Mereka mencoba memberitahu ku, tapi aku tidak ingin tahu.
Mereka bilang aku setengah kosong, dan robek.
Jadi. Bisakah kalian berpura-pura?
Aku akan mencoba untuk sembuh.
Keringkan air mata kalian, karena itu di luar kendali ku.
Karena malaikat datang dan pergi, untuk membuat seseorang istimewa.
___I'm safely stuck___
Gumpalan awan yang mulai menghimpit awan cerah, matahari yang ikhlas mengalah, dan suara Adzan di menara-menara megah.
Baiklah. Apakah kali ini aku harus ikut bersama langkah-langkah orang berpeci itu, atau hanya diam. Apakah adil jika sekarang aku ikut mereka, setelah kemarin aku berdoa dengan mengepalkan tangan sambil menangis.
Kata sebagian orang "cepat selesaikan urusan Ibadah mu. Urusan kau dan Tuhan yang kau bingung kan".
Benar. Mungkin jika aku tidak memutuskan sekarang, nanti mereka yang kebingungan. Kebingungan memakaikan aku dengan kain kafan, atau jas mahal saat aku mati nanti. Kebingungan apakah aku harus di bacakan ayat kursi, atau dinyanyikan lagu-lagu rohani.
___We naver told you to get married, it was your decision___
Kami tidak memiliki hubungan darah. Mereka bukan orang tua kandungku. Tapi mereka berani pergi, tanpa memberi tahu bagaimana konsep kehidupan yang harus aku jalani.
Mengadopsi bayi yang menurut mereka lucu. Menghargai hidupku hanya untuk sebuah kepuasan hati. Kemudian bercerai setelah aku mulai bisa mengerti, bahwa anak yang di dapatkan dari sebuah lembaga tidak akan bisa merekatkan hubungan yang sudah dilarang sejak awal. Tuhan saja mereka khianati.
Maka, apa yang harus aku lakukan setelah mereka bercerai. Apa yang pantas aku pinta? Hei, ingat!!! aku hanya anak adopsi.
Tapi ternyata dunia masih berbaik hati padaku. Wanita yang ku panggil Ibu itu membawaku ke dalam pelukannya, setelah palu dimeja hijau diketuk dengan keras.
"Tidak perlu mengirim biaya untuknya, karena aku lebih dari sanggup untuk memenuhi kebutuhannya" Kata wanita yang aku panggil Ibu itu dengan congkak, pada laki-laki yang sekarang berstatus sebagai mantan suaminya. Tapi dua tahun kemudian, ia meninggal.
Sekarang kecantikan purna dari wanita yang dulu aku panggil Ibu itu hanya bisa aku pandang disebuah figura besar, yang terpajang di dinding rumah. Berdampingan dengan kayu kokoh berbentuk salib.
Sudah sangat lama. Enam tahun berlalu, dan jasanya dalam hidupku tidak pernah berhenti. Karena ternyata, anak adopsi sepertiku juga sangat berharga di hidupnya.
___The closest strangers___
Tidak masalah jika aku dititipkan seperti barang. Dari pada di buang seperti anak kucing yang biasanya aku temukan di depan rumah, atau samping post satpam. Mereka sangat menyedihkan.
Paling tidak. Saat detak yang Tuhan berikan ini membuatku tersiksa, ada tangan yang menggenggam tanganku, menenangkan ku, atau bahkan menangisi ku. Tapi yang paling penting adalah, saat di mana aku sakit, aku bisa memohon pada mereka untuk membawaku ke rumah sakit. Membantuku menghilangkan lagi rasa sakitnya. Karena ada kalahnya aku ingin hidup, dan ada kalanya aku ingin mati.
Jika saja bunuh diri tidak berdosa, mungkin sudah aku lakukan sejak wanita yang dulu aku panggil Ibu itu meninggalkan ku. Tapi, jika di dunia saja aku sudah merasakan kesakitan sejak kecil, lalu bagaimana jika di akhirat aku juga akan mendapatkan kesakitan yang bahkan lebih abadi. Tidak, jangan dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping At Last
Teen Fiction"Jika kalian menemukan aku di manapun, dalam keadaan tidak sadar. Tolong segera bawa aku ke rumah sakit"- Aiden