ia menarik tangan Ibu untuk ke meja makan. Namun pergerakkan mereka tertahan saat sudah sampai di tempat yang mereka tuju.

"Kenapa anda disini? Bukannya kontrakan kecil ini tidak cocok sebagai tempat anda berpijak?" tanya Aurora dingin. Ia tidak melepaskan genggaman tangannya pada sang Ibu.

"Saya cuman mau menemui keluarga saya,"

Aurora berdecih. "Keluarga? Setelah kamu membuang 'keluarga' sendiri karena tidak sanggup mengurusnya. Namun sekarang, anda anggap gadis ini sebagai keluarga?" ia menunjuk dirinya sendiri.

"Kenapa? Kenapa baru sekarang anda menjenguknya, Tuan Leo yang terhormat?" ujarnya meremehkan.

"Ra, engga gitu, bukan itu yang -"

"Stop! Jangan mendekat." Aurora mundur beberapa langkah karena tadi lelaki dengan setelan jas lengkap di depannya ini ingin meraih tangannya.

"Berhenti mencoba untuk mendekati saya. Berhenti memantau saya dari jauh."

"Dan, berhenti anggap saya anak anda!" Aurora berkata penuh penekanan. Amarah Aurora meluap setiap lelaki itu muncul di hadapannya dengan fakta yang tidak ingin Aurora tau.

Wanita yang ada dibelakang Aurora sudah tau bahwa hal ini akan terjadi. Pasti terjadi, ia hanya tersenyum tipis melihat drama yang ada.

"Ra, masuk kamar ya, biar Ibu yang bicara sama Papa kamu," ujar Ibu, ia membalik badan Aurora untuk menghadapnya.

"Tapi, Bu..."

"Percaya sama Ibu," ucapnya dengan senyum teduh yang palsu.

Aurora tertunduk pasrah. "Usir dia, Bu, Aurora ga mau pria jahat ini ada disini lagi."

THE TWINS (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang